Menulis itu media katarsisku ...

Blog Pribadi Puji Nurani :

Sketsa sederhana tentang hidup yang sederhana ...

Menulis itu Media Katarsisku ....

Aku sangat suka .. sangat suka menulis .....
Aku tak memerlukan waktu khusus untuk menulis ..
Tak perlu menyepi untuk mendapatkan ilham ........
Atau menunggu dengan harap cemas pujian dari orang lain
agar tak jera menulis ......

Ketika aku ingin menulis, aku akan menulis tanpa henti...
tanpa merasa lelah ...
tanpa merasa lapar ...
Namun jika aku tidak menulis,
maka itu artinya aku memang sedang tidak mau menulis...

Kala kumenulis,
Aku alirkan pikiranku melalui ketukan keyboard
ke dalam layar dunia virtual aku berkontemplasi ....
Aku tumpahkan perasaanku ke dalamnya ....
yang sebagiannya adalah jiwaku sendiri ....

Lalu ... aku menemukan duniaku yang indah ...
duniaku yang lugu dan apa adanya ......
duniaku yang sederhana .........
yang aku tak perlu malu berada di dalamnya .....
Karena aku adalah kesederhanaan itu sendiri .....

Aku suka dengan cara Allah menciptakanku ...
alhamdulillah .......

Monday, March 7, 2011

ANOTHER SIDE OF CHICKEN ^_^


Kalau pas hari Minggu dan kebetulan tidak bepergian, aku punya kebiasaan memasak menu istimewa, yang lain dari yang biasa kumasak sehari-hari. Istimewa disini bukan berarti mewah, semisal ala Eropa, serba berlemak, atau yang sejenisnya, tapi memasak menu kesukaan keluarga, dan itu bisa berarti membuat hidangan yang sangat sederhana.

Ini tentang anak-anak ku. Aneh juga selera makan dua gadis remaja ku ini. Berbeda dengan orang lain yang jika makan daging ayam lebih memilih bagian dada, paha, atau sayap. Gadis-gadis ku ini lebih memilih ceker (kaki), kepala, ampela dan usus ayam !
Setiap kali aku mengolah masakan berbahan ayam, maka bagian yang paling tidak mereka sentuh adalah bagian-bagian yang berdaging tebal, ya seperti dada dan paha itu. Berulangkali aku meminta mereka untuk memakan bagian daging yang lebih sehat, tapi sebanyak itu pula mereka menolak dengan alasan nggak doyan, nggak suka. Berbeda jika kebetulan aku menyajikan menu sop sayuran dengan ceker ayam, atau kepala ayam goreng bumbu kuning, tumis pedas usus ayam dengan daun kemangi, atau balado ati ampela, wah .. makannya lahap banget, bisa nambah sampai dua kali !

Secara ekonomis seharusnya aku merasa senang, karena anak-anak lebih memilih bagian yang harganya jauh lebih murah. Tapi sungguh, aku tak segembira itu. Ini bukan soal uang, tapi soal layak atau tidaknya makanan yang masuk ke dalam perut mereka. Coba bayangkan, ceker ayam, kepala ayam, usus ayam, dan ampela. Itu kan bagian-bagian yang di negara maju dianggap sebagai limbah ayam potong ?

Dari berbagai sumber yang aku baca, di Amerika Serikat limbah ayam ini digunakan sebagai bahan pakan ternak, jadi tidak dikonsumsi oleh manusia. Beberapa waktu yang lalu di negeri Paman Sam itu ada sebuah kejadian yang sempat menjadi bahan pembicaraan atau lebih tepatnya menjadi bahan olok-olok publik untuk beberapa waktu lamanya. Kejadian yang melibatkan seorang ibu dengan dua anaknya yang sedang makan di sebuah restoran Burger paling ternama di sana. Sang ibu memesan paket Happy Meal untuk anak-anaknya dan sebuah burger untuk dirinya. Tanpa dinyana, di dalam paket makanan itu terselip sebuah kepala ayam goreng yang tersalut tepung, lengkap dengan jengger / kipal di atas kepalanya, paruh yang tajam, dan ekspresi yang merana. Penampilan kepala ayam goreng itu renyah, berminyak, crunchy namun sekaligus menakutkan. Kejadian selanjutnya adalah, sang ibu menuntut restoran burger terkenal itu dengan uang ganti rugi yang tidak tanggung-tanggung, 100 ribu US dollar !
Mengapa sampai sebesar itu ? ya tentu saja karena sang ibu merasa terkejut dan terhina sebab dia disodori makanan yang hanya biasa dikonsumsi oleh si Doggy.

Berbeda keadaannya dengan di negara kita. Di sini berlaku prinsip ” all you can eat ”, alias apa aja bisa dimakan ( asal doyan). Tapi kurasa bukan cuma anakku deh yang doyan menyantap menu ceker ayam, kepala ,dan jeroan ayam. Orang lain juga banyak kok yang doyan. Buktinya kalau aku agak kesiangan sedikit saja belanja ke warung, atau ke pasar, atau ke swalayan, pasti bahan makanan yang bernama ceker ayam, kepala ayam, dan jeroan ayam, sudah berpindah tangan ke pembeli yang datang lebih awal. Itu artinya menu berbahan dasar ceker dan kawan-kawan itu memang menjadi favorit banyak rumah tangga, bukan ?
Selain faktor selera, faktor harga yang jauh lebih murah menjadi pertimbangan utama para ibu dalam menghemat pengeluaran uang belanja.
Namun demikian aku tetap bersyukur, anakku masih mau menuruti nasihatku untuk tidak mengkonsumsi bagian kulit dan tunggir ayam, bagian yang paling berlemak dan sarat kolesterol.

Aku jadi teringat Ibu dan Bude ku. Waktu aku kecil, aku dan kakak perempuanku dilarang keras makan bagian ceker, bagian ujung sayap ( Jawa : Suwiwi ) , bagian kepala, dan bagian tunggir ( Jawa : Brutu ). Namun dasar namanya juga anak bandel, aku dan mbak Nuri kakak ku, selalu berkomplot untuk sembunyi-sembunyi makan bagian yang rasanya ternyata sangat sedap itu.
Kenapa sih nggak boleh makan bagian-bagian itu ? kata ibu dan bude ku, ora elok, palami, kuwalat, tabu !


Kalau makan ceker ayam, nanti tulisan tanganku jelek (kaya tulisan dokter, he he .. ) Kalau makan sayap ayam, nanti aku akan tinggal jauh dari orang tua. Kalau makan kepala ayam, nanti aku bakal jadi orang yang jutek dan belagu, sementara kalau makan tunggir, nanti aku akan diselingkuhi oleh suami. Hmm .. serem juga ya ancamannya. By the way alias ngomong-ngomong, tidak semua pamali itu terbukti lho. Walau waktu kecil sembari ngumpet-ngumpet aku suka makan ceker ayam, toh tulisan tanganku rapi dan bagus (maka nya bisa jadi ibu guru ^_^ ) . Aku juga suka makan kepala ayam, tapi buktinya aku nggak jutek, kan ? bahkan sebaliknya aku punya sifat ramah dan murah senyum  . Aku juga suka makan sayap ayam, dan rumahku nggak gitu jauh dari rumah ibu ku ( Sukabumi – Bandung mah deket laah .. ). Tapi soal makan tunggir aku agak ngeri juga. Bukan soal kutukannya, tapi soal rasa dan bentuknya ! juga mengingat dari bagian itu selalu keluar apa coba ? hiiy ...

Kalau begitu kesimpulannya, apakah mengkonsumsi ” Limbah ayam ” ini berbahaya ? beneran nggak ada gizinya sama sekali ?
Sekali lagi ini menurut berbagai sumber, makanan-makanan itu tetap banyak gizinya. Bahkan yang namanya ceker ayam, banyak mengandung kolagen, dan zat fosfor yang sangat baik untuk pertumbuhan tulang serta berkhasiat mencegah penyakit Osteoporosis. Kaki/ ceker ayam sangat baik dikonsumsi oleh anak-anak dalam masa usia pertumbuhan. Dicampurkan ke dalam bubur beras, sebagai campuran sup, dsb. Selain menambah cita rasa, struktur tulang anak-anak kita akan terbentuk dengan sehat dan kuat, yang membuat gerak mereka menjadi lincah dan cepat. Hmm .. pantesan anak-anakku kerjanya pecicilan melulu nggak bisa diam, mungkin karena sering makan ceker ayam, ya ?
Bagian kepala, tetap mengandung gizi sama banyaknya dengan bagian-bagian lain, kecuali bagian leher yang lebih berlemak. Sementara bagian jeroan ( usus, hati, ampela, jantung, dll) disepakati oleh para ahli gizi, berbahaya jika terlalu banyak dikonsumsi karena banyak mengandung kolesterol, lemak ”jahat”, dan kadang mengandung toksin.

Jangan bicara masalah pantas atau tidak pantas untuk dikonsumsi, karena ini sudah masuk ke dalam wilayah selera, kebiasaan, dan budaya makan, yang sangat debatable, yang sangat berbeda-beda diantara satu bangsa dengan bangsa lainnya. Makanan yang tidak pantas di konsumsi di suatu negara, belum tentu ditolak di negara lain, begitu pula sebaliknya. Yang penting jangan mengkonsumsi apapun terlampau banyak, karena pasti tidak akan baik bagi kesehatan kita.

Jadi teman-temanku, di musim hujan yang berhawa dingin tiada henti ini, mari bahagiakan keluarga dengan menghidangkan sup ceker ayam yang hangat, lezat, empuk-empuk gurih. Selamat mencoba ... 




Salam sayang,
Anni, Sukabumi