Menulis itu media katarsisku ...

Blog Pribadi Puji Nurani :

Sketsa sederhana tentang hidup yang sederhana ...

Menulis itu Media Katarsisku ....

Aku sangat suka .. sangat suka menulis .....
Aku tak memerlukan waktu khusus untuk menulis ..
Tak perlu menyepi untuk mendapatkan ilham ........
Atau menunggu dengan harap cemas pujian dari orang lain
agar tak jera menulis ......

Ketika aku ingin menulis, aku akan menulis tanpa henti...
tanpa merasa lelah ...
tanpa merasa lapar ...
Namun jika aku tidak menulis,
maka itu artinya aku memang sedang tidak mau menulis...

Kala kumenulis,
Aku alirkan pikiranku melalui ketukan keyboard
ke dalam layar dunia virtual aku berkontemplasi ....
Aku tumpahkan perasaanku ke dalamnya ....
yang sebagiannya adalah jiwaku sendiri ....

Lalu ... aku menemukan duniaku yang indah ...
duniaku yang lugu dan apa adanya ......
duniaku yang sederhana .........
yang aku tak perlu malu berada di dalamnya .....
Karena aku adalah kesederhanaan itu sendiri .....

Aku suka dengan cara Allah menciptakanku ...
alhamdulillah .......

Sunday, March 31, 2013

Pengalamanku Bergaul Dengan Preman




Hmh, Preman ya. Akhir – akhir ini banyak media massa mengangkat tulisan dan berita bertema maraknya aksi premanisme di negeri ini.   Kebanyakan tulisan dan berita itu memandang premanisme sebagai sebuah fenomena penyakit sosial yang sudah sangat laten dan musykil untuk diberantas. Hal ini terjadi sebab adanya simbiosis mutualisma yang sulit diakhiri antara preman dengan berbagai profesi dan kepentingan. Ada nada kebencian dalam tulisan-tulisan itu, ada nada marah, ada juga nada putus asa, hopeless, dsb. Wajar saja karena para preman dan sepak terjangnya dikenal sangat dekat dengan dunia hitam, dunia kejahatan. Namun aku ingin memperkenalkan teman-teman dengan para preman “ teman-temanku “.

Dulu aku tinggal di Bandung bersama orang tua dan saudara-saudaraku. Di Bandungnya di jalan Holis by pass, di wilayah Bandung Barat. Setelah Ayah pensiun, kami pindah dari rumah dinas ke sebuah rumah di pelosok gang yang ada di kawasan itu. Inilah salah satu kawasan penghasil preman yang terkenal di daerah Bandung.

Seingatku ada beberapa preman yang tinggal di kampung ini. Yang pertama namanya Asep Jangkung. Sesuai dengan namanya, orangnya tinggi banget hampir 2 meter. Spesialisasinya ngadu ayam dan mabok minuman keras topi miring. Ada lagi Mang Dayat. Kerjanya sehari-hari sebagai penarik becak. Itu kalau pas dia lagi sadar. Kalau lagi nggak sadar akibat mabok sama si Asep Jangkung, kerjanya malak penumpang bis di terminal Abdul Muis. Lalu ada Didin Tato yang badannya gempal kekar kayak Ade Rai, tapi berwajah Budi Anduk dengan tatto di sekujur tubuh. Tatto kampung bertulis “doa restu ibu”, yang bercampur dengan tatto alam berupa panu kurap dan kudis.
Trus ada lagi, ini yang paling top nih. Namanya Ujang Padin. Dia itu badannya paling kecil, tapi galaknya minta ampun. Spesialisasinya senggol bacok. Maksudnya, kalau pas lagi ada acara dangdutan, dan dia lagi joget, jangan coba-coba nyenggol kalau nggak ingin kena bacok, begitu maksudnya. Para pemuda preman itu, 100 persen berasal dari keluarga miskin, hanya berpendidikan SD, dan tak punya pekerjaan.

Masih banyak sebetulnya tetanggaku yang dikenal sebagai preman. Tapi mereka nggak begitu jagoan seperti para preman yang namanya aku sebutkan tadi. Nah para preman tetangga kami ini saling kompak satu sama lain, dan seolah sudah  ada kesepakatan diantara mereka, mereka tidak pernah membuat rusuh di kampung kami. Sebaliknya Kalau misalnya ada preman dari kampung tetangga yang petantang -petenteng di kampung kami, maka dijamin preman itu akan bonyok habis dihajar sama preman tetangga kami.
Para preman tetangga kami itu, tidak bisa juga dibilang pahlawan kampung, karena meski mereka sering berada di garda terdepan jika terjadi perkelahian antar pemuda kampung, sering juga kami dibuat kesal oleh kelakuan mereka.

Sebagai contoh, Pak RT sering terlihat mengacung-acungkan sebilah bambu ke arah mereka, sambil memaki-maki saking kesalnya mendapati mereka mabok di pos ronda. Kalau sudah begitu, para preman ini terpaksa bubar sambil sempoyongan, menurut saja apa kata Pak RT. Habis bagaimana, lha wong beberapa diantara preman ini masih ponakannya pak RT kok. Mana berani melawan Uwak sendiri.

Kekesalan kami yang kedua adalah sense of belonging mereka yang sangat tinggi terhadap para gadis penghuni  sepanjang gang Holis itu. Mereka menganggap kami adalah properti mereka yang tidak boleh diganggu. Sering para pemuda yang bertandang ke rumah kami, terpaksa pulang ke rumah dengan pipi bengkak atau tulang kering memar karena dicegat di tengah perjalanan oleh para preman itu, lantas ditempeleng atau ditendang, sebagai peringatan karena sudah berani-berani menyambangi properti mereka tanpa izin. Kasihan banget.

Beruntung teman-teman laki-laki yang berkunjung ke rumahku tidak pernah mengalami nasib sial seperti itu, karena aku kompak sama preman-preman itu. Kompak ? Iya, beneran, aku kompak sama preman-preman itu. Kok bisa ? Ya bisa saja. Begini ceritanya.
Faktanya aku bertetangga dengan preman, dan aku harus terima itu. Masalahnya, para preman itu kadang suka godain aku. Aku nggak suka digodain sama preman. Males banget kan. Untuk itu aku memutar otak mencari akal. Dan kutemukanlah akal itu. Caranya dengan berdamai. Kalau gadis-gadis yang lain pasang tampang cemberut jutek saat digodain sama para preman itu, aku bersikap sebaliknya. Aku pikir, nggak ada gunanya bersikap judes sama preman-preman itu, karena kuperhatikan, mereka itu makin digalakkin makin napsu.
Jadi kucari jalan damai. Kalau aku berpapasan dengan mereka yang lagi nongkrong-nongrong di gardu hansip atau di pangkalan becak, aku akan senyum duluan, mengangguk dan berkata sopan ” Punten Kang …” .

Awalnya mereka seperti kesetrum listrik pas aku bilang gitu. Boro-boro menjawab, yang ada malah bengong, melongo sambil mangap. Mungkin mereka tak mempercayai pendengarannya, dan berpikir, ” Mustahil gadis secantik teh Anni bilang punten (permisi) sama orang sehina kami, he he .. Lol ! .
Lama-lama mereka terbiasa rupanya. Kalau aku lewat di depan mereka, tersenyum dan bilang punten, pasti mereka akan serentak menjawab ” Mangga Teh anni ..”.
Besoknya lagi, aku belum bilang punten, mereka sudah mendahului menyapaku dengan sopan, ” Bade angkat kuliah (mau berangkat kuliah), teh Anni ?”, sambil tersenyum lugu (kebayang nggak sih ada preman tersenyum lugu ?), yang aku jawab juga dengan tersenyum ” sumuhun (iya)  Kang “. 

Hari- hari berikutnya tegur sapanya makin beragam, kadang “Assalamualaikum”,
atau ” Kumaha damang ” (apa kabar, sehat ?) dll, yang membuat mereka selalu terlihat sumringah ketika menyapa dan menjawab sapaanku.  Mungkin mereka merasa senang sebab seumur-umur belum pernah diajak ngobrol bener sama perempuan bener, heu heu .. ^_^
Walhasil, aku nggak pernah diganggu sama mereka.

Entahlah, mungkin karena para pemuda preman tetanggaku ini levelnya cuma preman kampung, jadi nggak terlalu jahat juga. Lama tak kudengar kabar mereka semenjak aku menikah, pindah rumah dan pindah kota. Sesekali kalau aku pulang ke Bandung mengunjungi ibuku, aku masih suka berpapasan jalan dengan mereka. Kami masih saling mengenal, dan aku tak merasa risih sedikitpun menyapa mereka. Hanya saja mereka terlihat agak malu jika kusapa. Seperti halnya aku, kulihat mereka sudah bertambah tua sekarang. Namun ada yang berubah total, mereka tak lagi berpenampilan preman sekarang.

Kudengar dari Ibuku, mereka sekarang sudah insyaf dan sudah berkeluarga. Dunia preman sudah ditinggalkan. Ada yang sekarang berprofesi sebagai pedagang di pasar, bekerja sebagai satpam, bekerja di pabrik, dll. Aku senang mendengarnya. Sungguh Allah Maha adil. Kasih sayang dan rahmat Nya menebar tanpa pilih kasih. Tak peduli seorang manusia yang berstatus preman sekalipun, jika hatinya sudah tersentuh kasih Allah, maka jalan hidupnya pun akan berubah menuju kebaikan.

Kadang aku berpikir bahwa seseorang menjadi preman, pasti ada penyebabnya. Tapi apapun penyebabnya, aku yakin tak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan kehidupan seperti itu. Boleh jadi kesalahannya ada pada diri kita juga, yang kerap bersikap merasa benar sendiri, bersih sendiri, merasa beda kelas dengan mereka. Nggak tahu juga lah. Yang jelas, dari pengalamanku, aku hanya tahu kalau mereka ini manusia biasa seperti kita yang akan senang jika dimanusiakan.

 
Salam sayang,
anni


#alhamdulillah, artikelku ini menjadi Trending Article di Kompasiana, dan dibaca oleh ribuan orang. ini linknya:

http://www.kompasiana.com/pujinurani/pengalamanku-bergaul-dengan-preman_551face9a33311182ab673bc


Friday, March 29, 2013

Ramah itu Ada Batasnya. Jutek itu Selamanya



Sejak 2008 kalau tidak salah, aku mulai berinteraksi dengan teman-teman di dunia maya lewat Facebook, setelah sebelumnya lewat milis dan YM
Lumayan intens juga aku berinteraksi lewat Facebook, baik dengan teman-teman yang memang aku kenal karena pernah satu sekolah, pernah satu tempat kerja, atau pernah bertetangga, maupun dengan teman-teman yang benar-benar asli teman di dumay alias hanya berteman di dunia maya, dan tak kukenal di dunia nyata.
Melalui pengamatan yang rada-rada iseng, aku menengarai ada dua tipe besar karakter teman di dunia maya, yaitu tipe Ramah dan tipe Jutek. Kedua tipe ini memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya yaitu sama-sama narsis, sama-sama ingin eksis dan dikagumi. Sementara perbedaannya adalah ini  :

1. Orang Ramah.

Orang yang ramah di dunia maya biasanya di dunia nyatapun aslinya memang ramah. Keramah tamahan  ini sangat mudah dikenali. Di profile picturenya dia akan selalu terlihat tersenyum atau nyengir lebar. Kadang dia memasang pose manis imut, misalnya dengan mengacungkan dua jari di sudut mata dengan ekspresi manja, atau menempelkan telunjuk di bibir yang digembungkan. Nggak tau apa maksudnya. Tapi jelas kelihatan sekali ekspresi ramahnya.
si Peramah ini juga mudah terlihat dari cara dia menulis status, berkomentar di status teman, atau membalas komentar. Selalu dengan nada ceria, penuh dengan icon tawa semisal he ♥ ♥ he ♥ ♥ he ♥  , atau p нĭ°°Ð½Ä­°°Ð½Ä­ °°Ð½Ä­°°:p …

Siapapun akan senang berinteraksi dengan orang yang ramah . Sebab sekecil apapun aksi yang kita berikan, meski hanya sebatas mengklik icon Like umpamanya, maka teman kita yang ramah itu akan langsung merespons tidak hanya  dengan kata-kata terimakasih, namun masih ditambah menanyakan kabar, titip salam buat keluarga, dsb yang membuat hati kita menjadi senang dan tergoda untuk merespon balik. Selanjutnya jika aksi-reaksi ini bisa nyambung terus, interaksi yang terjalinpun akan terasa asyik dan menyenangkan. Bisa ngobrol lama sampai lupa waktu. Kalau beruntung bisa jadi pacar. ehm ..

Karakter ramah itu tidak ada kaitannya dengan wajah seseorang. Bisa saja dia berwajah ganteng/ cantik, biasa-biasa saja, bahkan yang berwajah pas-pasanpun banyak. Hanya saja, inilah ketidak adilan dunia maya, orang yang ramah plus memiliki wajah ganteng / cantik akan lebih disukai dari pada mereka yang ramah namun berwajah ya begitulah. Bayangkan saja, sudah cakep ramah pula. Wah fansnya sampai bejibun. Apa saja yang dia postingkan, pasti reaksinya sangat banyak. Dari yang sekedar me Like, sampai yang berkomentar hingga berkali-kali. Padahal yang dia publish mungkin saja tidak seberapa. Paling sekedar status yang berbunyi, ” Gerah banget nih, enak kali ya kalau ada es jeruk “. Cuma nulis segitu doang, komentar yang datang sampai seratusan, yang nge Like sampai puluhan ! hebat kan …

Namun demikian seramah-tamahnya manusia, dan sepiawai apapun dia berinteraksi dengan orang lain, kadang timbul juga gangguan. Gangguannya macam-macam, mulai dari gangguan yang sifatnya rayuan main-main, melontarkan komentar yang mengundang,  terang-terangan mengucap kata sayang, cinta, atau apalah yang sifatnya menjurus.

Sekali, dua kali mungkin si peramah tidak akan mempermasalahkan. Tapi kalau gangguan ini terus berulang, apalagi kalau gangguan ini datangnya dari orang yang nggak jelas dan alay pula,  kadang timbul juga rasa kesal dan tak sabarnya. Ujung-ujungnya diunfriend deh, atau yang lebih ekstrem ya diblocked. Nah akhirnya keluar juga kan sifat juteknya.  Kalau sudah begini dapat diambil kesimpulan bahwa : Ramah itu ada batasnya.

2. Orang Jutek
Dunia maya adalah dunia virtual,  dunia yang penuh topeng kepura-puraan. Tempat dimana siapapun bisa menampilkan citra diri yang sangat bertolak belakang dengan jati diri yang sesungguhnya. Namun sangat jarang ada orang yang bisa bertahan sangat lama dengan kamulflasenya ini. Pada suatu saat akan muncul juga sifat-sifat aslinya.

Dalam hal ini orang yang sebetulnya berkepribadain judes, ketus, alias jutek, bisa saja berpura-pura ramah, tapi biasanya tidak akan bisa bertahan lama, karena pegel juga kalau harus berlama-lama menjadi orang lain. Suatu saat pasti bakal juga keluar sifat juteknya.
Sejauh yang aku ketahui, orang yang jutek di dunia maya itu aslinya memang jutek beneran. Paling males deh kalau berhubungan dengan orang yang punya sifat seperti ini. Auranya negatif melulu. Jangankan yang punya wajah pas-pasan, orang yang ganteng/ cantik sekalipun akan jadi menyebalkan kalau punya sifat jutek-songong gitu.

Orang yang jutek di dunia maya sulit dideteksi jika hanya mengandalkan penampakan dia di profile picturenya saja. Bisa saja dia tampil ceria dan manis dalam foto-fotonya, padahal judesnya gak nahan. Hanya sedikit orang jutek yang dengan sadar menampilkan kejutekkannya di muka publik meski hanya melalui foto.

Kalau misalkan terpaksa mendeteksi si Jutek lewat foto nih, biasanya di foto itu mimik mukanya terlihat cemberut, senyum  tidak simetris, senyum tapi matanya tidak ikut tersenyum, atau memasang ekspresi galak, dsb. Belum apa-apa sudah keder duluan melihatnya. Tapi sekali lagi, foto bisa sangat menipu.

Kalau pengen lebih gampang mendeteksi orang jutek, lihat saja posting-postingnya. Segala status, tweet, komentar, atau cara dia menjawab komentar, biasanya menimbulkan aura negatif, bikin sakit perut orang yang membacanya.

Apa saja sih isi postingannya ? Ya gitu deh, kalau nggak keluhan ya gerutuan, atau makian, menyalahkan orang lain, marah-marah, nyinyir, mengkritik segala sesuatu, dll. Kalaupun dia mengeluarkan statement, biasanya kalimatnya diakhiri dengan tanda seru yang banyak banget, kayak gini nih !!!!!!!!  sampai yang baca jadi berasa diomelin, he he …

Jutekwan dan jutekwati mungkin saja banyak fansnya, karena dia orang terkenal umpamanya. Tapi tetap saja sifat jutek dia bakal muncul dari cara dia berinteraksi dengan teman-temannya. Yang paling sering adalah cara dia menjawab komentar dengan kata-kata yang super singkat. Misalnya : iya, enggak, sudah, kemarin, terimakasih, oh, dll balasan komentar yang pelit banget kata-kata. Padahal boleh jadi temannya sudah memberi komentar sepanjang satu paragraf. Eh dijawab cuma pake kata seuprit gitu. Ciaan dee …

Ada juga jenis orang jutek yang kelihatan banget juteknya dari cara dia menjawab sejibun komentar teman-temannya hanya dengan : @all terimakasih.
Hadeeuuww …  padahal jelas-jelas dia sudah mendapat komentar sampai seratusan lebih. Kurang  menghargai teman, menurut aku sih.
Kalau sudah begini, jadi sulit membedakan, mana yang jutek sejati, mana orang sibuk, mana yang nggak kreatif, dan mana yang nggak bisa gaul. Kelihatannya jadi sama saja : tidak ramah.

Sangat sulit membayangkan, orang yang di dunia maya berkarakter pedas seperti itu, sesungguhnya memiliki karakter ramah di dunia nyata. Biasanya, sekali jutek di dunia maya, maka jutek juga di dunia nyata.
Kesimpulannya : jutek itu selamanya

Lalu, bagaimana dengan kita ? Apakah kita termasuk berkarakter ramah atau jutek ? atau kadang ramah kadang jutek ?  Memang sih, tulisan ini nggak bisa gitu aja dijadikan acuan, secara ini kan bukan penelitian, cuma sekedar pengamatanku selama bergaul di dunyat dan dumay saja. Lagi pula yang paling pas menilai kepribadian kita kan orang lain. Betul ?
Nah, teman-teman, selamat menjadi orang yang menyenangkan yaa …



Salam sayang,

Anni

Ketika Ayam Jago Sudah Tak Lihai Meramal Cuaca



Fajar belum lagi terbit, adzan Subuhpun belum lagi berkumandang. Namun seisi rumahku terbangun dengan kaget oleh suara Ayam jago entah miliki siapa, yang berkukuruyuk dengan keras sekali. Suara ayam itu nyaring menembus hawa dingin yang meresap hingga ke dalam kulitku. Aku ucapkan syukur dengan perasaan riang. Bukankah kukuruyuk Ayam jago itu pertanda hari ini akan cerah ? benarkah begitu ? hmm … biar kulihat saja nanti.

Di masa yang lalu, Ayam termasuk salah satu jenis hewan yang secara alamiah memiliki naluri yang sangat tajam dalam membaca tanda- tanda alam . Jika Ayam Jago berkokok pada dini hari, tandanya cuaca akan cerah sepanjang hari. Namun jika si Ayam jantan ini berkokok menjelang siang, sekitar pukul 10.00 - 11.00, artinya para betina harus waspada. Karena itu adalah isyarat perkawinan dari sang Jantan. Jadi para betina,  bersiap-siaplah bersolek kalau memang berkenan.  Namun jika merasa ogah, persiapkan tenaga untuk berlari sekencang-kencangnya dari kejaran si Jantan. Karena rupanya tak hanya manusia, yang namanya cowok , biarpun itu sekedar ayam, asalkan sedang kasmaran, selalu tak mau tahu. Kejar teruuss ..!

Itu dulu. Sekarang zaman sudah berubah. Iklim sudah berganti, cuaca sudah semakin sulit diprediksi. Waktu aku kecil dulu, Ibu pernah mengajariku ciri- ciri perubahan musim, dari musim hujan ke musim kemarau. ” Pokoknya gini “, kata Ibuku yang meski hanya berpendidikan ELS (SMP zaman Normaal ), namun wawasannya lumayan luas untuk ukuran perempuan di zamannya.
” Kalau nama bulannya sudah berbunyi ” Ber “, artinya kita sudah memasuki musim hujan. Jadi  musim hujan itu dimulai dari bulan September. Dan bulan sebelumnya (Agustus) adalah masa pancaroba.  Kenapa “Ber” ? karena bunyinya sama dengan bunyi air hujan yang turun, Bbeerrr …!! “, begitu Ibu menjelaskan dengan gaya seperti Bibi Titi Teliti.

” Bulan Maret itu tanda musim kemarau “, lanjut ibuku yakin banget. Kenapa Maret ? Ya itu tadi, nama bulan disesuaikan dengan bunyi musim. Bunyi “Ret”, sama dengan suara air hujan yang mendadak berhenti ” mak Rrreettt. …! “, begitu kata Ibuku, menguraikan teorinya entah dengan referensi primbon mana.

Terserah apa kata dunia, tapi kata-kata Ibuku dan orang-orang zaman dulu memang terbukti banyak benarnya. Mereka adalah orang-orang yang waskita dengan alam di sekitarnya. Mereka adalah orang-orang yang mengadaptasi tanda-tanda alam untuk aktifitas keseharian dengan bekal local genius yang mereka miliki. Karifan lokal ini kemudian mewujud berupa pengetahuan yang tak tertulis, yang diwariskan dari generasi ke generasi secara lisan, menjadi bagian tradisi, bagian budaya asli yang bernilai tinggi.

Arti ramalan kokok Ayam Jago, bunyi bulan yang disesuaikan dengan bunyi-bunyian alam yang mengiringi bulan tersebut, adalah contoh budaya lisan, contoh folklore asli ciptaan nenek moyang kita. Ini sebagai sebuah bukti nyata, bagaimana nenek moyang dengan kearifan lokal yang mereka miliki, mengakulturasikan budaya Barat yang masuk ke tanah air melalui nama-nama bulan yang berbau Latin-Roman, dengan budaya asli indonesia berupa bunyi-bunyian alam. Sangat lugu namun cerdik dan mengagumkan.

Kini kelihatannya kita harus rela bersiap-siap meninggalkan salah satu khasanah budaya asli Indonesia itu. Folkllore tentang kokok ayam jantan dan hubungan bunyi nama bulan dengan bunyi-bunyian alam, rupanya harus segera dilupakan. Tak hanya cuaca, sekarang iklimpun sudah berubah Kita tak tahu dengan pasti apa penyebabnya. Namun untuk mudahnya, mari kita timpakan semua kekacauan ini pada pemanasan global yang lajunya sangat sulit dihentikan.

Tadi pagi dan kemarin-kemarin pagi, Ayam jantan berkokok dengan keras. Lagi pula bulan Maret sudah akan berakhir. Namun alih-alih cerah, hujan malah turun dengan deras disertai kilat yang menyambar-nyambar dan petir yang menggelegar. Banjir masih saja terjadi di mana-mana. Bahkan akibat hujan deras, terjadi bencana longsor yang memakan korban jiwa di daerah Cililin Jawa Barat.

Sejak dulu para pakar dari berbagai lintas ilmu berbicara tentang ancaman pemanasan global, tentang lubang yang semakin menganga di lapisan ozon di atas kepala kita,  tentang bahaya radiasi langsung sinar ultra violet bagi kesehatan manusia, dsb. Sebagai reaksinya berbagai negara di dunia mengantisipasi dengan berbagai upaya yang menelan daya milyaran dolar untuk memperbaiki kerusakan lingkungan.

Saya percaya pemerintah kita tak tinggal diam dalam merespons para pakar lingkungan Indonesia yang berteriak hingga serak dan nyaris kehabisan nafas setengah hopeless untuk segera menyelamatkan lingkungan yang rusak parah di berbagai pelosok negeri. Hanya saja seperti yang lazim terjadi di tanah air, segala sesuatunya berjalan dengan super sangat lamban. Demikian juga dengan upaya penyelamatan lingkungan ini. Sangat lamban, terkesan setengah hati, sampai geregetan melihatnya.

Tak usah heran jika pada akhirnya banyak anggota masyarakat baik secara sendiri ataupun berkelompok, berinisiatif menyelamatkan lingkungan yang rusak. Karena jika tidak begitu, jika semata mengandalkan kepedulian pemerintah , mungkin lingkungan akan bertambah rusak parah dan segalanya akan sangat terlambat.

Ah sudahlah jangan ganggu pemerintah yang sibuk memikirkan dirinya yang terdzolimi, galau melulu, dan memikirkan cara tebar pesona yang paling canggih. Mana mereka ada waktu memikirkan penghijauan hutan yang gundul, mana ada waktu mereka memikirkan antisipasi bencana tanah longsor dan banjir bandang yang menelan korban jiwa dan harta rakyat kecil. Lagi pula nggak ada dana. Duit negara sudah berpindah ke kantong pejabat yang beristri banyak.

Jadi mari kita mulai dari lingkungan kecil kita. Dari rumah kita, dari RT kita, RW, sekolah kita, dst. Mari kita tanami halaman rumah dan sekolah kita dengan pohon peneduh. Biasakan mengisi acara selebrasi dan seremoni itu dan ini dengan menanam pohon. Budayakan memberi hadiah kepada pemenang lomba ini dan itu, salah satunya dengan memberi bibit pohon untuk ditanam.

Selamatkan lingkungan kita. Selamatkan lingkungan kecil kita dari kerusakan.  Disini kita hidup, maka disini juga kita harus menghirup udara yang bersih segar dan mengkonsumsi air yang sehat. Bukan hanya kita yang akan menghuni  bumi ini. Anak cucu kitapun kelak akan menghuni bumi yang sama. Jangan sampai mereka mewarisi lingkungan yang tak layak ditinggali karena kelalaian kita para orang tuanya.

***
Kudengar Ayam jantan itu berkokok lagi, padahal cuaca jelas-jelas muram seperti ini. Mendung menggantung diatas langitku, pertanda hujan akan segera turun. Bahkan zaman sekarang Ayam jagopun sudah kehilangan kepandaiannya dalam meramal cuaca rupanya. Ataukah karena dia sedang kasmaran saja makanya dia terus bernyanyi ? entahlah, hanya dia yang tahu … 


Salam sayang,


Anni