Menulis itu media katarsisku ...

Blog Pribadi Puji Nurani :

Sketsa sederhana tentang hidup yang sederhana ...

Menulis itu Media Katarsisku ....

Aku sangat suka .. sangat suka menulis .....
Aku tak memerlukan waktu khusus untuk menulis ..
Tak perlu menyepi untuk mendapatkan ilham ........
Atau menunggu dengan harap cemas pujian dari orang lain
agar tak jera menulis ......

Ketika aku ingin menulis, aku akan menulis tanpa henti...
tanpa merasa lelah ...
tanpa merasa lapar ...
Namun jika aku tidak menulis,
maka itu artinya aku memang sedang tidak mau menulis...

Kala kumenulis,
Aku alirkan pikiranku melalui ketukan keyboard
ke dalam layar dunia virtual aku berkontemplasi ....
Aku tumpahkan perasaanku ke dalamnya ....
yang sebagiannya adalah jiwaku sendiri ....

Lalu ... aku menemukan duniaku yang indah ...
duniaku yang lugu dan apa adanya ......
duniaku yang sederhana .........
yang aku tak perlu malu berada di dalamnya .....
Karena aku adalah kesederhanaan itu sendiri .....

Aku suka dengan cara Allah menciptakanku ...
alhamdulillah .......

Wednesday, June 26, 2013

Mengapa Tulisan Dokter Mirip Sandi Rumput ?


Beberapa waktu yang lalu sekolah tempat saya mengajar menugaskan saya untuk mengikuti sebuah acara dinas di luar kota. Untuk keperluan itu saya diminta menyertakan surat keterang sehat dari dokter sebagai persyaratan adminitrasi. Dan pergilah saya ke dokter keluarga langganan saya. Namanya dokter Budi (nama samaran )

Surat keterangan kesehatanku

Sesampainya di ruang praktek dokter Budi, tanpa banyak basa-basi saya menyampaikan maksud saya. Dan tanpa banyak basa -basi juga dokter meminta saya menimbang berat badan saya. ” Bu anni tambah montok  aja nih “, begitu komentarnya begitu  melihat angka timbangan saya. Ngomong gitu sambil tersenyum kecil, bikin keki aja.  (Kalau ini sih asli basa-basi.Nggak usah diomongin, napa sih dok ? basi deh ah )
Setelah dia memeriksa tekanan darah, menekan-nekan stetoskopnya di dada saya, entah memeriksa apa ( katanya sih memeriksa denyut jantung dan bunyi paru-paru), dokter Budi meminta saya turun dari bed pemeriksaan dan mempersilahkan saya duduk di kursi yang ada di depan mejanya.  Sejenak dia menulis-nulis sesuatu di secarik kertas dan membiarkan saya mengawasinya.

” Bagaimana, Dok ? apakah saya sehat ? “, tanyaku ingin tahu.

” Oh iyaa…, sehat, sehat sekali. Nggak masalah “

“Alhamdulillah, makasih Dok “

” Bu Anni mau tugas kemana ? “
  
” Mau workshop di Lembang, Dok “

” Oh, asyik dong, Lembang itu hawanya dingin dan pemandangannya bagus “

“ Iya Dok … “

Tak lama kemudian, selesailah surat keterangan sehat yang kubutuhkan itu. Dan inilah hasilnya


Dokter Budi menyodorkan surat itu, yang membuat mataku langsung terbelalak. Ya ampun Tuhan !, batinku. Ini tulisan atau indomie goreng ? kok keritingnya mirip ?  hadeehh ….
Dasar saya suka iseng, suka keluar jailnya. Saya bilang sama dokter Budi, 

” Dok, ini nggak salah tulisannya ? ” (maksud saya, kok tulisannya jelek banget ?).

Mendengar pertanyaanku, dia menjawab kalem,
 ” Ya, itu karena yang datang bu Anni saja, makanya tulisannya saya bagus-bagusin. Biasanya kan tulisan saya jelek banget, nggak terbaca … “

“Ohh  ….. jadi begitu ya Dok ? Ok deh Dok, kalau begitu makasih banyak ya Dok ..”

(Yahh … godaanku gatot deh. Sang dokter mengira aku betul-betul memuji bahwa tulisannya bagus, padahal sebaliknya. Gagal paham dia ! heu heu …). Setelah menyalami dokter Budi dan mengucapkan terimakasih sekali lagi, sayapun berlalu dari ruang pemeriksaan, sambil tak henti-hentinya memandangi dengan takjub  tulisan dokter Budi yang sangat aduhai itu. 

Mengapa tulisan dokter banyak yang parah

Tulisan dokter identik dengan tulisan cakar ayam, alias jelek banget. Benarkah demikian ? bisa dibilang benar, namun tidak seluruhnya seperti itu.
Saya punya beberapa mantan murid yang sekarang berprofesi sebagai dokter. Dan saya dapat memastikan bahwa tulisan tangan mereka bagus-bagus. 

Jadi kalau begitu,  darimana asal mulanya sampai ada pendapat yang mengatakan bahwa tulisan dokter itu jelek ?  Begini ceritanya. Pada umumnya tulisan dokter memang jelek . Ruwet, berantakan, sangat sulit dibaca. Ya seperti tulisan dokter Budi ini contohnya. Mengingatkan saya pada sandi rumput jaman saya masih pramuka dulu.

Selidik punya selidik, ternyata bukannya tanpa alasan para dokter mempunyai tulisan tangan mirip sandi rumput seperti itu . Tulisan dokter memang dikondisikan susah dibaca sebab berkaitan dengan resep pemulihan dari sang pasien yang sangat dirahasiakan formula pembuatannya. Tulisan dokter memang menjadi semacam sandi yang ditujukan bagi para Apoteker. Maksudnya sudah jelas, untuk menghindarkan agar resep dokter tersebut tidak disalah gunakan untuk hal-hal yang buruk dan berbahaya. Orang awam sering mengira bahwa resep obat dari dokter dapat digunakan berkali-kali untuk mengobati penyakit yang sejenis. Padahal tidak seperti itu. Meski penyakitnya sama, dokter akan memberikan resep yang berbeda, tergantung usia pasien, jenis kelamin, kondisi kesehatan, riwayat alergi, dsb. (lensaindonesia.com). Artinya akan sangat berbahaya jika seseorang membeli obat secara serampangan di apotek, berdasarkan resep dokter yang awalnya digunakan untuk pasien lain.

Tidak Masalah Punya Tulisan Tangan Jelek

Seringkali saat saya menegur murid-murid sebab tulisan tangan mereka sangat jelek, mereka berkilah, “ Kan calon dokter, Buu .. “. Selalu begitu jawabannya. Padahal kan tidak semua orang yang bertulisan tangan jelek berbakat jadi dokter dan bakal berprofesi sebagai dokter. Siapa tahu nantinya mereka malah berprofesi sebagai Auditor, mungkin ? atau Dosen ? atau Tentara ? siapa yang tahu . Tidak semua dokter bertulisan tangan jelek, namun tentu saja ada dokter yang memang aslinya tulisan tangannya nggak usah dijelek- jelekin juga sudah jelek sendiri. 

Sebetulnya tak masalah memiliki tulisan tangan jelek, yang penting masih terbaca dan tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Namun sebaliknya memiliki tulisan tangan yang indah dan rapi tentu akan sangat menyenangkan. Menurut pakar tulisan, bentuk tulisan tangan seseorang sangat menggambarkan kepribadian si pemilik tulisan. Semakin indah dan semakin rapi tulisannya, konon semakin baik juga kepribadiannya. Entahlah. Tapi menurut saya pribadi, tidak semua orang yang tulisan tangannya jelek lantas berkepribadian jelek juga. 

Tulisan tangan itu seperti nasib. Tergantung, apakah nasib kita baik atau buruk. Kalau memang nasib membawa kita memiliki tulisan tangan yang buruk, ya sudahlah, terima saja. Yang penting, saat mengetik SMS jangan sampai huruf-hurufnya terbawa jelek. Yang penting pesan kita terbaca, dan penerima pesan mengerti maksud kita. Sudah begitu saja kok repot.
Sekian tulisan ringan di pagi hari ini, buat teman –teman Kompasianer yang berprofesi sebagai dokter, no hard feelings ya, percaya deh tulisan teman-teman pasti bagus dan rapi:)


Salam sayang,

anni

ps : tulisan ini terinspirasi posting saya di Facebook. Really miss those wonderful Facebook times   *__* 

Friday, June 21, 2013

Sudah Melihat = Tidak Perawan




Senangnya jadi mahasiswa baru dengan sahabat baru

Ini sebetulnya kisah yang bikin malu.
Tapi berhubung peristiwanya sudah lama berlalu, saya memutuskan untuk menceritakannya disini. Toh sekarang rasa malu itu sudah berubah menjadi rasa geli ketika saya mengingatnya kembali. 

Kejadiannya duluu banget, sewaktu saya masih kuliah smester satu di Bandung. Namanya juga mahasiswa baru, mana tahu saya dengan keadaan di daerah-daerah seputaran kampus. Saya tahunya berangkat dan pulang kuliah ya begitu-begitu saja, lewat jalan yang itu-itu saja tanpa ada sesuatu yang istimewa. Waktu itu kegiatan kami sebagai mahasiswa baru belum begitu banyak, paling-paling menghadiri perkuliahan, ke perpustakaan, mampir ke toko buku bajakan di jalan Palasari, main ke kosan teman, sekali-kali nongkrong makan Somay di kantin, lalu pulang. Tidak ada lagi yang lain.

Saya punya sahabat -sahabat yang kompak, namanya Mita, Fitri, dan Linda. Kami selalu melakukan segalanya bersama-sama, bukan hanya karena sefakultas, namun karena kebetulan tempat tinggal kami terletak di daerah yang dilewati bus kota satu jurusan. Setiap pagi kami bertemu di dalam bus kota jurusan jalan Kopo - Dipatiukur,  dan langsung mencari posisi berdekatan di dalam bus yang masih jarang penumpangnya itu. Senang sekali jika mengingat saat-saat menikmati perjalanan dari rumah ke kampus bersama sahabat- sahabat yang baik, kocak dan seru.

Dihadang Cowok Sarap

Setelah beberapa bulan jadi mahasiswa, kami jadi mengenal jalan-jalan alternatif yang bisa dilewati jika ingin tiba lebih cepat ke ruangan kuliah tertentu. Tentu saja kami merasa senang dengan penemuan ini, karena kami tak perlu lagi  tergesa-gesa berangkat kuliah, karena merasa sudah menemukan jalur  terpendek. Tapi ternyata kami salah duga. Penemuan jalan alternatif itu rupanya sama sekali tidak bisa dibanggakan, justru sebaliknya malah menuai bencana yang bikin malu. Kesalahan kami adalah, kami tidak bertanya dulu pada mahasiswa senior, tentang situasi di sekitar kampus terutama jalan yang kami temukan itu. Dan sebagai akibatnya, kami harus menanggung rasa malu yang tak terperi.

Sudah tanggung nih, sudah lama juga kejadiannya. Jadi saya tulis apa adanya saja ya ^_^
Nama jalan alternatif itu adalah jalan Imam Bonjol di seputaran daerah Dago Bandung. Dari jalan Teuku Umar kami bisa menyelusup ke gang-gang di jalan Imam Bonjol  untuk mencapai dengan cepat ruangan kuliah Pengantar Ilmu Hukum, atau menikung ke kanan ke arah jalan Hasanudin untuk mengikuti kuliah Pengantar Hukum Indonesia yang kesemuanya dilaksanakan tepat pukul 07.00  di hari yang berbeda. 

Tapi namanya juga manusia, ada saja melesetnya. Suatu pagi, diluar perhitungan, kami terlambat masuk kuliah gara-gara bus kota yang kami tumpangi mogok di tengah jalan. Lama kami harus menunggu hingga mendapatkan  bus kota pengganti. Sesampainya di  jalan Teuku Umar, tanpa menunggu bus kota berhenti dengan sempurna, saya , Mita, dan Fitri, langsung melompat ke luar bis dan langsung berjalan setengah berlari menyusuri jalan Teuku Umar lalu berbelok ke jalan Imam Bonjol. Kami tidak bertemu Linda di bus kota, mungkin hari ini dia tidak masuk kuliah.

Saat itu kami sama sekali tak menyadari ada bahaya sedang mengintai didepan hidung kami. Sedang asyik berjalan cepat sambil ribet ngobrol dan tertawa-tawa, tiba-tiba  langkah kami terhenti karena ada seorang pemuda menghadang kami tepat di tengah jalan. Pemuda itu berdiri di depan mobil Jimny merah yang diparkir dengan posisi melintang di tengah jalan Imam Bonjol yang memang sepi. Aku hanya melihat sekilas wajah cowok itu , tak begitu peduli, lalu kembali meneruskan langkahku. Tapi anehnya, kok dua temanku itu tiba-tiba berlari tunggang langgang terbirit-birit seperti dikejar hantu begitu melihat pemuda tadi. Aku ditinggal begitu saja. Nah ketika sedang bengong itulah, aku menyadari apa yang membuat si Mita dan Fitri berlari sprint seperti itu

Astghfirullah … ternyata cowok itu (maaf ya, maaf banget nih ..) memerosotkan celana panjang dan celana dalamnya sekaligus, lalu memperlihatkan seraya mempermainkan alat kelaminnya di depanku sambil tertawa-tawa kegirangan. Refleks aku memalingkan wajah dan bersiap berlari. Ah tapi sial sekali, inilah akibatnya kalau jadi orang kurang waspada. Cowok itu terus menghadang jalanku kemanapun aku melangkah. Kebayang kan bagaimana paniknya aku. Dicegat sama cowok gila  lengkap dengan burung besarnya !  oh tidak ! tolong, toloooong …!

Sambil menutup muka, aku berusaha berlari, tapi tidak bisa karena kesana -kemari  langkahku dicegat sama cowok sarap itu. Saat aku berteriak-teriak ketakutan begitu,  tiba-tiba tanganku disambar oleh seseorang yang langsung menyeretku dan membawaku kabur berlari sekencang-kencangnya. Alhamdulillah, selalu ada malaikat penolong di saat-saat genting seperti itu. Malaikat itu adalah kakak kelasku yang kebetulan sama-sama telat masuk kuliah.

Mendadak Tidak Perawan !

Sesampainya di kelas, ternyata Dosen tidak hadir. Kulihat para mahasiswa bergerombol ngobrol-ngobrol di dalam kelas. Melihat saya, Mita dan Fitri datang berlari dengan nafas  hampir putus, bukannya mengasihani, mereka malah ramai mentertawakan kami.

” Mit, lu ngeliat cowok itu ya ? “, tanya salah satu temanku yang ada di kelas.

” Enggak, gua langsung kabur ..”

” Elu lihat nggak, Fit ? “

” Gua juga enggak, kan gua langsung kabur sama si Mita .. “

” Wah, kalau gitu elu ya Ann yang ngeliat tuh cowok ? “
 
” Apaan sih, enggak kok, aku nggak lihat ..”

“. Ah yang beneer … ? “

” Swear, aku nggak lihat kok, cuma ngeliat dikiiit, itu juga cuma ujungnya doang “

*** bhuahahahaaa …!!! ***

” Ujung apaan, Ann ??! “

** Nggak menjawab, kulit muka terasa hangat. Pasti  merah padam **

” Ann, udah nggak perawan lu ! udah ngeliat yang gituan berarti elu udah nggak perawan lagi, tauu ..! “

” Hah ? udah nggak perawan ? tapi aku kan nggak diapa-apain ?? “

” Nggak bisa Ann, udah lihat barang cowok, berarti lu udah gak perawan lagi “

*** nggak percaya tapi tetep aja jadi lemes ..***

Lagi terbengong-bengong diledekin nggak perawan gitu, tiba-tiba seseorang berlari menerobos pintu masuk dan langsung menggelosor dilantai dengan nafas tersengal-sengal dan lidah terjulur. Wah, itu kan si Linda !  pasti dia habis dihadang juga sama cowok eksebisionis itu !

” Mampus gua. Dasar cowok sableng ! siapa sih dia ? gokil banget ! “

*** bhuahahahaaa …!!! ***

” Elu lihat cowok itu ya, Lin ?? “

” Ya iyalah ! kok lu pada tau sih ? Sialan lu pada nggak ngasih tau gua, kalo disana ada orang gila “

*** bhuahahahaaa …!!! ***

” Udah nggak perawan lu, Lin ! “

” Hah ??!  apaan ? enak aja … “

” Pokoknya elu sama si Anni udah nggak perawan lagi …! “

Begitulah kejadiannya. Sepanjang pagi dan siang itu, habislah saya dan Linda diledekin nggak perawan lagi sama teman-teman yang gokil-gokil itu. He he …

Sang Cowok Eksebisionis itu …

Saya tidak tahu siapa pemuda malang yang memiliki kelainan seksual itu. Kata orang dia adalah anak orang kaya, yang dropout dari Institut Teknologi cap gajah yang kampusnya berdekatan dengan kampus kami. Kalau penyakitnya sedang kambuh, dia sering memacu Jimny merahnya dan mencari mangsa gadis-gadis mahasiswi yang tidak beruntung yang berpapasan jalan dengannya. Dengan memperlihatkan alat vitalnya di depan gadis-gadis itu, dan melihat reaksi panik ketakutan mereka, si pemuda mendapatkan kepuasan seksual. Memang hanya sebatas itu perbuatannya, tak pernah mengganggu secara fisik, namun bagi kami  gadis yang baik-baik, itu adalah sebuah kekurang ajaran dan pelecehan di luar batas yang sulit dimaafkan.

Semenjak kejadian itu, kami tak berani lagi melewati jalan Imam Bonjol kecuali siang hari dan ada teman-teman cowok bersama kami. Hingga kini, jika kebetulan ke Bandung dan melewati jalan itu, saya masih suka senyum-senyum sendiri, teringat kejadian konyol puluhan tahun lalu saat saya masih berstatus gadis remaja. Suamiku sudah tahu, mengapa aku selalu tersenyum-senyum seperti itu. Sudah aku ceritakan soalnya, he he … 

Semoga kejadian seperti ini tak terulang lagi pada siapapun juga. Semoga anak-anak gadis kita dapat bersikap lebih waspada dalam lingkungan yang baru, tidak bersikap sok tahu, dapat berpikir dan bereaksi cepat dalam segala situasi agar terhindar dari bahaya. Jangan sampai ada yang mengalami kejadian seperti yang saya alami.  Berkesan sih berkesan, tapi lumayan serem ! beneran deh.


Salam sayang,

Anni


ps : eh ada yang lupa, nama teman-temanku itu semua nama samaran lho ..  :)