Menulis itu media katarsisku ...

Blog Pribadi Puji Nurani :

Sketsa sederhana tentang hidup yang sederhana ...

Menulis itu Media Katarsisku ....

Aku sangat suka .. sangat suka menulis .....
Aku tak memerlukan waktu khusus untuk menulis ..
Tak perlu menyepi untuk mendapatkan ilham ........
Atau menunggu dengan harap cemas pujian dari orang lain
agar tak jera menulis ......

Ketika aku ingin menulis, aku akan menulis tanpa henti...
tanpa merasa lelah ...
tanpa merasa lapar ...
Namun jika aku tidak menulis,
maka itu artinya aku memang sedang tidak mau menulis...

Kala kumenulis,
Aku alirkan pikiranku melalui ketukan keyboard
ke dalam layar dunia virtual aku berkontemplasi ....
Aku tumpahkan perasaanku ke dalamnya ....
yang sebagiannya adalah jiwaku sendiri ....

Lalu ... aku menemukan duniaku yang indah ...
duniaku yang lugu dan apa adanya ......
duniaku yang sederhana .........
yang aku tak perlu malu berada di dalamnya .....
Karena aku adalah kesederhanaan itu sendiri .....

Aku suka dengan cara Allah menciptakanku ...
alhamdulillah .......

Monday, October 28, 2013

Setidak Perkasa Itukah Laki-laki Indonesia?

1382500243938533080

Saya sudah sampai dalam tahap gerah, dan lelah jiwa  melihat spanduk-spanduk  iklan obat kuat yang dipasang berjejeran dengan bebas merdeka di pinggir – pinggir jalan. Kemanapun kaki melangkah, selalu saja pandangan mata ini terbentur pada spanduk iklan yang didesain dengan warna norak, mencolok,  dihiasi kata-kata promosi yang bombastis namun sangat diragukan kebenarannya. Spanduk iklan yang saya maksud adalah iklan obat kuat dan penambah keperkasaan laki-laki.

Kalau kebetulan saya mudik ke Bandung, tak terhitung banyaknya iklan-iklan  yang menghiasi atau lebih tepatnya membuat rusak pemandangan yang seharusnya indah di sepanjang ruas jalan Sukabumi – Cianjur – Bandung. Spanduk-spanduk iklan itu, nyaris setali tiga uang dengan spanduk-spanduk dan baliho yang memampangkan foto kampanye para caleg dan calon kepala daerah. Saling bersaing dalam  berebut tempat strategis, bersaing dalam ukuran, dan bersaing merebut perhatian para pengguna jalan, dengan hasil yang sama : bikin mulas dan mual perut siapa saja yang memandangnya.

Simaklah salah satu bunyi iklan obat kuat yang spanduknya dipasang segede gaban pas di depan pasar :  “  Menumbuhkan bulu dengan cepat, menambah keperkasaan dan kepercayaan diri kaum pria, membuat istri bahagia, dan giat bekerja “. Nah, ajaib bukan ? apa coba hubungannya antar lebatnya bulu, dengan keperkasaan laki-laki, dengan kebahagiaan istri, dan rajin bekerja ? siapa bilang laki-laki yang lebih berbulu berarti lebih perkasa ? lalu apa hubungan antara bulu dengan kebahagiaan istri dan rajin bekerja ? siapa yang dimaksud rajin bekerja dalam spanduk ini ? suami, atau istri ? nggak jelas kan ?. 

Mitos Menyesatkan tentang Kekuatan Seksual Laki-laki

Membaca iklan-iklan yang terpampang di depan mata itu, kesan pertama yang timbul adalah, memangnya laki-laki  di Indonesia ini nggak ada kerjaan yang lebih penting dan nggak bisa focus kepada hal lain  selain urusan ranjang ya ?. Bagi laki-laki urusan ranjang memang penting, tapi bukan yang sangat utama. Urusan keperkasaan, urusan seksual, itu sudah banyak sekali dibahas, dan hampir seratus persen gangguan seksual laki- laki lebih banyak disebabkan faktor psikologis. Artinya, penyembuhan yang dibutuhkan bagi para pria penderita gangguan seksual adalah terapi kejiwaan, bukannya diobati dengan segala kuku Beruang, tangkur Buaya, telur Penyu, hati orang utan, empedu kobra, dll yang  hanya mempercepat kepunahan  spesies hewan langka dari  habitatnya, sementara belum tentu juga  membuat laki-laki jadi tambah perkasa. 

Masih menyimak dan merenungkan (dengan terpaksa) bunyi  iklan-iklan itu, saya jadi berpikir, masyarakat kita tampaknya masih tpercaya begitu saja, bahwa  laki-laki  yang perkasa di ranjang adalah laki-laki dengan ciri badan tinggi tegap, berbulu di sekujur tubuhnya ( kok  saya jadi teringat Kingkong yaa … ), dan memiliki alat vital panjang besar dan kekar seperti kemaluan kuda Sumbawa.  Kata orang ciri seperti itu hebat. Tapi kalau kata aku sih biasa aja. Semua kelebihan itu konon dimiliki para pria  yang berasal dari  wilayah- wilayah   Asia Barat, Asia Selatan, dan Timur Tengah. Apakah benar seperti itu, saya belum pernah melihat langsung dan belum pernah juga membaca  penelitian ilmiah yang membuktikan keabsahan hal tersebut. 

Tapi pakai akal sehat saja, kalau memang laki-laki perkasa itu harus berciri seperti yang disebutkan tadi, lantas bagaimana kita harus menjawab pertanyaan, bahwa laki-laki seperti pelawak Daus Mini yang berukuran tubuh (maaf) jauh dibawah ukuran tubuh laki-laki lainnyapun, dapat memiliki seorang bayi yang sehat ? bukankah itu berarti Daus pun dapat melakukan hak dan kewajibannya sebagai seorang laki-laki dan seorang suami ?. Nah, kalau Daus yang berukuran mini saja dapat berfungsi sebagai laki-laki normal dan menghasilkan keturunan, bagaimana pula dengan laki-laki lainnya yang dikaruniai tubuh yang normal dan sehat ? tentu akan sama perkasanya. Kan begitu logikanya.

Kasihan masyarakat kita yang dari waktu ke waktu selalu dijejali mitos-mitos yang tidak bertanggung jawab tentang kekuatan seksual , sementara pendidikan masyarakat kita masih banyak yang kurang. Akibatnya mereka tidak dapat mengcounter semua informasi yang mereka dapatkan, alias hanya dapat menelan mentah-mentah saja apa kata orang. Disuruh begini-begitu asal ada uang ya menurut saja, tanpa mengetahui dengan pasti apakah pengobatan yang dijalaninya itu aman ataukah tidak bagikesehatannya.

Pikirkan akibatnya jika iklan-iklan itu dibaca oleh anak-anak

Anak-anak jaman sekarang jelas jauh lebih cerdas dan kritis dari  generasi Ayah-Bundanya. Jika  dahulu misalnya  kita tak berani terlalu banyak bertanya tentang segala sesuatu apalagi hal-hal yang sifatnya sensitif semisal urusan hubungan seksual, maka jangan berharap anak-anak  jaman sekarang akan bersedia menutup mulut menghadapi rasa kepenasarannya.  Keponakan saya yang baru duduk di kelas 4  SD dengan suara kerasa dan nyaring membaca kalimat-kalimat promosi yang terpampang di pinggir jalan, saat mobil yang kami kendarai terjebak macet. MENGOBATI   LEMAH   SYAHWAT !!  MENAMBAH  KEPERKASAAN   PRIA !! , MENAMBAH    KEBAHAGIAAN    PASANGAN    SUAMI – ISTRI  !!  MENUMBUHKAN  BULU,  KUMIS,   DAN   RAMBUT   DENGAN   CEPAT !! dst … “
Sampai panas wajah dan kuping kami mendengarnya. Setelah itu, habislah ibunya diberondong pertanyaan tentang hal-hal yang memang sulit dijelaskan kepada anak seumuran itu. Memberikan sex education memang mudah. Tapi menjelaskan tentang lemah syahwat ?  menambah keperkasaan, bagaimana caranya ?

Namanya juga anak-anak. Cara berpikir mereka masih  polos dan lugas. Kalau ingin kuat minum saja obat yang ada di spanduk itu. Artinya kalau pingin menang berantem melawan geng yang sering membully nya, dia harus minum obat itu. Paling itu yang ada di pikiran anak-anak. Beruntung keponakan saya selalu didampingi ibunya yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga full, sehingga siap ditanyai dan menjawab pertanyaan apapun selama 24 jam. Namun bagaimana nasib anak-anak lainnya, yang Ayah –Ibu nya sibuk entah dimana ? akan bertanya pada siapa ? suster  dan PRT belum tentu mau dan bisa menjawab pertanyaan – pertanyaan musykil seperti itu. Kepada ibu guru ? belum tentu ibu guru jaman sekarang akan setelaten ibu di rumah, mengingat jumlah muridnya yang segambreng. Jangan salahkan jika akhirnya bocah-bocah cilik ini berlari kepada temannya, yang tidak menutup kemungkinan temannya itu akan menuntun kepada situs porno. Kalau sudah begini, habis sudah anak-anak kita. Jadi wajar  kalau makin hari makin marak  saja berita tentang kasus pemerkosaan yang dilakukan anak-anak dibawah umur.  Saya tidak mengatakan bahwa kasus pemerkosaan disebabkan iklan-iklan obat kuat itu, saya hanya mengatakan bahwa,  jika kita tidak berhati-hati eksesnya bisa saja sampai sejauh itu, bukan ?

Pemerintah harus mendukung dengan jalan membina dan memfasilitasi, lalu menertibkan

Kalau saya perhatikan, iklan-iklan tersebut menawarkan cara pengobatan berikut obat-obatan alternatif. Itu artinya semua produk itu ditujukan untuk menyembuhkan atau mencegah berbagai penyakit atau gangguan, dengan cara pengobatan yang belum digunakan oleh kalangan medis atau oleh dunia kedokteran. Boleh dibilang sebagian besar cara pengobatan alternatif  itu berasal dari  berbagai daerah di seluruh pelosok di tanah air, juga dari  luar negeri seperti Cina, India,  Korea, Yaman, Arab, Mesir, dll. Cara pengobatan tersebut dipandang sebagai sesuatu yang baru, menawarkan pengobatan tanpa rasa sakit, tanpa operasi, dan lebih alami, tanpa melibatkan bahan-bahan kimia seperti yang lazim digunakan oleh dunia kedokteran moderen. Beberapa cara pengobatan alternatif  karena terbukti manjur untuk mengobati penyakit atau mengatasi gangguan, kemudian digunakan pula oleh kalangan medis, semisal pengobatan akupuntur. 

Harus diakui  bahwa beberapa pengobatan alternatif memang terbukti aman dan dapat menyembuhkan beberapa penyakit. Obat-obatan tradisional  asli Indonesia sejak dulu memang sudah diakui kemanjurannya. Saya sendiripun sudah merasakan betapa nyamannya tubuh saya setelah menjalani pijat refleksi dengan alat  yang terbuat dari kayu dan  dibentuk seperti bidak catur,  juga rutin mengkonsumsi suplemen herbal asli Jawa  untuk kebugaran tubuh. Saya juga melihat beberapa teman yang sembuh dari  sakit punggung dan sakit kepala  hebat setelah beberapa kali menjalani pengobatan dengan cara bekam dan meminum ramu- ramuan herbal. Ibu saya punya hobi terapi dengan cara kedua kakinya digigiti ikan kecil-kecil, dan mengaku merasa nyaman sesudahnya. 

Kalau memang ada cara-cara pengobatan alternatif yang aman dan efektif untuk mengobati berbagai penyakit, dan itu berasal dari khasanah budaya Nusantara, maka sudah sewajarnya  jika pemerintah mendukung para pelaku bisnis pengobatan alternatif tradisional tersebut secara komprehensif, seperti yang telah lebih dahulu dilakukan terhadap pengusaha jamu Jago, Air Mancur, Sidomuncul, dll, sehingga produk jamu yang asli Indonesia tersebut berhasil merambah pasaran luar negeri.

Dukungan yang dimaksud dapat berupa bantuan penelitian klinis tentang keamanan bahan-bahan obat yang digunakan, agar  aman bagi manusia dan lingkungan.   Kemudian dukungan berupa pembinaan dan pelatihan manajemen, agar pengobatan aternatif dapat lebih tampil modern dan tidak terkesan murahan (meski ada beberapa pengobatan alternatif yang biaya pengobatannya berkali lipat dari pengobatan di Rumah Sakit ), atau bisa juga bantuan berupa  kemudahan pemberian pinjaman modal, atau fasilitas promosi, sehingga para pelaku bisnis ini dapat memperkenalkan produknya dengan efektif, tepat sasaran, serta menumbuhkan kepercayaan pada masyarakat, dan masih banyak lagi dukungan yang dapat dilakukan oleh pemerintah sebab tidak tertutup kemungkinan perputaran bisnis ini melibatkan omzet milyaran rupiah.

Akan sangat elok jika pemerintah mendahulukan pengusaha Indonesia yang memproduksi obat-obatan tradisonal asli Indonesia dan mempraktekkan pengobatan yang juga asli Indonesia. Jangan sampai karena faktor permodalan, pengusaha obat-obtana dan pengobatan tradisional Indonesia terdesak oleh pengusaha yang menjual produk asing. Sebab bukankah semua obat-obatan dan pengobatan tradisional tersebut adalah bagian dari budaya luhur bangsa kita yang harus dilestarikan dan diperkenalkan kepada masyarakat luas ? . Sangat disayangkan jika karena kelalaian pemerintah dan ketidak percayaan masyarakat, membuat kekayaan budaya bangsa itu diklaim  oleh negeri jiran.

Jika semua upaya telah dilakukan, maka barulah dilakukan upaya  penertiban terhadap pengobatan-pengobatan alternatif yang masih ilegal, termasuk menertibkan spanduk promosi yang sangat mengganggu keindahan pemandangan kota. Jangan lupa untuk selalu mendahulukan kepentingan rakyat banyak. Mendahulukan kenyamanan, keselamatan, dan keamanan rakyat  terutama anak-anak yang masih dibawah umur, adalah tugas pemerintah yang utama. Jika tugas utama itu tidak dipenuhi, maka boleh dibilang pemerintah kita sudah gagal dalam menjalankan kekuasaannya. Jangan dikira hanya masalah politik saja yang dapat membuat negeri ini dapat tetap berjalan.  Kepercayaan dan kesejahteraan rakyat, itu yang paling penting !

Salam sayang,

anni



Sudah Tua Pakai Bahasa Gaul? Apa kata Duniaa ..

13824104571889624300

Seandainya anda seorang guru, dan suatu hari menerima pesan singkat melalui ponsel dari orang tua siswa dengan kalimat sebagai berikut, apa yang akan anda pikirkan ? ini pesan singkatnya : ” Bu, maaf aq g bisa ambil rapor si ganteng maximal, krn gi di luar kota. Gimana dund ? “

Terus terang saya sampai mengernyit membaca SMS itu. Antara geli bercampur kesal. Kesan pertama yang saya tangkap adalah, ini orang kok gaul banget, seolah bukan sedang mengirimkan berita penting kepada ibu guru putranya saja. Bukan sekali ini saja saya menerima SMS dari orang tua siswa dengan bahasa abege seperti itu. Pesannya memang pendek , tapi saya jadi berpikir panjang.

1. Ingat Situasi

Seharusnya semua orang sudah mengerti, bahwa berita yang berkaitan dengan pendidikan adalah berita resmi, termasuk meminta izin kepada pihak sekolah jika anak kita tidak dapat masuk sekolah karena sakit atau izin untuk suatu keperluan. Termasuk jika kita bermaksud meminta informasi dari pihak sekolah tentang program pengayaan menghadapi UN, seleksi masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi, atau program sekolah menghadapi SBMPTN, umpamanya, semuanya harus disampaikan secara resmi dalam bahasa Indonesia. Kalaupun tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, setidaknya gunakanlah bahasa Indonesia sewajarnya, tidak dengan bahasa gaul semacam itu.
 
Mengirim berita secara tertulis dengan bahasa gaul untuk keperluan serius seperti pendidikan, hanya akan menimbulkan kerancuan. Yang pertama, tidak semua orang dapat menangkap dengan jelas maksud kalimat-kalimat dalam bahasa gaul, karena tidak semua orang terbiasa menggunakan ragam bahasa ini. Yang kedua, mengirim berita dengan bahasa gaul untuk keperluan pendidikan seorang anak hanya akan menimbulkan kesan, bahwa orang tua tidak serius dengan pendidikan anaknya, dan lebih jauh lagi akan menimbulkan syak wasangka , orang tua tersebut tidak menaruh cukup rasa hormat kepada institusi pendidikan tempat anaknya bersekolah.

Sayang sekali bukan, informasi yang seharusnya dapat segera dimengerti maksudnya, jadi berbuntut panjang sampai ke interpretasi yang bermacam-macam gara-gara salah menempatkan ragam bahasa. Oleh karena itu, jangan lupa untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia -resmi, setiap kali berkorespondensi tentang hal-hal yang formal, termasuk mengenai pekerjaan, pendidikan, keorganisasian, dll.

2. Ingat umur

Siapapun tentu boleh menggunakan bahasa gaul dalam percakapan sehari-hari, termasuk untuk keperluan menulis pesan singkat bahkan menulis email sekalipun. Tak ada yang akan melarangnya. Namun, selain harus melihat situasi apakah sifatnya resmi atau tidak resmi, kitapun harus melihat dengan siapa kita berkomunikasi.

Sesuai dengan namanya, bahasa gaul hanya lazim digunakan untuk pergaulan sosial, yang situasinya santai dan jauh dari formalitas. Biasanya pula, bahasa gaul ini hanya digunakan dikalangan yang betul-betul dekat dengan kita, semisal dengan keluarga, teman, sahabat, atau dengan siapapun yang kita anggap sebaya dan tak ada lagi rasa canggung. Meski kadang hal itupun tidak berlaku mutlak.
 
Sebagai ilustrasi, saya pernah menerima pesan singkat dari seorang teman yang hanya saya kenal melalui milis alumni SMA. Usia teman saya itu sudah memasuki kepala 6. Saat memberitahu saya melalui SMS tentang undangan reuni , saya sampai harus berkali-kali membaca ulang isi SMS nya itu, juga dengan hati heran bukan main, mengingat pengirimnya sudah menjadi seorang nenek.

Bahasanya itu lho, alamak, sampai kalah anak SMP. Belum lagi diapun menggunakan huruf alay yang besar kecil tak beraturan yang bercampur aduk huruf dengan angka itu, sampai pusing saya membacanya. Mungkin dia menulis SMS dengan gaya heboh karena dia sudah menganggap saya sahabat karibnya atau adiknya sendiri, makanya dia sangat bebas berekspresi.

Untung saya punya anak remaja dan terbiasa melihat mereka berinteraksi dengan teman-temannya. Sedikit banyak saya paham trend anak muda yang berkembang sekarang, jadi saya mengerti maksud undangan reuni yang sangat ajaib itu.

Tak sebatas berkomunikasi saja seseorang (menurut saya) harus ingat umur. Dalam mengekspos dirinya di media sosialpun, akan lebih elok kalau seseorang berperilaku sesuai dengan usianya. Menulis status dalam Facebook, atau BBM, atau menulis kicauan dalam Twitter misalnya, akan sangat janggal jika orang yang sudah berumur, dengan anak-anak yang sudah dewasa, menulis status dengan bahasa gaul seolah dia masih berumur belasan. Kalau status itu terbaca oleh anaknya, anaknya bisa malu lho !

Saya kenal dengan seseorang yang mengeluh pada saya, semua akses sosmednya ditutup oleh anaknya. FB nya diunfriend, Twitternya diunfollow, kontak BBM nya didelcont, dsb. ” Takut banget distalking sama Mamanya “, kata teman saya sambil cemberut menanggapi tindakan anaknya.

Mendengar keluhannya, saya hanya tersenyum. Jujur dalam hati saya juga sebetulnya sangat ingin mendelete dia dari manapun, soalnya saya nggak tahan membaca status-status dia yang super -duper norak. Sudahlah statusnya selalu alay, galau melulu, dan narsisnya itu lho, tobat deh. Siapa yang nggak malu hati coba, membaca status orang setengah baya seperti itu. Membaca status dia di FB atau di BBM, kesannya seolah dia itu paling cantik sendiri, paling populer, paling jatuh cinta, paling gaul . Pantas saja anaknya jadi bete.

Bukan bermaksud usil. Mengemukakan isi hati dan pikiran melalui bahasa dengan cara apapun, tentu merupakan hak asasi semua orang. Hanya saja selalu ada rambu di dunia ini. Rambu yang harus diperhatikan jika kita ingin diterima oleh orang lain dengan baik, dengan tulus dan dengan sewajarnya. Semua ini sangat penting, karena hanya dengan penerimaan yang tuluslah, akan tercipta rasa saling menghormati dan menghargai diantara kita dan orang-orang di sekeliling kita. Rambu yang dimaksud adalah kesopanan,kepantasan,kelaziman,dll.

Gunakanlah bahasa gaul hanya untuk bergaul. Soal masih pantas tidaknya seseorang menggunakan bahasa gaul, semua orang tentu punya pendapat yang berbeda-beda.


Salam sayang,

Anni


Sudah Banyak Hutang, Galak Pula !

13824138741251394136

Kalau dipikir-pikir, zaman sekarang apa sih yang tidak dihutangkan ? atau dengan kalimat lain, siapa sih orangnya yang sama sekali tidak pernah bersentuhan dengan hutang ?. Sekarang ini segala sesuatu dapat diperoleh dengan jalan berhutang. Dari mulai membeli rumah, tanah, mobil, motor, perabot rumah tangga, baju, perhiasan, tas-sepatu, dll, semua bisa diperoleh dengan cara berhutang, alias membeli dengan cara mencicil. Bahkan uang kuliah pun, sekarang bisa dicicil lho !

Membeli barang dengan mengangsur atau meminjam sejumlah uang untuk keperluan tertentu atau berhutang, sebetulnya merupakan hal yang biasa dan bukan masalah, selama transaksi hutang-piutang tersebut berjalan lancar. Persoalan akan muncul jika pihak debitur ( pihak yang berhutang ) punya penyakit sangat hobi berhutang, namun sangat sulit memenuhi kewajibannya, yakni membayar hutang.

Kok Galakkan dia ?

Lumayan sering saya mendengar keluh kesah kerabat dan teman-teman yang bisnisnya tersendat gara-gara terlalu banyak piutang yang sulit ditagihkan. Salah seorang kerabat saya masih dalam taraf merangkak dalam membangun rumah tangganya yang relatif baru. Dia mencoba berbisnis kosmetik untuk membantu keuangan rumah-tangganya.Bisnisnya berjalan dengan lancar dan omsetnya terus meningkat dari waktu ke waktu. Namun baru memasuki bulan keenam, bisnisnya mulai tersendat, sebab terlalu banyak klien nya yang sangat sulit membayar hutang. Padahal saat membeli produk kosmetik yang ditawarkan, kliennya yang seratus persen ibu-ibu itu, memborong bermacam-macam barang dengan penuh kepercayaan diri, seolah mereka itu berdompet tebal saja.

Itu baru satu contoh. Saya masih dapat menyebutkan banyak contoh lain orang-orang yang mengalami nasib serupa dengan kerabat saya itu, mengalami ketidak lancaran bisnis sebab piutang yang sulit sulit ditagih. Lucunya, atau ironisnya, kegagalan menagih hutang tersebut disebabkan para pebisnis kecil-kecilan itu tidak tahan saat setiap kali menagih hutang, selalu mendapat jawaban bahkan perlakuan yang tidak mengenakkan dari pardebitur. Mereka juga tidak tahan jika harus bolak-balik menagih hutang, lalu harus pulang dengan tangan hampa dan membawa hati yang dongkol bukan main.
 
Orang-orang yang berhutang itu, setiap kali ditagih, selalu menjawab, ” belum ada uang, insyaallah akan saya bayar bulan depan “. Namun kenyataannya, saat bulan depan ditagih, jawabannya selalu sama, ” akan dibayar bulan depan “. Bulan berikutnya masih juga berjanji membayar bulan depan, begitu dan begitu terus. Mungkin maksud sesungguhnya dari kata ” akan membayar bulan depan” adalah, akan membayar hutang saat hari kiamat tiba nanti.

Siapapun akan jera jika harus menagih hutang dan mendapat jawaban seperti itu. Tidak mungkinlah kalau harus menagih hutang sambil nyolot apalagi main otot , karena teman-teman saya itu bukan preman debt collector. Belum lagi proses menagih hutang kan perlu biaya. Biaya transport untuk naik angkot, naik ojek, atau ongkos membeli bensin, dll. Semuanya perlu biaya, sementara piutang tak dibayar. Bagaimana tidak jera kalau begini caranya.

Menurut penuturan teman-teman saya, jawaban ” Nanti dibayar ” dari para debitur saat ditagih hutang adalah jawaban yang masih sangat sopan. Yang gawat dan bikin nangis adalah jika saat ditagih hutangnya, para debitur itu malah membentak atau memperlakukan dengan kasar teman-teman saya itu
Seorang teman sampai pulang sambil menangis saat mendapat jawaban, “Bawel banget nih orang, lu gak percaya sama gua ? kan gua udah bilang, nanti ! lu budek ya ?! “. Astaghfirullah, ya jelas saja teman saya yang sangat anggun, lemah lembut, dan keibuan itu cuma bisa tertegun dan menangis tanpa bisa melawan sedikitpun.

Teman saya yang lainnya lagi bercerita, saat dia menagih hutang pada seorang ibu yang memborong dagangannya, malah menerima jawaban seperti ini, ” Bosen banget lihat tampang nih orang ! gak ngerti apa gua lagi gak ada duit ?! nagih kagak ada telatnya! “. Teman saya sampai ternganga mendengar jawaban yang sangat sopan itu. Tapi teman saya yang ini agak berbeda. Dia melawan saat dibully oleh debiturnya dengan kata-kata seperti itu. Namun saat dia mendengar sang debitur menjawab kasar, ” Lama-lama gua tonjok juga nih ! “, teman saya memutuskan untuk pergi saja dari tempat itu daripada terus berdebat dengan debitur preman semacam ini.

Mendengar cerita teman-teman dan kerabatku, saya jadi mikir, kok dia yang berhutang dia juga yang nyolot ?. Tapi sekarang saya mengerti, pantas saja banyak kreditur sampai merasa harus menyewa debt collector yang tak sungkan mencabut nyawa debitur nakal, kalau begini caranya. Meskipun demikian saya tetap anti pada jalan kekerasan untuk tujuan apapun dan dengan alasan apapun.

Sungguh buruk karakter orang yang sulit membayar hutang .

Bantulah sesuai kemampuanmu dengan hati yang tulus -ikhlas, orang yang membutuhkan pertolongan. Pinjamilah barang atau uang kepada orang yang datang meminjam kepadamu. Sebaliknya, kembalikanlah segala sesuatu yang telah engkau pinjam sesegera mungkin, dan dalam kondisi sebagaimana semula, kemudian berterimakasihlah. Begitulah agama, etika, budaya, dan adat istiadat mengajarkan kita.

Menunda-nunda membayar hutang adalah karakter yang buruk. Dan menunda-nunda membayar hutang seraya berkata-kata kasar adalah karakter yang luar biasa buruk. Pada umumnya jika tidak karena sedang terpepet, manusia memiliki rasa sungkan, malu, gengsi, jika harus berhutang. Rasanya harga diri ini tak tahu harus disembunyikan dimana.

Sebetulnya tidak ada yang salah dengan berhutang. Toh ini adalah perbuatan yang halal. Kalaupun kemudian orang merasa malu, wajar saja karena setiap manusia tak ingin terlihat berkekurangan dihadapan orang lain. Agar tak kehilangan harga diri, maka tak ada jalan lain, bayarlah segera hutang itu, dan jika belum dapat membayar, minta maaflah sambil teruslah berusaha sekuat tenaga untuk melunasi semua hutang-hutang itu.

Menolak membayar hutang dengan kata-kata kasar adalah satu cara yang sangat efektif untuk menunjukkan rendahnya martabat seorang manusia. Tak ada norma apapun yang akan membenarkannya. Bahkan dalam skala besar, seorang pengemplang hutang diancam dengan hukuman yang sangat berat. Masih ingat kasus BLBI yang mengirim para pejabat pengemplang hutang ke hotel prodeo, kan ?

Akan sangat besar dosa seseorang, jika karena karakter buruknya itu sampai membuat orang lain mengalami kesusahan, semisal mengalami kebangkrutan usaha. Kalau memang belum bisa membayar hutang, setidaknya bayarlah kekecewaan hati sang kreditur dengan kata-kata yang sopan dan perilaku yang santun. Jangan sampai sudah buruk laku, buruk hati pula.


Salam sayang,

Anni



( I have loved you for ) a Thousand Years by : Christina Perri




A Thousand Years 

Heart beats fast
Colors and promises
How to be brave
How can I love when I'm afraid
To fall
But watching you stand alone
All of my doubt
Suddenly goes away somehow
One step closer

I have died every day
waiting for you
Darlin' don't be afraid
I have loved you for a
Thousand years
I'll love you for a
Thousand more

Time stands still
beauty in all she is
I will be brave
I will not let anything
Take away
What's standing in front of me
Every breath,
Every hour has come to this
One step closer

I have died every day
Waiting for you
Darlin' don't be afraid
I have loved you for a
Thousand years
I'll love you for a
Thousand more

 And all along I believed
I would find you
Time has brought
Your heart to me
I have loved you for a
Thousand years
I'll love you for a
Thousand more
One step closer
One step closer


I have died every day
Waiting for you
Darlin' don't be afraid,
I have loved you for a
Thousand years
I'll love you for a
Thousand more
And all along I believed
I would find you
Time has brought
Your heart to me

I have loved you for a
Thousand years
I'll love you for a
Thousand more

Tuesday, October 22, 2013

Kenangan Wukuf: Jamaah Haji Indonesia Sungguh Kreatif!

 
Salah satu tradisi menyambut hari raya Iedul Fitri dan Iedul Adha di Tanah Air adalah dikumandangkannya takbiran dengan lantunan nada dan irama yang khas.  

Bagi saya yang tinggal di desa di kaki perbukitan, gema takbir ini terdengar begitu indah dan merdu. Suaranya mengalun menyusuri bukit dan lembah, melintasi gunung dan sungai, lalu menyelusupi relung-relung hati yang paling dalam, membuat terhanyut siapa saja yang mendengarnya. Tak jarang ibu-ibu dan para gadis yang masih sibuk di dapur mempersiapkan hidangan istimewa untuk esok hari, sampai menitikkan air mata dibuatnya. Bekerja sambil berlinangan air mata, ah betapa nikmat dan tak tergantikan.


Suasana wukuf yang senyap dan mengharu biru


Gema takbiran selama hari raya dengan cara dipimpin oleh seseorang yang kemudian diikuti oleh jamaah yang lain, rupanya bukan tradisi di tanah suci Mekah (cmiiw). Saya lebih sering melihat orang-orang di sana bertakbir sendiri-sendiri seperti orang berdzikir, bukan beramai-ramai seperti di Tanah Air.


Suasana menjelang wukuf di padang pasir Arafah, sangat sunyi sepi. Hanya sesekali terdengar orang mengaji kitab suci Al Quran, diselingi doa lirih yang seakan tak pernah usai dipanjatkan. Sudah sejak semalam kami menginap di Padang Arafah yang luas, panas, gersang, dan tandus ini. Namun beruntung tenda kami berada tepat di bawah sebatang pohon rindang yang banyak kulihat ditanam tersebar di sana-sini oleh pemerintah Saudi. Para Jamaah haji dan penduduk setempat menamai pohon itu pohon “Soeharto”. Entah mengapa dinamai seperti itu. Mungkin karena pada masa lalu Presiden RI Soeharto menyumbang bibit pohon itu kepada pemerintah Kerajaan Saudi sebagai lambang persahabatan, dan untuk mengurangi paparan panas matahari yang sangat terik.


Ketika matahari tepat berada di puncak kepala, ritual wukuf pun dimulai. Keadaan tenda kami yang luas semakin hening. Semua orang diam terpekur, tenggelam dalam munajat dan doa yang khusyu kepada Allah Sang Maha Pencipta. Bersujud meratakan dahi kami dengan tanah , merendahkan diri kami serendah-rendahnya di hadapan Nya, memohon ampunan atas segala dosa yang telah diperbuat. Dengan linangan air mata yang seolah tak jua berhenti, kami berusaha membasuh hati kami yang hitam dan legam oleh dosa, berdebu oleh kesombongan dan takabur, menjelaga oleh kekasaran dan iri dengki. Kami menegasikan keberadaan diri kami, kami adalah nol. Nol besar di hadapan Allah Semesta Alam. Tangan kami terangkat, jiwa kami tertunduk, semoga Allah mengampuni kami, sanak keluarga, sahabat, guru, para pemimpin, dan seluruh saudara-saudara kami, amin yra.


Tenda kami yang ceria pun menjadi tontonan


Tanpa terasa, waktu wukuf pun berlalu. Matahari pun terbenam di kaki langit yang semburat oleh lembayung senja. Ada rasa lega mengaliri hati kami. Saat wukuf yang berat namun syahdu itu telah kami lewati  dengan baik dan lancar. Tibalah saatnya kami berangkat ke Muzdalifah untuk menginap semalam sambil mengumpulkan batu-batu kerikil pelempar jamarat di Mina nanti. Nah, saat menanti bus-bus yang akan mengangkut kami menuju Muzdalifah inilah, sebuah kejadian seru yang sangat berkesan telah berlangsung.

Lumayan lama kami mempersiapkan barang bawaan kami untuk diangkut menuju Muzdalifah. Begitu pula waktu yang diperlukan untuk menunggu datangnya bus. Rupanya saat itu jalan raya macet total, sehingga bus-bus penjemput kami terjebak di tengah kemacetan yang parah.

Menunggu memang membuat jenuh. Itulah yang juga dirasakan oleh teman-teman kami. Dan seperti kebiasaan orang Indonesia, kalau sedang iseng, muncullah kreatifitasnya.
Entah siapa yang memulai, tiba-tiba dari tenda kami terdengar suara orang menabuh sesuatu dengan irama beduk yang bertalu-talu. Ternyata teman-teman kami itu tertarik melihat tumpukan galon air yang kosong dan dibiarkan bergeletakan begitu saja di luar tenda. Tanpa dikomandoi lagi, serentak para jamaah laki-laki itu menjadikan galon-galon air itu alat musik perkusi yang menghasilkan irama mirip suara beduk yang ditabuh di masjid-masjid pada saat menjelang hari raya. Suaranya berirama begitu dinamis, seru, dan ramai sekali. Tanpa dikomandoi pula, jamaah lainnya langsung mengumandangkan takbiran seperti di Tanah Air. Ya, esok adalah hari raya Iedul Adha. Di kampung halaman nun jauh di sana, tentu orang sudah ramai mengumandangkan takbiran di masjid dan menabuh beduk. Sementara para ibu sibuk menyiapkan hidangan yang enak-enak untuk menyambut hari raya kurban yang jatuh esok hari.

Rupanya kehebohan di tenda kami terdengar oleh jamaah Makassar dan jamaah Madura yang tendanya bertetangga dengan kami. Tanpa menunggu lebih lama lagi, dari dalam tenda-tenda mereka pun terdengarlah suara “beduk” dari galon yang ditabuh orang, diiringi gema takbir yang merdu dan kompak.


Para jamaah dari negara lain yang kebetulan melewati tenda kami, sampai berhenti sejenak untuk mengintip ada keribuatan apa gerangan di tenda-tenda jamaah Indonesia yang seru ini. Setelah mengetahuinya, mereka tersenyum-senyum, dan berdiri untuk menonton dengan takjub, seolah kami adalah rombongan sirkus saja, he he … Namun ada juga yang malah turut bergabung, dan bersama-sama kami mengumandangkan takbir. Jika sudah begini, tak peduli kami ini berasal dari bangsa mana dan berbahasa apa, takbiran yang satu bahasa menjadikan kami bersaudara tanpa sekat-sekat duniawi lagi.


Asyik sekali suasana di tenda di Arafah yang berangin kencang dan dingin saat itu. Makin lama intensitas suara tabuhan “beduk” semakin menurun, dan suara takbiran pun semakin mengalun mendayu. Lagi-lagi sebagian dari kami menangis berurai air mata. Ingat dosa, ingat anak-anak di rumah, ingat segala-galanya. Semua orang tenggelam dengan pikirannya masing-masing di maghrib yang semakin beranjak menuju malam.

Lihatlah itu! Bus -bus pengangkut kami  sudah berdatangan satu per satu. Kegiatan menabuh “beduk” dan takbiran harus diakhiri. Kami pun segera berkemas dan bergegas meninggalkan tenda Arafah, menuju Muzdalifah untuk bermalam dan memungut kerikil pelempar setan pengganggu umat manusia. Selamat tinggal Arafah yang suci dan damai, semoga kami dapat mengunjungimu lagi di suatu hari nanti, aamiin!



Salam sayang,

Anni


Berkah Badan Besar : Kuat Berdesakan Saat Tawaf

13824480431690851342 

Di musim haji seperti ini, saya jadi teringat pengalaman saya saat menunaikan ibadah haji bersama suami dua tahun lalu. Banyak pengalaman menarik yang kami alami di tanah suci. Semuanya begitu berkesan dan masih segar dalam ingatan, seolah baru terjadi kemarin saja.

Salah satu pengalaman yang paling dahsyat adalah pengalaman saat menjalani ritual Tawaf, yakni ritual mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali sebagai salah satu rukun haji dan umrah. Betul-betul dahsyat pengalaman itu. Sampai sekarang saya masih terus takjub sendiri, mengingat betapa saya dapat menjalani ritual itu dengan baik dan lancar, padahal kadang saya berpikir bahwa saya adalah perempuan yang lemah dan sesekali suka manja.

Dahsyatnya ritual tawaf.

Ritual tawaf itu bukan ibadah yang yang biasa. Ini adalah ibadah yang melibatkan kekuatan fisik agar seseorang dapat menyelesaikan 7 putaran dengan sempurna. Halaman dalam Masjidil Haram saat saya menunaikan ibadah haji belum luas seperti sekarang ini, juga belum ada lantai atas berbentuk cincin yang melingkari Ka’bah. Semua jamaah haji yang akan melakukan tawaf harus melakukannya di lantai yang sama, yakni di halaman dalam Masjidil Haram yang megah dan indah.

Ketika melaksanakan tawaf , baik saat umrah maupun haji, saya selalu kebetulan harus bertawaf bersama ratusan ribu jamaah secara bersamaan, padahal saya sudah berusaha bertawaf di waktu sebelum subuh, di tengah hari saat matahari tepat di atas ubun-ubun, atau tengah malam, dengan harapan tak akan terlalu banyak jamaah yang melaksanakan tawaf di waktu-waktu tersebut. Namun ternyata Ka’bah memang tak pernah sepi dari manusia. Selalu saja berjubel dan berdesak-desakan.

Saat melaksanakan tawaf, kita harus berjalan dan kadang berlari kecil mengitari Ka’bah sebanyak 7 kali dalam putaran berlawanan arah jarum jam, dengan doa-doa tertentu yang sudah dihafalkan sebelumnya. Bagi jamaah yang masih muda dan sehat, berjalan dalam rute lingkaran yang dekat dengan Ka’bah tentu sebuah pilihan yang tepat. Karena jarak tempuh menjadi singkat. Namun sayangnya, rute ini sangat penuh sesak, berjejalan, berdesakan luar biasa, sampai kadang kaki kita berpijak di atas kaki jamaah lain alih-alih menapak di permukaan lantai, saking berjubelnya orang-orang yan seolah mengepung  kita.

Bagi jamaah yang sudah sepuh, rute yang dekat dengan Ka’bah tentu sangat berbahaya, karena badan yang renta tak akan mungkin dapat menahan desakan jamaah yang begitu dahsyat. Maka bagi para jamaah yang sudah tua, tak ada pilihan lain kecuali berjalan mengitari Ka’bah dari lingkaran yang terjauh , atau bahkan memilih bertawaf dari lantai dua dan tiga Masjidil Haram. Di rute tersebut, orang dapat berjalan dengan lebih relax dan tenang, namun jarak dan waktu tempuhnya menjadi sangat jauh dan lama. Didorong rasa penasaran, saya pernah mencoba bertawaf di lantai dua, dan ternyata waktu tempuh untuk satu putaran kurang lebih 30 menit. Itu artinya kita harus berjalan selama 3,5 jam untuk menyelesaikan ritual tawaf. Saya yang masih bugar dan sehat saja merasa letih, bagaimana dengan para Oma-Opa itu. . Kadang kasihan juga melihat bapak-bapak dan ibu-ibu jamaah yang sudah sepuh terlihat kepayahan saat bertawaf.

Tak semua jamaah dapat bersikap tertib.

Nah, saat bertawaf bersama ratusan ribu jamaah inilah berbagai perjuangan berat harus kita hadapi. Yang paling sering adalah didorong dengan keras dari arah belakang dan samping oleh rombongan jamaah yang tak sabar ingin memotong rute agar dapat mendekati bangunan Ka’bah. Bukan dorong sembarang dorong lho. Dorongannya sangat bertenaga dan massif, karena tak semua jamaah mau begitu saja merelakan rutenya diserobot oleh jamaah yang tak sabaran ini. Lalu doronganpun dibalas dorongan yang tak kalah kuatnya. Nah kami yang berjalan dengan tertiblah yang jadi korbannya. Terjepit, tergencet, terseret, dan terombang-ambing kesana-kemari. Lepas sedikit saja pegangan tangan kita dari pasangan atau dari teman satu rombongan, besar kemungkinan kita akan tenggelam dalam arus dan tersesat di Masjidil Harram yang begitu luas dan kolosal. 

Acara dorong-dorongan ini akan terus berlangsung jika saja para Asykar (petugas keamanan ) Masjidil Haram tidak bertindak menertibkan jamaah. Kalau sudah begini kami memilih menghindar saja, daripada harus jatuh pingsan karena sesak napas akibat terjepit jubelan manusia. Beberapa kali saya melihat ada jamaah haji sampai jatuh pingsan karena kekurangan oksigen akibat terjepit. Alhamdulillah Allah memudahkan kami disana. Tak sekalipun saya pernah terjepit, terinjak, atau apa. Semuanya lancar-lancar saja. Ajaibnya, tak pernah sedikitpun bagian dada saya pernah tersentuh atau teraba oleh tangan jamaah lain, padahal dalam suasana seperti itu, kemungkinan payudara tak sengaja tersenggol bahkan teremas sangat mungkin terjadi. Syukurlah, saya jadi selamat dari rasa dongkol.

Diuntungkan dengan ukuran tubuh yang besar.

Saya adalah perempuan dengan tubuh big ( and beauty ,hhee..) . Teman-teman suka meledek saya bohay. Suami bilang saya bahenol. Dan kata ibuku, tubuhku molig. Ah terserahlah orang mau bilang apa, yang jelas, teman-teman sekarang sudah pada tahu kan, kalau bu anni itu orangnya semlohay ?. Kalau masih sulit membayangkan sosok saya, silahkan bayangkan saja sosok Nunung Srimulat, atau Okky Lukman , atau Tike Priyatnakusumah juga boleh, atau siapa yaa .. Ah sudahlah lupakan saja. Lanjut !

Kalau biasanya saya suka merasa minder dengan potongan tubuh saya, tidak demikian halnya dengan perasaan saya saat di tanah suci. Saya justru merasa sangat bersyukur. Ukuran tubuh saya yang besar ini memudahkan saya untuk tetap bertahan berdiri dan tetap stabil melangkah dalam posisi saya tanpa terseret arus manusia yang sangat kuat saat tawaf. Saya perhatikan, rombongan jamaah yang sering sradak-sruduk seperti itu hanyalah jamaah dari negara itu-itu saja, yakni negara dengan ciri penduduknya berukuran badan tinggi, besar, dan kuat. Jamaah dari indonesia tak pernah memotong-motong barisan. Jamaah kita terkenal tertib, berpakaian indah dan rapi, serta sangat santun. Jamaah dari benua Eropa sangat sabar dan disiplin, sementara jamaah Cina selalu bergerombol dalam kelompok yang teratur dan tampak canggung namun ramah.

Mengingat  jamah yang tidak tertib dan suka memotong antrian tersebut kebetulan adalah jamaah dengan postur tubuh yang super besar,  rata-rata bertinggi badan 2 meteran dan  berat badan sekuintalan, baik laki-laki maupun perempua, maka menghadapi satu orang saja, orang Indonesia yang bertubuh mungil - mungil, jadi sangat minder, apalagi menghadapi serombongan. Kebayang kan kedernya ! . Untung badan saya besar. Jadi saya punya tenaga ekstra untuk menahan desakan mereka. Situ bohay, sini semlohay. Ayok aja adu kuat ! He hee .. Alhamdulillah tak sekalipun saya pernah jatuh atau terpeleset. Padahal saya didesak dan didorong sedemikian rupa oleh serombongan jamaah haji yang tubuhnya menjulang jauh di atas kepala saya.

Melihat daya tahan tubuh saya saat berdesakan hebat seperti itu, teman-teman jamaah haji serombongan saya, terutama yang sudah berusia agak lanjut, menjadikan saya “andalan”  saat tawaf. Setiap  kali tawaf, selalu ada tiga atau empat ibu-ibu sepuh yang memegangi tangan kanan dan tangan kiri saya erat-erat. Begitu pula suamiku. Kiri dan kanan tangannya diganduli oleh paling sedikit 4 orang jamaah sepuh. Kami merasa bahagia dapat menuntun mereka bertawaf, bahkan sampai menyentuh maqam Ibrahim, menyentuh Hijr Ismail, dan menyentuh dinding Ka’bah. Luar biasa beratnya perjuangan kami. Setelah usai tawaf, kami berpelukan bertangis-tangisan saking bahagia dan terharunya, lalu melaksanakan shalat sunat dua rakaat. Tak lupa kami meminum air zamzam yang berasa khas, sejuk dan segar. Sepuasnya, sampai hilang haus dan letih kami.

Tawaf itu berat dan melelahkan, tapi membuat rindu.

Tak sekalipun saya dan suami merasa jera karena payah dan kecapaian sebab bertawaf, begitu pula teman-teman satu rombongan kami. Padahal mereka semua berusia jauh lebih tua dari kami. Semuanya merasa senang dan selalu ingin mengulangi tawaf, lagi dan lagi. Sampai hari inipun kami masih merindukan Ka’bah untuk kami tawafi. Kerinduan yang begitu dalam, yang hanya dapat terobati hanya jika kami bertemu lagi dengan Ka’bah.

Masih terngiang kata-kata suamiku di depan Ka’bah saat kami melakukan tawaf wada (tawaf perpisahan), yaitu tawaf terakhir sebelum kami bertolak pulang ke tanah air. Suamiku berbisik lirih, ” Wahai Ka’bah, kami bukan akan meninggalkanmu. Kami hanya akan pulang sebentar saja, untuk menjemput putri-putri kami, dan sanak keluarga kami. Kami akan mengajak orang-orang yang kami sayangi untuk mengunjungimu, untuk beribadah, bermunajat kepada Allah Azza Wa jalla, yang menciptakan kita semua “.

Kulihat air mata menitik dan mengaliri wajah suami yang sangat aku cintai. Sementara air mataku sudah membanjir sedari tadi tanpa dapat kutahan lagi. Sedih dan berat hati ini saat harus meninggalkan Baitullah. Semoga Allah berkenan memberangkatkan kami lagi dan teman-teman tercinta ke tanah suci, untuk berhaji atau beribadah umrah. aamiin yra …

Salam sayang,

Anni

Trend Komedi Indonesia : Lempar - Jejalkan Tepung !

Saya paling susah kalau diminta menyebutkan nama-nama acara hiburan di televisi. Sulit menghafalkannya. Selain nama-nama acara yang terdengar mirip, saya juga memang jarang menonton TV secara khusus. Paling kalau sedang iseng saja.  Nah, salah satu acara favorit saya adalah acara musik, atau acara komedi yang ringan -ringan, semisal OVJ.

Saya perhatikan, acara serupa OVJ jadi menjamur sekarang ini. Di beberapa stasiun TV saya lihat ada acara komedi seperti itu, dengan format yang hampir sama, hanya tajuk acaranya saja yang berbeda-beda. Semua acara itu bertabur bintang komedi yang top di tanah air, campur aduk dari berbagai generasi, dan menghadirkan bintang tamu yang tampan, serta cantik dan seksi.

Dari bercanda menjadi kasar

Awalnya saya senang dengan tayangan-tayangan itu, karena tujuan saya menonton acara itu murni hanya untuk refreshing melepaskan kepenatan sepulang kerja, atau setelah ribet dengan kesibukan di rumah tangga yang seolah tiada akhir. Yang penting saya bisa santai, bisa ketawa -ketiwi nonton hiburan murah meriah bersama suami dan anak-anak di rumah. Tapi lama-kelamaan saya jadi merasa terganggu dengan acara-acara itu.

Acara yang tadinya hanya berupa aksi komedi slapstick biasa ( memangnya bisa menghilangkan slapstick dari dunia komedi di Indonesia ? lha wong komedian tersohor sekelas Rowan “Mr Bean” Atkinson saja melakukan slapstick kok ! ), berubah menjadi acara yang menurut saya kasar dan tidak sopan. Soal aksi mendorong lawan main sampai jatuh terjengkang, asal itu sekedar akting, masih bolehlah. Namun kalau sudah mendorong secara sengaja dan diluar skenario hingga lawan main terbanting tanpa dapat mengantisipasi sebelumnya, dan si korban menunjukkan mimik terkejut serta kesakitan, ini sudah tidak dapat diterima lagi. Adegan itu jadi tampak tidak sopan dan kasar di mata penonton. Sudah tidak lucu lagi. Meskipun di layar kaca terpampang tulisan ” semua properti terbuat dari bahan yang lunak dan tidak berbahaya “, atau kalimat sejenis itu, tetap saja pemandangan yang gamblang di depan mata adalah sebuah aksi yang kasar dan seenaknya sendiri. 

Tepung terigu pun bertaburan dan belepotan di tubuh pemain

Ada satu hal yang paling mengganggu saya, dan mungkin mengganggu penonton lainnya, yaitu adegan lempar, tabur, labur, dan menjejalkan tepung terigu ke tubuh dan mulut para pemain. Ibaratnya nih, nggak boleh ada orang mangap terlalu lebar sedikit, langsung saja salah seorang pemain akan menjejalkan segenggam tepung terigu ke mulut komedian yang mangap itu. Dan setelah itu, adegan yang tampak di layar kaca pun seragam : si penjejal atau si penabur tepung dan kawan-kawannya, serta penonton di studio tertawa terbahak-bahak melihat sang korban kalang kabut kelilipan atau terbatuk-batuk karena tersedak tepung. Parah banget deh ..
Saya sampai mikir, lho kok mereka tertawa ? Ooh lucu toh adegan yang seperti itu ? yah, pantas saja adegan seperti itu terus diulang, karena dianggap sangat lucu dan digemari penonton. Apa boleh buat, adegan yang mengajarkan perilaku bully kepada anak-anak itupun terus berlangsung tanpa ada kontrol lagi, tanpa ada yang peduli, apalagi sensor dari pihak pemerintah.

Materi lawakan tak bermutu malah menjadi trend

Sayangnya adegan tidak bermutu itu sekarang diikuti oleh komedian yang sesungguhnya cerdas dan memiliki bakat besar, yang tak perlu melakukan adegan konyolpun, sudah lucu, semisal Sule, Vincent, Desta, dll. Saya tak tahu, apakah mereka sekedar mengikuti trend lempar-jejal tepung, atau memang tuntutan dari tim kreatif ?. Apapun alasannya, sangat disayangkan jika para komedian muda yang sangat potensial rela melakukan adegan yang hanya akan menjatuhkan kualitas mereka demi mengejar popularitas.

Oh iya, ada satu lagi acara musik campur komedi yang saya ingat, sayang saya lupa nama judul acaranya. Yang jelas acaranya ajaib banget menurut saya. Ajaib dalam hal kekonyolannya. Coba bayangkan, acara itu digelar di atas panggung yang dibuat miring sampai sangat curam, sehingga tidak memungkinkan para pemainnya untuk berdiri dengan stabil. Akting seperti apa coba yang dapat diharapkan dari para pemain yang bahkan berdiripun tak sanggup lagi, kecuali ribet menahan posisi tubuhnya sedemikian rupa agar tidak jatuh terjerembab di depan penonton ? hanya kekonyolan yang akan kita saksikan di sepanjang acara. Sungguh acara seperti ini akan jadi sangat menarik ! menarik tangan untuk memijit remote TV untuk berpindah channel, maksudnya ! (jadi esmosi ..)

Saya jadi bertanya-tanya, ini sebetulnya kerjaan siapa sih ? Produser, sutradara, tim kreatif, atau justru inisiatif para pemain sendiri ?. Mengapa justru kreatifitas tak bermutu seperti itu yang keluar dari pikiran anak-anak muda di balik semua acara itu?

Bukankah mereka direkrut menjadi crew sebuah acara hiburan atau acara apapun, salah satunya karena kreatifitas yang mereka punyai ? kemana perginya semua kreatifitas itu ? atau apakah memang beginilah trend anak muda masa kini ? menjadikan perilaku bully sebagai bahan olok-olok dan candaan ? tak tahu lagi arti sopan santun ? . Terus terang saya tidak yakin, karena lazimnya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka kreatifitasnya dan selera humornyapun semakin berkelas. Atau mungkin saya yang salah ? Beritahu saya kalau begitu.

Jadi kangen zaman sensor televisi sangat ketat

Saya termasuk penggemar acara-acara TV di masa remaja dulu, di jaman orba, termasuk menggemari acara lawak tentu saja. Sejauh yang saya ingat, belum pernah sekalipun saya mendengar suara atau adegan orang (maaf) kentut alias buang angin diumbar di televisi, tak pernah !. Tapi sekarang ? Haduuhh, adegan kentut bertebaran dimana-mana. Di acara komedi, acara lawak, acara sinetron, acara jalan-jalan, dll. Begitu gamblang, begitu jelas, dan vulgar ! nggak ada sopan-sopannya sama sekali. Apa menurut para pembuat acara, adegan kentut adalah adegan yang lucu ?. Saya boro-boro ingin tertawa. Jujur saya malah merasa dikurangajari, dilunjak kalau kata orang Jawa, dan jadi mikir, ini orang dididik atau enggak ya sama orang tuanya ? kok nggak tahu adat banget ?

Kalau sudah begini, jadi kangen Pak Harto, beneran deh. Beliau orangnya tangan besi, tapi soal tayangan televisi, Pak Harto sangat mensyaratkan etika, dan sopan-santun sesuai adat budaya Indonesia. Kalau nggak nurut, tanpa banyak cincong, acara itu akan dibreidel. Pak Harto orangnya galak tapi pro rakyat. Anak-anak jadi terhindar dari melihat adegan yang tak pantas melalui layar kaca.

Di masa sekarang, kita tak. dapat mengharapkan ketegasan seperti di zaman Pak Harto lagi. Sekarang apa-apa serba boleh. Tak peduli ada etika dan perasaan sebagian masyarakat yang tersakiti ataukah tidak. Ya adegan lempar - jejal tepung terigu ini misalnya, apakah mereka pikir adegan lucu-lucuan seperti itu tidak akan menyakiti hati sebagian saudara-saudara kita ?

Asal tahu saja, di beberapa daerah harga tepung terigu melonjak tinggi, dari 6.600 rupiah menjadi 8.500 rupiah. Ini sangat memberatkan para pedagang gorengan, pedagang roti rumahan, pedagang donat keliling, dll, yang menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku utama jualan mereka. Dengan kenaikan harga tsb, para pedagang kecil ini harus rela memperkecil keuntungannya demi terus mengepulnya asap di dapur mereka. Penggunaan tepung terigupun harus lebih dihemat, karena harga yang makin tak terjangkau.

Bayangkan saja, bagaimana perasaan saudara-saudara kita ini, saat mereka menyaksikan di layar televisi, adegan dihamburkannya tepung terigu yang sangat berharga itu ? .Bagi para pesohor yang bergelimang harta, sekilo tepung terigu tak ada artinya. Namun bagi pedagang pisang goreng, sekilo tepung terigu berarti makan sekeluarga di hari ini, ongkos pergi-pulang anak-anak ke sekolah, ongkos berobat ke dokter, dll. Sangat-sangat berharga ! .Tapi mana bisa selebriti yang terbiasa bergaya hidup hedonik berpikir sejauh itu, bukan ?

Empati dan Etika. Itulah yang rupanya sudah jauh terkikis di hati para pelaku seni di panggung hiburan kita. Kreatifitas mereka artikan sebagai kebebasan tanpa batas. Empati hanya akan membuat daya pikir seseorang macet, dan etika hanya akan membuat segala keseruan dan kehebohan dunia hiburan menjadi mandeg. Mungkin begitulah jalan pikiran mereka. Jadi wajar saja kalau acara yang terlahir dari tangan mereka sangat mencerminkan jalan pikiran dan gaya hidup para hedonik yang jauh dari etika dan sopan santun.

Lalu apa yang bisa kita lakukan dengan tayangan-tayangan tak beretika seperti itu ? ya apalagi kalau bukan : tidak menonton TV lalu menggantinya dengan membaca buku, mendampingi anak-anak kita yang masih di bawah umur agar terhindar dari tayangan yang merusak pikiran mereka, memindahkan channel dan mencari acara lain yang lebih bermutu, dll. Mengapa tidak protes ke KPI atau pihak yang berwenang saja ? ah, memangnya ada manfaatnya ya ? Buktinya Olga dan Aming jadi banci lagi, buktinya Empat Mata jadi Bukan Empat Mata lagi, buktinya tayangan semacam Smack Down ada lagi, dll. Lebih baik melawan dengan cara kita sendiri sajalah.Nah, selamat mendampingi putra-putri tercinta ya teman-teman !

Salam sayang, 

Anni