Menulis itu media katarsisku ...

Blog Pribadi Puji Nurani :

Sketsa sederhana tentang hidup yang sederhana ...

Menulis itu Media Katarsisku ....

Aku sangat suka .. sangat suka menulis .....
Aku tak memerlukan waktu khusus untuk menulis ..
Tak perlu menyepi untuk mendapatkan ilham ........
Atau menunggu dengan harap cemas pujian dari orang lain
agar tak jera menulis ......

Ketika aku ingin menulis, aku akan menulis tanpa henti...
tanpa merasa lelah ...
tanpa merasa lapar ...
Namun jika aku tidak menulis,
maka itu artinya aku memang sedang tidak mau menulis...

Kala kumenulis,
Aku alirkan pikiranku melalui ketukan keyboard
ke dalam layar dunia virtual aku berkontemplasi ....
Aku tumpahkan perasaanku ke dalamnya ....
yang sebagiannya adalah jiwaku sendiri ....

Lalu ... aku menemukan duniaku yang indah ...
duniaku yang lugu dan apa adanya ......
duniaku yang sederhana .........
yang aku tak perlu malu berada di dalamnya .....
Karena aku adalah kesederhanaan itu sendiri .....

Aku suka dengan cara Allah menciptakanku ...
alhamdulillah .......

Monday, November 12, 2012

Anya : Gadis Cilik yang Dilupakan Suaminya



Dulu, dulu sekali ....
Di tepi lapangan berumput tebal di depan halaman rumah. Anya kecil berbaring-baring sambil menggigit bunga ilalang putih. Sesekali jemarinya yang kecil mencoba menangkap kupu-kupu bersayap hitam oranye yang berseliweran di sekitar rambutnya.
Tiba-tiba sesuatu mengejutkannya, membuatnya terperenyak dengan mata terbelalak. Di sana, nun di kejauhan sana, di kaki langit senja yang berwarna lembayung itu ... Anya melihat seraut wajah ! ya, jelas sekali, seraut wajah yang menyembul dari balik awan yang bergulung putih dan kelabu. Seraut wajah laki-laki yang tampan, tersenyum manis padanya, dengan sepasang mata yang lembut menatapnya. Wajah laki-laki itu gelap, tersaput mega, lalu menghilang begitu saja ketika awan mendung kelabu melintasinya. Namun Anya masih ingat ekspresi wajah yang menatapnya itu. Sesuatu membisikkan ke dalam hatinya, bahwa itu adalah wajah suaminya kelak...

Meski hanya memandang sekejap, hingga kini Anya tak mungkin dapat melupakan wajah itu. Siapakah gerangan pemilik wajah itu ? Mengapa dia tersenyum dan seolah ingin mengatakan sesuatu ? Siapakah namanya ? Apakah dia pangeran, ataukah malaikat ?
Anya bingung sekali, tapi Anya tidak takut dan malahan sekarang mulai mereka-reka sebuah nama. Apakah namanya Anthony ? William ? ataukah Victor ? Seperti nama-nama pangeran yang kerap dibaca Anya di buku komik HC Andersen ? Ah, kelihatannya bukan, wajah itu tidak cocok dengan nama-nama para pangeran itu. Kalau begitu apa nama yang cocok ya ? Hmm ... Bagaimana kalau Edgar .

Edgar ? Ya Edgar, nama yang ada di dalam novel Wuthering Height milik Ibu. Novel tebal yang selalu ibu sembunyikan di bawah bantal agar tidak dibaca oleh Anya. " Ini buku buat orang dewasa ", kata Ibu. "Anak kecil tidak boleh membacanya". " Tapi aku kan cuma mau melihat gambarnya", rengek Anya. "Buku ini namanya novel,bukan komik. Jadi tidak ada gambarnya", kata ibu sambil menjauhkan buku itu dari jangkauan Anya. Ah, ibu pelit sekali. Anya kan cuma ingin tahu saja. Jadi apa boleh buat kalau ibu sedang memasak, Anya akan sembunyi-sembunyi membaca buku itu. Namun tak lama Anya segera merasa bosan karena tak satupun gambar dia temukan di dalam buku berhalaman kuning itu. Semuanya serba tulisan, lagi pula ceritanya membuat Anya kecil jadi bingung.
Tapi Anya masih ingat nama-nama tokoh dalam buku cerita tebal itu. Ada Catherine, tuan Earnshaw, Isabella dan tentu saja Edgar, pemuda paling tampan yang ada dalam kisah itu.




Anya sebetulnya senang membaca buku itu seandainya saja buku itu dibuat lebih tipis dan bergambar, seperti buku-buku karangan Grimms bersaudara. Namun demikian, Anya memang gadis yang berotak tajam dan memiliki daya imajinasi yang tinggi. Dalam sekejap, Anya sudah membayangkan dirinya sebagai Catherine Earnshaw, gadis yang cantik, pintar, namun liar dan gemar bermain di padang rumput. Bagaimana, mirip sekali dengan dirinya,bukan ?
Bedanya Catherine punya Edgar, pemuda yang mencintainya sejak kecil, yang kelak akan menjadi suaminya.

SUAMI. alangkah bahagianya Anya, karena kini dirinyapun sudah mempunyai suami, meskipun suaminya itu berada jauh di atas langit di balik awan. Suami yang tampan, bermata gelap, yang Anya yakin sangat menyayanginya. Sekarang Anya benar-benar jatuh cinta pada seraut wajah di langit itu.

****
Di suatu siang yang cerah pada jam istirahat sekolah, Anya sedang bermain-main di kelasnya. Teman-temannya merubungi untuk mengajaknya bermain sandiwara putri dan pangeran. Teman-temannya itu meminta Anya menjadi permaisuri, sekaligus meminta Anya menulis naskah sandiwara, lengkap dengan dialognya. Teman-temannya sudah tahu, kalau Anya sangat pandai menulis dan mengarang cerita.
Lalu Anya pun segera menulis naskah yang diminta teman-temannya, lengkap dengan nama-nama tokohnya. " Well, aku adalah permaisuri Anya, lalu siapa ya nama suamiku ? Oh ya tentu saja Kaisar Edgar ! cocok sekali ! ", gumam Anya sambil menulis nama itu dengan hati berbunga. Dan semenjak pementasan drama di acara perpisahan sekolah yang berlangsung dengan meriah itu, Anya semakin yakin, bahwa dirinya benar-benar telah bersuami !
( Dan di hari-hari remajanyapun, ketika teman-temannya sudah memiliki kekasih sementara tak satupun anak laki-laki yang menyukai Anya, Anya selalu mengaku, bahwa dia telah memiliki seorang kekasih yang sangat mencintainya, yang bernama Edgar).
****

Di hari yang lain. Jam bundar besar berwarna cokelat yang menempel di dinding kelas menunujukkan pukul setengah enam petang. Hujan turun sejak siang. Hati Anya sangat gelisah dan sedih, karena hari itu Anya lupa membawa payung lipat kesayangannya. Ah seandainya saja tadi siang Anya tidak terburu-buru membereskan tas dan buku-bukunya, tentu payung merah bergambar bunga itu tak akan tertinggal di meja kamarnya. Sekarang Anya tentu harus pulang di bawah hujan yang sangat deras itu.

Anya sebal sekali dengan musim hujan. Karena hujan yang terus menerus turun membuat Anya tak bisa bermain bebas di lapangan rumput, berlari-lari mengejar capung.
Apalagi sekarang, gara-gara hujan deras air menggenangi jalanan di sepanjang jalan menuju rumah Anya. Pasti nanti Anya akan basah kuyup, dan rok, kaos kaki serta sepatunya akan kotor terciprat tanah yang becek.
Jam pelajaran terakhir, pelajaran Bahasa Indonesia yang dijelaskan ibu guru pun, luput dari perhatian Anya. Kepala Anya terus menoleh ke kiri dan ke kanan, memperhatikan gerak-gerik teman-temannya yang dengan binar mata ceria sudah bersiap mengeluarkan payung dan jas hujannya masing-masing. Hati Anya bertambah masygul, dan payung bergambar motif bunga Aster merah semakin menari-nari di pelupuk matanya.

Teng - teng - teng ....... !!!
Lonceng tanda sekolah sudah berakhir dipukul keras sekali. Seusai berdoa, murid-murid bubar berebutan keluar kelas, riuh rendah tertawa-tawa berlarian, berisik sekali seperti suara lebah hutan yang sarangnya diusik anak nakal. Beramai-ramai mereka berlomba membentangkan payung. yang indah berwarna-warni, atau memakai jas hujan yang modelnya sangat keren, lalu berlari berhamburan ke jalan, pulang menuju rumah masing-masing. Tak satupun teman mempedulikan Anya yang tercenung di pinggir pagar sekolah.

Sejenak Anya merasa bimbang. Wajahnya menengadah ke arah langit yang mencurahkan hujan deras di atas kepalanya. Ah, mendung begitu tebal dan hitam, kelihatannya hujan belum akan berhenti. Anya beringsut ke luar halaman sekolah, melewati pinggir-pinggir atap rumah penduduk agar sedikit terlindung dari hujan. Sesampainya di sebuah toko kecil di pinggir jalan raya, Anya berhenti karena setelah itu tak ada lagi pinggiran atap rumah untuk berteduh. Cukup lama Anya berteduh di toko kecil yang sudah tutup itu. Hatinya bertambah gundah karena hari semakin gelap dan hujan masih juga turun seakan tak mau berhenti.

Tak sedikitpun terlintas di pikiran Anya, Ibu atau saudara-saudaranya akan datang menjemputnya. Tidak, Anya tak pernah berani berharap meski sedikit. Kata Ibu, Anya sudah besar, jadi pergi dan pulang sekolah harus sendiri, karena ibu sibuk mengurus adik-adiknya yang masih bayi. Ayah pergi berdinas ke luar kota, dan kakak-kakaknya tak satupun yang menyayanginya. Mengingat itu, dada Anya mendadak penuh, sesak oleh kesedihan yang seperti mendesak-desak keluar. Tapi Anya tidak mau menangis karena Anya bukan anak yang cengeng.

Dalam kesedihannya, dan dibalik air mata yang tak terasa sudah menggenangi kelopak matanya yang mungil, Anya melayangkan pandangannya ke seberang jalan, ke arah sebuah rumah berselimut cahaya terang yang berasal dari lampu berwarna merah. Indah sekali rumah bercahaya itu. Catnya berwarna putih, tirainya berwarna merah anggur, dan bunga-bunga mawar oranye bermekaran menghiasi pagar besi yang melengkung berwarna hijau.
Di salah satu jendela yang terbuka, Anya melihat seorang perempuan berkerudung merah jambu. Meski jaraknya lumayan jauh, mata Anya yang tajam dapat dengan mudah melihat sosok perempuan di jendela itu. Paras perempuan itu manis sekali. Wajahnya bulat, pipinya bersemu merah. Namun ada air mata mengalir membasahi pipinya itu. Ya, perempuan di jendela itu sedang menangis sambil menatap hujan !

Bagaikan tersihir, tiba-tiba Anya merasa dia adalah perempuan itu. Perasaan sedih dan tertekan yang tak dapat dijelaskan, mendadak menerpa hati Anya, membuat Anya tak kuasa menahan kesedihannya.
Anya tahu, perempuan itu menangis karena harus berpisah dengan kekasihnya. Kekasih yang sangat disayangi , yang seharusnya menjadi suaminya.





Anya mengusap air mata yang hangat membasahi wajahnya. Kesedihan begitu menguasai hatinya. Kesedihan yang tak seharusnya dirasakan oleh anak sekecil Anya. Anya pun memalingkan wajahnya dari perempuan cantik yang sedang menangis di jendela rumah bercahaya itu. Kini Anya teringat dirinya yang seorang diri, menggigil kedinginan di emper toko yang gelap dan sudah tutup. Alih-alih teringat pada Ayah, Ibu, dan saudara-saudaranya, Anya malah teringat pada suaminya yang ada dilangit. Ya Allah, mengapa suamiku tidak menjemputku ? Mengapa Edgar tidak membawakan aku payung, memeluk dan menuntunku pulang ke rumah ? Apakah Edgar tidak mencintaiku ? Oh Anya kecil yang malang, terisak-isak sendirian di tepian malam yang semakin gelap.

Didorong oleh lapar dan dingin yang menusuk tulang, Anya pun nekad berlari menembus hujan, pulang menuju rumahnya yang jauh. Di sepanjang jalan di bawah guyuran hujan, Anya menangis keras-keras. Dia tumpahkan segala kesedihan, kekecewaan dan kemarahannya. Tapi Anya tak tahu harus marah kepada siapa. Anya tak berani marah kepada Ibu karena Anya sangat menyayangi ibu. Anya juga tak berani membenci kakak-kakaknya, karena mereka sangat nakal, dan Anya takut akan diganggu kalau mereka tahu Anya membenci mereka. Anya hanya merasa sedih dan kecewa kepada Edgar suaminya di langit, yang tak datang menjemputnya ...

Sesampainya di rumah, ibu membukakan pintu dengan wajah pucat pasi. Anya tidak tahu, apa arti wajah ibu yang pias itu. Mungkin Ibu baru sadar, bahwa ada satu anak kecilnya yang di malam hujan seperti ini masih tercecer di luar. Maklum anak ibu kan ada selusin, jadi mana mungkin ibu bisa mengingat mereka dengan baik, apalagi sekedar mengingat Anya yang tidak begitu penting bagi keluarganya.

Semenjak itu, Anya jadi sangat menyukai hujan. Setiap kali hujan turun, dan setiap Anya merasa sedih, Anya akan menghambur ke luar rumah dan berlari di bawah hujan, menikmati setiap tetesan air yang meresap hingga jauh ke relung jiwanya. Tetes hujan yang seolah membasuh luka hatinya. Anya masih kecil, jadi Anya tak mengerti, mengapa hatinya selalu diliputi perasaan sedih dan rindu yang tak pernah dapat dijelaskan.
Dan Anya selalu menyukai hujan, karena hujan menyembunyikan air matanya. Anya bukan gadis cengeng. Anya hanya anak kecil yang ingin disayang. Itu saja.


Bersambung ya  ^__^

Notes :

Mohon maaf jika ada kesamaan dalam penulisan nama, tempat dan peristiwa.
Kisah ini aku dedikasikan kepada jutaan anak-anak di dunia yang terpilih untuk tidak mendapatkan kasih sayang sebagaimana yang seharusnya didapatkan dari keluarganya. Kesedihan anak-anak malang ini akan tetap tergores di dalam hati mereka, selamanya, hingga mati ... 

 
Salam sayang,

Anni :)


"Wuthering Heights "  ( Song and Lyrics by Kate Bush )