Menulis itu media katarsisku ...

Blog Pribadi Puji Nurani :

Sketsa sederhana tentang hidup yang sederhana ...

Menulis itu Media Katarsisku ....

Aku sangat suka .. sangat suka menulis .....
Aku tak memerlukan waktu khusus untuk menulis ..
Tak perlu menyepi untuk mendapatkan ilham ........
Atau menunggu dengan harap cemas pujian dari orang lain
agar tak jera menulis ......

Ketika aku ingin menulis, aku akan menulis tanpa henti...
tanpa merasa lelah ...
tanpa merasa lapar ...
Namun jika aku tidak menulis,
maka itu artinya aku memang sedang tidak mau menulis...

Kala kumenulis,
Aku alirkan pikiranku melalui ketukan keyboard
ke dalam layar dunia virtual aku berkontemplasi ....
Aku tumpahkan perasaanku ke dalamnya ....
yang sebagiannya adalah jiwaku sendiri ....

Lalu ... aku menemukan duniaku yang indah ...
duniaku yang lugu dan apa adanya ......
duniaku yang sederhana .........
yang aku tak perlu malu berada di dalamnya .....
Karena aku adalah kesederhanaan itu sendiri .....

Aku suka dengan cara Allah menciptakanku ...
alhamdulillah .......

Monday, June 8, 2009

Kecil- Kecil Jatuh Cinta


“ Bu, Ade suka sama Ray. Ade inget terus sama dia "
Deg ! jantungku serasa berhenti mendadak ! Sesaat aku tercenung mendengar kalimat polos dan spontan yang keluar dari mulut anak bungsu ku yang masih duduk di kelas 6 SD itu.
Sesaat itu juga, aku tak tahu harus berkomentar apa untuk menjawab pernyataan lugas gadis cilikku ini. Serasa hilang semua kemampuan berfikir ku. Terbang semua kemahiranku dalam memilih kata – kata. Kemahiran yang selama ini sangat aku andalkan untuk meredam gejolak perasaan murid – murid SMA di tempatku mengajar.

Alangkah mudahnya menasihati murid – muridku yang semuanya laki-laki dan berusia belasan tahun itu, manakala mereka datang padaku dan mengadukan isi hatinya. Sesungguhnya bukan nasihat muluk-muluk yang aku ucapkan pada mereka. Hanya sesungging senyuman dan serangkaian kata-kata ekspresif, semisal : Oh ya ? Hmm ... Trus, menurut kamu gimana ? Wah ... menarik tuh ! Atau : Masyaallah .. gimana kejadiannya ?
atau : deuh ... senangnya yang lagi jatuh cinta ...
Cuma kata – kata seperti itulah yang aku ucapkan pada mereka. Sama sekali bukan kata-kata yang memerlukan tingkat penalaran yang tinggi untuk memahaminya.

Pada umumnya murid-muridku sangat senang curhat kepada ibu gurunya. Bagitupun aku. Aku sangat senang jika dapat membantu anak-anak muda ini. Yang aku lakukan bagi mereka hanyalah menyediakan telinga untuk mendengar, melapangkan dada, dan menyodorkan beberapa alternatif solusi bagi masalah mereka.

Kembali ke masalah anak gadis kecilku yang ketimpa cinta monyet ….
Ya Allah, aku sampai tak sanggup berkata-kata. Menasihati ratusan murid sudah menjadi bagian pekerjaanku sehari-hari yang cukup mudah aku lakukan. Tapi menasihati anak sendiri yang lagi kasmaran ? sungguh bukan pekerjaan yang gampang. Kuraih tangannya, dan kududukkan di sampingku.

Sambil ngobrol kupandangi wajah nya. Sejenak kilasan – kilasan masa lalu bertemperasan di dalam fikiranku. Masih segar di ingatanku saat – saat aku hampir meregang nyawa ketika melahirkannya. Bayi yang lucu, montok dan sehat. Berkulit kuning bersih, rambut tebal hitam legam dan bermata bintang kejora. Terbayang saat dia belajar berjalan, belajar berbicara, belajar bernyanyi … Waktu serasa berhenti di sekelilingku
Dan kini, hampir tak dapat kupercayai pendengaranku, dia datang padaku dan mengaku jatuh cinta …

Selanjutnya, aku lebih banyak diam termangu dan mendengarkan dengan penuh rasa ingin tahu segala isi hatinya dan segala kekagumannya kepada teman sekelasnya yang bernama (sebut saja namanya ) Ray itu.
Ooh .. jadi si Ray ya orangnya, yang berhasil mencuri hati gadis kecilku ini ? ( dalam hati aku penasaran juga ... ganteng nggak ya ? pinter nggak ya ? badung nggak ya ? anak siapa ya ... ? dll, wah jauh banget deh pikiranku .)

Ketika dia bercerita, aku malah asyik dengan pikiranku sendiri. Hmmm ... waktu aku seumuran dia, aku sudah jatuh cinta belum ya ? Ah , rasanya belum deh. Waktu kelas 6 SD, aku tu lugu banget, nggak punya rasa sama sekali kepada teman-teman cowok sekelasku, atau kepada cowok-cowok tetanggaku. Kupikir males banget berurusan sama mereka. Ih ... mana badung, kasar, bau ...
Aku ingat di masa yang lalu, kalau ada anak laki-laki menggodaku, aku suka melotot dan cemberut, dan besoknya aku nggak mau lewat tempat itu lagi … hehee …
Namun anak sekarang beda, lebih cepat menjadi dewasa.

Namun selang beberapa hari kemudian, gadis cilikku yang beberapa hari belakangan ini terlihat banyak menghabiskan waktunya di depan cermin, nyanyi – nyanyi sambil joget-joget nggak jelas, melamun, senyum sendiri, tiba-tiba berubah normal kembali. Sekarang dia pergi bermain di luar lagi dengan anak tetangga, pergi ngaji lagi, asyik di depan komputer, baca buku lagi, banyak makan lagi, nggak suka ngaca lagi ... pokoknya normal lagi deh
Kurasa aku tahu penyebabnya. Tentu karena perasaan blue yang selama ini mengganggu hati dan pikirannya sudah hilang . Dan ternyata benar saja dugaanku itu.

Dia sudah tidak cinta lagi sama si Ray. Dan tahu nggak apa alasannya sehingga cintanya cuma berumur 3 hari saja ?
Dia bilang, " ih apaan si Ray ... imut gitu ! Item MUTlak ! udah alay, sotoy lagi ... "

Hah ?!! apa ?! coba ulangi lagi ... !! Item MUTlak, alay, sotoy ...
Waaa …!! gantian aku yang melongo … apaan tuh ?!
" Lho, De … sama teman kok ngomong gitu ? ", tanyaku.
" Habis, dia bilang aku lebay ... ya udah aku bilang aja kalo dia itu imut, alay, sotoy ... ", begitu jawabnya.
" Yaah Ade… diejek satu kata kok ngebalasnya 3 kata ? ", ujarku lagi.
Dan si Ade ini diam saja, tidak menjawab, hanya cemberut ...

Aduh ampuunn, ah tapi sudahlah, apapun artinya kata-kata ajaib itu, pasti konotasinya negatif, sehingga kesemuanya itu sudah cukup menjadi alasan bagi gadisku untuk melupakan Arjuna seumur jagung nya. Alhamdulillah, leganya hatiku karena anakku terhindar dari pacaran dini. Kemudian ketika kutanya lagi, jadi sekarang Ade suka sama siapa ? dia bilang, suka sama Daniel Radcliff … eta si Harry Potter ! ampuuunn … dasar budak ! ( aku tidak berkomentar apa- apa lagi. Biarin ajalah pacaran virtual ini … nggak mungkin kontak fisik)

Hmm Ade, Ade ... Aku jadi ingat syair lagu jadulnya Bimbo yang berjudul " Cinta Kilat ". Salah satu baris syairnya, berbunyi " Cinta kilat cinta seminggu, putus satu tumbuh seribu. Patah tumbuh hilang berganti. Patah hati carilah ganti ... ".
( Bagus De .. ! jangan pernah menangis kalau kamu putus sama pacar ... lebih baik cepat cari gantinya. Kalau bisa, sebelum putus cari gantinya dulu ..
hehee .. gak deng ...becanda ...

Nah kurang lebih seperti itulah pengalamanku sehari - hari dalam membesarkan anak-anakku. Ada – ada saja kejadian yang datang padaku, disaat anak-anak beranjak remaja. Kadang tidak mudah menjadi ibu yang pengertian dan cukup sabar bagi mereka. Ketika aku belum benar-benar siap menerima perubahan, tiba-tiba saja bayi-bayiku sudah beranjak remaja. Menghadapi mereka, aku punya cara yang mudah. Ketika mereka mengungkapkan perasaannya umpamanya, aku mencoba berpikir dengan cara mereka berfikir ( toh kita pernah seusia dengan mereka ), tidak mencela, atau memotong pembicaraan, tidak menghakimi kalau mereka salah, dan tidak terlalu banyak mengatakan : harus, harus, harus …
Insyaallah, anak-anak itu akan mengerti dan mudah diarahkan. Atau minimal mereka memiliki kemampuan menimbang, mana yang baik dan tidak baik buat mereka.

Mohon maaf kepada para senior yang sudah memiliki rumah tangga dengan anak-anak yang jauh lebih dewasa, bukan bermaksud menggurui. Maklum namanya juga ibu guru, biasa dee ... kalau sudah bercerita, nggak klop rasanya kalo nggak panjang dan lebar .....

salam sayang,

anni :)

Dikira Bu Asep



Dua bidadari cilikku sekarang sudah menjelma gadis remaja cantik yang sudah duduk di bangku kelas 12 dan kelas 10 SMA. Sejak masih taman kanak-kanak, mereka berlangganan ojek untuk pergi dan pulang sekolah. Dihitung-hitung sudah 12 tahun kami berlangganan ojek itu, yang pengemudinya tidak ganti-ganti. Panggil saja namanya mang Asep.

Mang Asep ini tetangga berbeda gang dengan kami, hanya berbeda RT saja. Saking lamanya berlangganan ojeknya, beliau sudah kami anggap keluarga sendiri. Mang asep ini umurnya kurang lebih 40 tahun, tapi sudah punya cucu. Orangnya jujur dan tak banyak bicara. Dia juga rajin bekerja. Kalau tidak sedang menarik ojek, disuruh kerja apa saja pasti mau. Dimintai tolong beresin rumput di halaman, memetik kelapa muda di belakang rumah, mengusir ular yang menyelundup ke teras, mengecat pagar, sampai disuruh beli gas juga , dia ayo aja. Senang kalau ada orang yang giat seperti ini. Mau memberi uang berapapun senang saja, karena hasil kerjanya memuaskan.

Saking lamanya berlangganan, orang-orang yang tinggal di sepanjang jalan yang dilalui ojek mang Asep,antara rumahku dengan sekolah anak-anak, banyak yang mengira bahwa si Kakak dan si Ade adalah anak- anaknya mang Asep. Mereka mengira begitu karena mereka melihat setiap hari selama 12 tahun, mang Asep rutin membonceng anak yang itu-itu saja. Jadi wajar kalau mereka berkesimpulan, bahwa si Kakak dan si Ade adalah anak mang Asep. Tak hanya itu, teman-teman anak-anakkupun banyak yang mengira bahwa mang Asep adalah ayah Kaka dan Ade. He he …

Sebetulnya aku mengetahui kengawuran itu, namun aku membiarkan saja. Toh tak mengangguku, dan anak-anak juga bersikap biasa saja. Sampai suatu hari di waktu yang berdekatan, ada seorang tetangga baru mengatakan  sesuatu yang bikin saya dan anak-anak jadi lumayan bete juga.
Bete yang pertama, pada suatu kesempatan anak-anakku berjalan kaki untuk suatu keperluan dan berpapasan dengan ibu-ibu tetangga baru itu.  Ketika anak-anakku menyalami ibu itu, beliau menyapa anak-anak dengan ramah, dan bertanya,
” Aduuh ini gadis-gadis cantik mau pada kemana ? Ini teh putranya Pak Asep yaa ? “
” Hemhgrgh …?!   Pak Asep ? Bukan buu … kami anaknya Pak Heri “
” Pak Heri ? Lho bukannya kalian itu anaknya mang Asep yang tukang ojek itu ? “, si ibu keukeuh
” Yahh, bukan buu … “
dst …

Berhubung si ibu tetangga baru keukeuh banget dengan keyakinannya bahwa si kakak dan si ade itu anak mang Asep, akhirnya anak-anakku memilih langsung angkat kaki dari pembicaraan yang nggak nyambung Itu. Nggak kebayang gimana cemberutnya wajah anak-anak ketika itu. He he …

Bete yang kedua, saat aku bertemu dengan si ibu tetangga baru itu di swalayan dekat rumah. Kebetulan saat itu anak-anakku ikut denganku. Dengan ramah dan suara keras, si ibu menyapa dengan bebas ” eeh, bu Aseeep ! Kumaha damang ? (* apa kabar ? sehat ?)”
Mendengar itu, anak-anak gadisku langsung berjengit. Ekpressi wajah si Ade kayak orang kejepit. ” Mang Asep lagi ??!
Aku tertawa dan menjawab kalem,
“Saya bu Heri, bu ! dan ini anak-anak saya. Sudah kenal ?”
” Oh iyaa sudah kenal. Ini kan anak-anaknya pak Asep, jadi ibu tentu istrinya pak Asep, kann ? “
( Hadeeehh …. ampunn ..! Udah deh terserah si ibu aja mau ngomong apa. Hmhh ..)
Mendengar penjelasannya yang sangat ” masuk akal ” itu, aku hanya bisa takjub, diam seribu bahasa, bengong tak tahu harus menjawab apa.
Heran deh, si ibu kok keukeuh banget dengan keyakinannya bahwa si kakak dan si ade adalah anak Pak Asep dan aku adalah bu Asep. Lha mbok ya dilihat, apa wajah anak-anakku mirip dengan wajah mang Asep atau enggak.  Wong wajah mereka seperti Amerika sama Afrika gitu kok bedanya !

Selidik punya selidik, tahulah aku, bahwa selama ini mang Asep memang membiarkan saja “tuduhan” masyarakat, bahwa si kakak dan si ade adalah anaknya, dan aku adalah istrinya. Ketika aku datangi dia untuk minta konfirmasi, eh dia malah cengengesan senang.
Dasaarr mang Aseep ! Bete ahh …

Saat aku ceritakan soal ini sama suamiku, reaksi suamiku malah ketawa-ketiwi, sambil menjawil pipiku ” bu Aseeep ! Bwuahahahaaa …”
*#!?+@*#!!*!



Salam sayang,
Anni

Anak Sekolah di Indonesia Tidak Maju ?

Dalam sebuah milis saya membaca sebuah posting dari seorang rekan. Ketika membacanya timbul perasaan tidak nyaman di hati saya. Namun dari nada tulisannya, saya yakin dia hanya bermaksud bercanda, tidak serius alias main-main, dan tentu tidak didorong oleh itikad buruk.

Namun bagi saya yang sehari-hari berkutat di bidang pendidikan, isi email yang bernada menyudutkan dunia pendidikan, khususnya mendeskreditkan anak-anak Indonesia, tentu bukan masalah sepele bagi saya. Dunia pendidikan adalah dunia saya, bagian dari hidup yang sangat saya cintai. Dunia pendidikan, dunia sekolah adalah tempat saya mengabdi, bekerja, dan tempat saya merasa bermanfaat bagi anak-anak Indonesia. Dan saya sangat mencintai murid-murid saya. Mereka sudah saya anggap seperti anak saya sendiri.

Isi posting itu sungguh bernada gurau, yakni tentang efek lagu anak-anak terhadap perkembangan intelektualitas anak-anak Indonesia di kemudian hari. Pengirim email tersebut mengutip bagian-bagian syair lagu klasik anak-anak yang sangat indah itu, sebagai penyebab kemunduran bangsa ini. Orang lain boleh jadi tertawa geli membaca email tersebut. Namun mohon maaf, saya sama sekali tidak bisa mengendurkan urat syaraf apalagi sampai tertawa membaca email berjudul " Kenapa ANAK 2 SEKOLAH DI INDONESIA tidak bisa MAJU? " tersebut.

Selain berprofesi sebagai guru, saya juga seorang ibu, seorang pemerhati anak, dan seorang pecinta karya bangsa Indonesia dan pecinta negeri Indonesia.
Saya sama sekali tidak melihat ada sesuatu yang salah dengan lagu anak-anak yang ditertawakan itu. Semua olok-olok itu hanya ingin mencoba menghina dan menunjukkan kelihayan membolak-balikkan logika untuk menunjukkan betapa tingginya tingkat intelektualitas mereka ( para penghina ini ), dengan tujuan, mungkin, menciptakan "humor berkelas" yang sangat disukai kalangan berpendidikan namun - mohon maaf - kurang memiliki budi pekerti.

Ibu Sud, Pak Kasur, Bu Kasur, AT Mahmud, dll, para pencipta lagu anak-anak itu ... siapa yang tidak kenal dengan dedikasi mereka terhadap dunia anak-anak Indonesia ? dengan keluhuran nilai moral yang mereka tuangkan dalam karya mereka ? dengan besarnya kontribusi terhadap pendidikan anak bangsa Indonesia ? sungguh tidak pantas kita merendahkan mereka sedemikian rupa, padahal mereka adalah orang-orang yang sangat besar jasanya. Sementara sedikitpun kita belum memberikan penghargaan yang layak bagi mereka.

Bukan karena diajari lagu anak-anak itu, anak-anak Indonesia sulit maju hingga kini ( itupun jika memang benar, anak-anak Indonesia adalah anak yang bodoh ). Namun lebih kepada faktor lingkungan yang mereka alami sejak dalam kandungan.

Saya termasuk orang yang sangat bangga dengan anak-anak Indonesia. Sebagai contoh, mari kita kerucutkan sudut pandang kita hanya pada dunia pendidikan. Saya yakin, kita semua sudah tahu, negara mana di dunia ini yang kualitas pendidikannya paling maju ? ya, mana lagi kalau bukan Finland, Swedia, AS, Jepang, Korsel, dan Singapura. Tapi mari kita bertanya, pernahkah para siswa dari negara-negara itu, sekali saja mengalahkan anak-anak Indonesia di ajang olimpiade sains tingkat dunia ? Tidak Pernah !
Saingan kita justru datang dari para siswa yang berasal dari negara berkembang, semisal Iran, India, Israel, Hungaria, dan sesekali dari negara maju yaitu Russia. Atau kalau kita perhatikan ajang kejuaraan Choir Mahasiswa tingkat dunia. Mahasiswa Indonesia sangat dikenal sebagai langganan juara, paling sial dapat medali perunggu ... kelompok paduan suara para mahasiswa dari negara-negara maju, dilibas saja oleh anak-anak pintar ini.

Contoh yang lain , yang seharusnya membuat kita bangga dan berhenti mengolok - olok anak-anak Indonesia sebagai anak yang terbelakang, tentu sangat banyak. Tidak mungkin saya menuliskannya satu persatu di sini, nanti malah dikira narsis.

Inti dari tulisan saya ini adalah, marilah kita berhenti memperolok bangsa sendiri, menghina karya saudara sendiri, merendahkan kemampuan anak-anak kita sendiri, menjelek-jelekkan negara sendiri, dan berhenti menularkan semua perilaku itu kepada anak-anak kita. Saya yakin, maksud rekan saya memposting tulisan itu hanya sekedar bergurau, alih-alih mengejek bangsa sendiri. Namun sebagai sesama saudara, sesama keluarga besar sealmamater, tentu tidak ada salahnya jika saya mencoba mengingatkan, agar seyogyanya kita lebih mengedepankan sikap bijak dan hati-hati dalam setiap tulisan kita, meskipun tulisan itu hanya sekedar forward. Tulisan yang dirilis di milis ini, otomatis beredar dengan bebas di internet, dan bagi sebagian kalangan, tulisan seperti ini sangat memiliki sensitifitas yang tinggi.

Sekali lagi, mohon maaf jika saya terpaksa menulis seperti ini. Tidak bermaksud menggurui, apalagi menyinggung perasaan siapapun.

salam sayang,

anni :)