Pemenang kontes pemilihan ratu
sejagat – Miss Universe 2013 telah diumumkan 9 November lalu di Moskow, Russia.
Dan seperti telah diketahui, gadis cantik asal Venezuela Maria Gabriella Isler
( 25 tahun ) dinyatakan sebagai pemenangnya. Meski saya seorang perempuan, saya
senang melihat wajah gadis – gadis cantik dari berbagai negara, yang tidak
sekedar “mengadu” kecantikan, namun juga memiliki bakat dan kecerdasan yang
luar biasa, juga kepribadian yang baik. Saya selalu senang dan kagum pada anak-
anak muda yang seperti itu.
Namun ada satu hal yang terlintas di
dalam pikiran saya, manakala saya melihat siapa pemenang Miss Universe, atau
Miss World, atau Miss apapun itu, yakni ada kesamaan atau kemiripan yang luar
biasa dalam penampilan para pemenang ajang kontes- kontesan ini.
Kecantikan perempuan yang
distandarisasikan
Mari kita perhatikan
perempuan-perempuan cantik dalam gambar di atas artikel ini. Ini adalah foto para
gadis cantik pemenang Miss Universe dari masa ke masa. Bagaimana ? cantik –
cantik bukan ?. Ya jelaslah cantik – cantik, namanya juga Miss Universe. Tapi
bukan itu yang saya maksudkan dalam tulisan ini. Saya tidak bermaksud meminta
anda memilih siapa yang paling cantik diantara para pemenang Miss Universe
tersebut . Saya hanya ingin meminta teman – teman membandingkan sekilas saja,
apakah ada kemiripan penampilan diantara mereka ? apakah anda sepakat dengan
saya, bahwa kecantikan mereka equal ? sulit dibedakan satu sama lainnya ?
Melihat kemiripan mereka, wajar jika
orang – orang berpendapat bahwa para juri ajang Miss Universe memiliki standar
kecantikan yang sudah baku, yang harus dimiliki para kontestan jika ingin
memangkan kontes ini. Apakah standar kecantikan yang dimaksud ? ya apa lagi
kalau bukan : tubuh ramping tinggi semampai proporsional, potongan tubuh sexy,
rambut panjang tergerai, lurus atau sedikit berombak di bagian ujung rambut,
lebih disukai berwarna perunggu atau tembaga, wajah oval cenderung tirus, gigi
putih bersih berderet rapi, mata lebar, alis mata melengkung, hidung mancung,
bibir berisi, dan kulit mulus berwarna madu terang.
Kelihatannya standar kecantikan para
juri Miss – Miss an sedunia ini masih itu- itu saja, tak pernah bergeser selama
satu dekade. Saking ketatnya standar kecantikan itu, Riyo Mori yang menjadi
Miss Universe tahun 2007 asal Jepang, tampil tak seperti gadis Jepang. Matanya
lebar dan rambutnya panjang berombak. Padahal yang namanya orang Jepang, dari
sejak jaman mereka diciptakan sampai hari ini, matanya nyaris merem saking
sipitnya, dan rambutnya lurus tak ada yang berombak sebagaimana penampilan ras
Mongoloid pada umumnya. Tapi kalau Mori keukeuh dengan penampilan asli Jepang,
belum tentu juri akan memilihnya sebagai pemenangnya, karena bukan seperti itu
selera juri.
Ada lagi Leila Lopes , gadis cantik
berkulit hitam manis dari Angola yang merasa harus meluruskan rambutnya.
Padahal sejatinya, mana ada orang Angola berambut lurus. Secara alamiah orang
Angola berambut keriting kecil – kecil seperti Brokoli. Rambut manusia yang
berasal dari ras Negroid memang seperti itu bukan ?. Usaha Leila tidak sia-
sia. Dengan rambut lurusnya, penampilan Leila berubah bak boneka Barbie yang
sangat jelita, dan berhasi keluar sebagai pemenang Miss Universe 2011. Masih
banyak lagi contoh yang lainnya, yang menunjukkan, betapa untuk memenuhi
standar atau lebih tepatnya selera kecantikan para juri, para kontestan ratu
kecantikan dari berbagai negara dan berbagai ras, terpaksa harus berpenampilan
seragam.
Hanya Kapitalis yang menstandarisasi
kecantikan perempuan
Bukan rahasia lagi, segala ajang
kontes ratu kecantikan yang digelar di berbagai negara, sarat dengan motif
bisnis yang beromset total milyaran dollar. Tentu saja para sponsor dan donatur
yang terlibat dalam acaratersebut memiliki syarat- syarat yang wajib dipenuhi
pihak penyelenggara. Para kontestan ajang ratu kecantikan sejagat adalah aset
yang sangat potensial bagi promosi bisnis mereka. Oleh karenanya para gadis ini
harus memiliki performa yang sesuai dengan brand image bisnis para kapitalis
ini. Para gadis ini nantinya akan menjadi bintang iklan, menjadi barand
ambassador berbagai produk industri, menjadi duta pariwisata, menjadi humas
perusahaan – perusahaan raksasa, dsb.
Di berbagai belahan dunia, jangankan
para finalis ratu sejagat, gadis yang baru sekedar mendaftarkan diri menjadi
calon peserta saja, dan sudah dinyatakan gugur pada babak-babak awal, sudah
dapat dipastikan memiliki kecantikan dan penampilan yang menawan, makanya
mereka berani mendaftarkan diri. Gadis jelek mana berani. Selanjutnya meski
gagal, para gadis cantik ini akan direkrut menjadi ini dan itu di negaranya
masing – masing, yang jika mereka beruntung berujung menjadi pesohor, semisal
menjadi bintang iklan, menjadi host acara TV, menjadi bintang sinetron, bintang
film, dll, yang kesemuanya melibatkan industri dalam skala besar, melibatkan
modal raksasan dan melibatkan kecantikan sebagai daya tariknya.
Sebagaimana sudah dimaklumi, gaya
hidup kapitalis identik dengan gaya hidup materialistik dan hedonik. Yang
penting untung, yang penting senang, tak peduli apakah kehidupan yang dijalani
itu melanggar norma, atau tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Para
kapitalis akhirnya mendefinisikan kecantikan perempuan sesuai dengan selera dan
ideologi mereka. Tak peduli, bahwa perempuan itu secara natural memiliki
kecantikan berbeda-beda sesuai dengan rasnya. Namun para kapitalis, mana mau
peduli.
Yang paling gawat, akibat serbuan
iklan dan promosi di berbagai media, para gadis di seluruh dunia dibuat
percaya, bahwa begitulah standar kecantikan yang benar, yakni seperti yang
tampak pada penampilan para kontestan ratu kecantikan. Kalau seorang gadis
kebetulan memiliki rambut keriting, berkulit gelap, bertubuh sedang tak
terlampau ramping semampai, berhidung rata alih – alih bangir, bermata sipit,
atau bergigi gingsul, maka dia akan sangat yakin bahwa dia tidak cantik. Kan
kacau jadinya. Kalau begitu hingga hari kiamat tiba nanti, cuma gadis – gadis
dari Asia Barat dan negara- negara latin saja yang akan disebut cantik.
Sementara gadis Melayu, gadis Afrika, gadis – gadis Asia dari rasa Mongoloid,
gadis Eropa yang terlampau putih dan berambut warna jagung, tak akan pernah
dikatakan cantik. Kasihan sekali…
Setiap bangsa memiliki standar
kecantikan yang berbeda
Kalau tidak percaya tanya saja orang
Mauritania. Hanya perempuan yang bertubuh subur yang disebut cantik, dan akan
menjadi rebutan kaum pria disana (aku mau pindah ke sana ah. Eh tapi aku kan
sudah punya suami :D ) . Tanya suku Karo dari Ethiopia ( bukan Karo Sumatera
Utara ), cuma perempuan yang sekujur tubuhnya dipenuhi bekas luka saja yang
dikatakan cantik. Tubuh berkulit mulus itu menjijikkan para pria disana, karena
mengingatkan mereka pada hewan lintah. Lalu tanya orang –orang di perbatas
Thailand – Myanmar. Perempuan di daerah – daerah itu baru dikatakan cantik jika
mereka memiliki leher panjang bak Jerapah, sehingga mereka memanjangkan
lehernya sedemikian rupa dengan gelang leher yang berfungsi memanjangkan tulang
leher.
Di tempat lain, kecantikan perempuan
justru bukan terletak pada wajahnya, namun pada bagian – bagian tubuhnya yang
berkonotasi daya tarik seksual, semisal, dada, pantat, betis, kulit, dsb.
Sebagai contoh, kaum pria dari suku Sunda sangat menggemari perempuan bertubuh
semok bahenol nerkom, yang berkulit kuning langsat, berdada dan berpantat
besar. Sementara wajah, cukup manis saja, tak terlalu cantikpun tak mengapa.
Karena bagi orang Sunda, bukan kecantikan yang utama, namun sejauh mana perempuan
itu lihay bergoyang di dapur mengulek sambel dan meracik makanan, juga sehebat
apa perempuan bergoyang di ranjang. Menurut akang – akang dari Pasundan, buat
apa cantik kalau tak bisa masak dan tak pandai bergoyang ! benar gak ?
Standar kecantikan yang umum
Jangankan sebuah bangsa, bahkan
setiap orangpun memiliki standar kecantikan yang berbeda – beda, tergantung
selera masing – masing. Dan yang namanya selera, mana bisa diperdebatkan. Namun
demikian ada beberapa standar kecantikan (fisik) yang keilhatannya disepakati
oleh sebagian besar bangsa di dunia ini, yang kurang lebih adalah sebagai
berikut : postur tubuh proporsional, kulit, gigi, dan rambut bersih dan kuat,
yang kesemuanya menunjukkan level kesehatan seorang perempuan. Lalu mata
bersinar cemerlang, yang menunjukkan kecerdasan, raut wajah ramah, dan senyum
yang menawan. Cukup memiliki itu semua, seorang perempuan dari bangsa manapun,
sudah dapat dikatakan cantik. Tak peduli apa warna kulitnya, warna mata, warna
rambut, bentuk mata, bentuk rambut, dsb.
Rasanya semua orang sepakat, bahwa
kecantikan fisik menjadi kurang berarti manakala seorang perempuan tak memiliki
kecantikan pribadi. Banyak contoh perempuan di dunia ini yang kecantikan
pribadinya mengatasi pesona fisiknya, semisal Michelle Obama - ibu negara
Amerika Serikat, Aung San Suu Kyi – pejuang demokrasi dari Myanmar, Oprah
Winfrey - pesohor dari Amerika Serikat, dll. Secara objektif wajah mereka tak
terlampau jelita, namun hampir semua orang, laki-laki dan perempuan , terpesona
pada sosok mereka.
Begitulah. Kecantikan perempuan
sungguh tak layak distandarisasikan, apa lagi ditentukan oleh para pengiklan
produk kosmetik yang jelas-jelas hanya menginginkan keuntungan dari impian
perempuan. Standar kecantikan sangat bergantung pada selera manusia, pada
nilai-nilai yang dianut oleh suatu bangsa, pada pemahaman suatu bangsa terhadap
kecantikan itu sendiri, dan pada kearifan lokal suatu masyarakat.
Betapa pentingnya para orang tua dan
para pendidik menanamkan pengertian kepada anak-anak gadisnya, bahwa keindahan
fisik bukanlah harga mati bagi sebuah keberhasilan dan kebahagiaan. Yang
terpenting adalah bagaimana seseorang menerima dirinya sebagaimana apa adanya,
berdamai dengan kekurangan-kekurangannya, lalu menutup kekurangan fisik itu
dengan akhlak yang mulia, dengan budi pekerti yang baik, dengan senyum yang
ramah, dan dengan tegur sapa yang santun. Itulah kecantikan yang sejati. Nah,
semoga bermanfaat ya ..
Salam sayang,
anni
No comments:
Post a Comment