Anya. Seorang gadis cilik yang baru berumur 4 tahun. Matanya
bulat hitam, rambut sebahu dikepang dua dengan poni menutupi sepasang alis
matanya yang tebal melengkung. Lesung pipit di kanan pipinya, tampak
dengan jelas jika dia tersenyum. Senyuman yang seketika menghapus ekspresi
galak yang sering terpasang di wajah mungilnya. Perawakannya sedang namun
berisi. Kulitnya bersih kecokelatan karena sering tertimpa sinar matahari. Anya
jarang bicara, dia lebih senang berlari-lari menerobos ilalang yang lebih
tinggi dari tubuhnya, di lapangan rumput di depan rumahnya ...
Anya kecil lebih mirip anak laki-laki ketimbang anak perempuan, mungkin karena
dia dibesarkan di lingkungan laki-laki. Tak jarang Anya kelihatan berlari-lari
mengejar bola di lapangan rumput bersama kakak laki-lakinya, atau merengek
minta diijinkan menembak burung dengan senapan angin milik ayahnya. Namun
permainan yang paling sering dilakukan adalah memanjat pohon Turi yang tumbuh
tepat di depan halaman rumahnya, berayun di dahan yang rendah, lalu melompat ke
tanah, dan tertawa-tawa girang sambil berlarian lepas menuju tanah lapang, bagaikan seekor kijang ...
Di petang hari, Anya sering duduk melamun di teras rumahnya, tak mempedulikan
kakak dan adiknya yang asyik bermain di dekatnya. Anya lebih senang tenggelam
dalam lamunannya yang coba dia kail dari lapangan rumput yg membentang hijau di
depan rumahnya. Ah, lapangan rumput yang indah itu adalah segalanya bagi Anya.
Di lapangan itu, Anya sering memetik bunga ilalang berwarna merah hati, lalu menyelipkan
di kepang rambutnya, dan berkhayal menjadi Little Hiyawata, bocah cilik Indian
seperti yang sering diceritakan ibu.
Atau memetik bunga terompet warna ungu dan
putih lalu merangkainya dengan seutas tali rafia, menyematkan asal-asalan
dikepalanya dan berkhayal menjadi Nirmala. Di lapangan rumput itu juga, Anya
sering mengusik daun putri malu, menyentuh-nyentuhkan jari mungilnya ke kelopak
daunnya, lalu tersenyum senang kala melihat daun itu tiba-tiba menguncup :)
Anya menganggap lapangan rumput itu adalah seluruh dunianya. Disanalah Anya
belajar mengenal warna pelangi, melihat matahari terbenam, melihat angin puyuh
sambil menangis, melihat sekawanan domba digembalakan, mengejar-ngejar capung
dan mencoba menangkap kupu-kupu bersayap kuning yang terbang sangat cepat,
melihat sekawanan burung gereja terbang berputar-putar untuk pulang ke
sarangnya ...
Wajah Anya tidak cantik, namun manis dan membuat gemas siapa saja yang
memandangnya. Tak terhitung sudah berapa jari yang mencubit pipi nya yang tembem
berlesung, dan entah berapa pasang tangan yang menarik tubuh mungilnya untuk
sekedar memangku lalu mendekapnya. Anya memang manis, lucu dan berani. Tak
pernah sekalipun Anya tidak menjawab pertanyaan orang dewasa yang menanyainya
ini dan itu.
Namun dibalik semua keriangan dan kelincahannya, Anya sesungguhnya adalah anak
yang perasa dan selalu merasa tidak disayang. Dalam usia yang masih sangat
kecil, Anya harus memiliki dua orang adik, yang membuatnya tidak lagi
diperlakukan sebagai anak kecil yang dimanja-manja. Anya tidak merasa cemburu
pada adiknya, dia hanya merasa sedih, karena tidak boleh lagi tidur di dekat
ibu. Jika dia mencoba tidur di balik punggung ibu, ibu akan segera menyuruh
Anya pindah ke tempat tidurnya sendiri, karena belakang punggung ibu adalah
tempat bagi adiknya. Diam-diam Anya sering menangis sedih karena merasa
ditolak.
Perasaan Anya yang terlalu sensitif dan sering sedih ini rupanya tidak membuat
ibu terusik. Ibu terus saja sibuk dengan selusin anaknya. Terlalu banyak anak
rupanya membuat ibu tak terlalu peka terhadap perasaan Anya. Dan Anyapun semakin sering tenggelam dalam lamunannya, dalam khayalannya, dan
semakin asyik dengan dunianya di padang rumput hijau yang membentang tepat di
seberang halaman rumahnya.
* * * * *
Hingga tibalah saatnya Anya harus masuk sekolah.
Alangkah girang hati Anya di hari pertama dia mengenakan seragam sekolah yang
sangat diidam-idamkannya itu. Dengan tas tersandang di bahu, dan sepasang
sepatu baru, Anya pergi ke sekolah diantar ibu. Hanya dua hari Anya pergi
sekolah diantar ibu, lalu selanjutnya Anya harus pergi dan pulang sekolah
seorang diri, karena ibu sibuk bekerja di rumah, tidak ada waktu mengantar dan
menjemput Anya.
Anya hanya merasa sedih sebentar, namun setelah itu gembira lagi, karena pergi
dan pulang sekolah seorang diri membuka kesempatan baginya untuk bermain-main
lebih dahulu.
Kehidupan di sekolah sangat membuka mata Anya untuk melihat dunia lebih luas
lagi. Anya sangat senang membaca. Buku apa saja habis dibacanya. Tak hanya
membaca, Anya selalu menenggelamkan dirinya dalam dunia yang digambarkan dalam
buku-buku yang dibacanya itu. Dengan mudah Anya masuk ke istana pangeran
bersama Cinderella, kesepian di menara bersama sang putri yang diculik naga,
menangis bersana Dewi Nawangsari yang merindukan ibunya Dewi Nawangwulan yang
telah terbang ke bulan ...
Dari buku-buku inilah, Anya mengenal kata SUAMI. Sebuah kosa kata yang menurut
Anya sangat menarik dan menakjubkan. Sejak itu Anya selalu berkhayal ingin
punya suami, mengarang-ngarang nama, mereka-reka wajahnya, dan ingin punya bayi
dengan suaminya itu.
Anya berfikir, suaminya tentu akan sangat menyayanginya, akan selalu
memeluknya, menemaninya, mencium pipinya, dan menolongnya saat terjatuh. Anya
tidak akan merasa sedih dan kesepian lagi, jika punya suami yang ganteng dan
penyayang :)
Bersambung yaa ... ^__^
Salam sayang,
anni
******
Selected comments from my friends on Facebook :
No comments:
Post a Comment