Menulis itu media katarsisku ...

Blog Pribadi Puji Nurani :

Sketsa sederhana tentang hidup yang sederhana ...

Menulis itu Media Katarsisku ....

Aku sangat suka .. sangat suka menulis .....
Aku tak memerlukan waktu khusus untuk menulis ..
Tak perlu menyepi untuk mendapatkan ilham ........
Atau menunggu dengan harap cemas pujian dari orang lain
agar tak jera menulis ......

Ketika aku ingin menulis, aku akan menulis tanpa henti...
tanpa merasa lelah ...
tanpa merasa lapar ...
Namun jika aku tidak menulis,
maka itu artinya aku memang sedang tidak mau menulis...

Kala kumenulis,
Aku alirkan pikiranku melalui ketukan keyboard
ke dalam layar dunia virtual aku berkontemplasi ....
Aku tumpahkan perasaanku ke dalamnya ....
yang sebagiannya adalah jiwaku sendiri ....

Lalu ... aku menemukan duniaku yang indah ...
duniaku yang lugu dan apa adanya ......
duniaku yang sederhana .........
yang aku tak perlu malu berada di dalamnya .....
Karena aku adalah kesederhanaan itu sendiri .....

Aku suka dengan cara Allah menciptakanku ...
alhamdulillah .......

Saturday, December 29, 2012

Kreatif Mengajarkan Pendidikan Seks Pada Anak


Sewaktu aku mengunjungi ibuku di Bandung, aku bertemu dengan adik iparku di sana dan kamipun asyik mengobrol karena rindu sudah lama tak bertemu. Sedang asyik ngobrol gitu, tiba-tiba keponakanku (anak adik iparku itu) yang baru berumur 2 tahun  berlari-lari keluar dari toilet tanpa celana dalam. Spontan aku menegur bocah perempuan kecil itu. ” Eh Ade, kok nggak pakai celana ? iih malu dong. Ayo, pakai celana dulu. Sini dipakein sama Bude ! “
Mendengar kata-kataku itu, kakak si Ade yang juga anak perempuan balita berumur 4 tahun, dengan kalem menimpali, ” iya Ade, malu kan nggak pake celana, nanti vagina nya kelihatan ! “

Dhegg !!  Spontan jantungku serasa mencelot keluar saking kagetnya. Untung saja nggak sampai berhenti berdetak. Hampir aku tak mempercayai telingaku, mendengar bocah cilik yang baru berumur 4 tahun, dengan lancar dan fasih menyebut kata VAGINA. Refleks aku melotot ke arah adik iparku - mama para bocah itu - dan dia membalas memandangku dengan tatapan ” ada yang aneh ?”

Haduh, ini siapa yang error sih. Aku atau adik iparku ya? Akhirnya setelah terbengong sejenak, buru-buru aku memakaikan celana dalam kepada ponakan cilikku itu, kemudian sang Mama meminta mereka bermain di ruang TV.
“Kenapa kamu ngajarin si Kakak ngomong seperti itu ?” Tanpa basa-basi aku langsung menginterogasi adikku.

” Lho, memangnya kenapa ? ada yang salah ?”, jawabnya.

” Salah sih enggak, cuma nggak lazim aja anak segede itu ngomongin istilah yang serem kaya gitu “. Jawabku dengan ekspresi heran. Kok bisa-bisanya adik iparku ini nggak ngerti ada yang salah dengan omongan si Kakak tadi.

” Kalau begitu, si Kakak harus diajarin istilah apa dong untuk menyebutkan alat vitalnya ?”, balas adikku. Dia terlihat mulai serius. Dibetulkannya letak kaca mata minusnya, seraya kedua tangannya membenahi kerudung panjang warna krem bermotif bunga kecil-kecil cokelat yang meliliti leher dan kepalanya.

 “Kenapa nggak diajarin kata KEMALUAN aja ?” Jawabku yakin.

” Kemaluan ? Itu kan nggak jelas jenis kelaminnya”, sanggah adikku.

“Istilah kemaluan itu tanpa gender, karena dapat digunakan untuk kedua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Sementara anak-anak sedari kecil sudah harus diajari perbedaan antara kelamin laki-laki dan perempuan yang memiliki nama berbeda. Si Kakak dan si Ade sudah tahu kok, kalau kelamin laki-laki itu namanya penis, dan kelamin perempuan itu namanya vagina. Mereka juga sudah tahu bagaimana perbedaan bentuknya “. Begitu adikku menjelaskan panjang lebar. Sampai terbelalak aku dibuatnya.

Aih, oalah, OMG, Gustiii …  dunia sudah mau kiamat nih keknya ! Tapi gimana ya,  omongan adikku itu memang bener kok. Sangat bisa diterima oleh akalku. Memang begitulah seharusnya.

” Oke, kamu benar kalau begitu. Tapi ingat, sekarang tugas kamu adalah menjaga agar si kakak dan si ade nggak sembarangan mengumbar kata-kata itu, di sembarang tempat dan di depan orang banyak, karena ini Bandung,  karena ini Indonesia, dan karena kata-kata itu masih berkonotasi sangat saru. OK ? “. Begitulah aku menasihati adikku, yang dibalas dengan senyuman bandel adik iparku yang masih muda dan cerdas itu. Setelah itu aku memutuskan mengganti topik pembicaraan. Ogah berpanjang-panjang eh berlama-lama membahas soal kemaluan. Malu kan.


Adik iparku memang sudah benar. Dan begitulah seharusnya para ibu muda atau para orang tua muda memberikan pendidikan seks kepada anak-anaknya. Zaman sudah menjadi sedemikian maju, dan anak-anak harus dipersiapkan beradaptasi dengan perubahan yang sangat cepat itu. Pendidikan seks harus diberikan sejak dini. Anak-anak berhak mengetahui nama-nama anggota tubuh dan fungsinya, termasuk dalam bahasan ini adalah  mengenal organ genitalnya. Mereka berhak mengetahuinya, karena dengan demikian, kelak di kemudian hari  mereka diharapkan dapat menjaga, merawat, dan menghargai organ genitalnya itu dengan baik.

Saya jadi teringat pada kata-kata salah seorang dosenku. Kata beliau, ketika kita bermaksud memberikan pendidikan seks kepada anak-anak yang berusia masih sangat muda, maka biasakanlah menggunakan  nama-nama ilmiah untuk menyebut organ intim. Penyebutan kata “Kelamin” atau “Kemaluan”, hanya akan menyebabkan kebingungan pada anak tentang fakta perbedaan gender. Kata-kata tersebut boleh digunakan untuk bahasa formal, atau untuk alasan sopan santun. Dan ini yang penting dicamkan, hindarkan mengajari anak nama-nama jenis kelamin dengan bahasa daerah, karena entah apa alasannya, penggunaan bahasa daerah untuk organ kelamin akan memberikan kesan porno. Juga jangan menggunakan analogi untuk menyebut alat kelamin, semisal “burung” sebagai pengganti kata penis, dan sebagainya, karena anak akan mengalami mispersepsi. 

Yang penting diingat juga oleh para pasangan muda ketika memberikan pendidikan seks pada anak adalah, berikan penjelasan tentang masalah seksual ini dalam koridor ajaran agama yang kita anut. Hal tersebut sangat urgen mengingat anak-anak diharapkan berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan memegang teguh norma agama dalam kehidupan seksualnya ketika mereka dewasa nanti.
Selanjutnya, pendidikan seks tidak sama dengan pendidikan bercinta. Jadi jangan ajari anak umpamanya teknik foreplay, cara memuaskan istri, posisi bercinta, dsb, karena bukan itu tujuan pendidikan seks bagi anak-anak, disamping memang belum saatnya mereka mengetahui sejauh itu.

Yang ini juga penting lho, lakukan pendidikan seks ini dengan serius. Artinya, serius suasana dan serius pula ekspresi wajah ketika kita memberikan penjelasan. Sekali kita menjelaskan sambil bercanda, bergurau, main-main, maka sejengkal lagi kita akan memasuki dunia pornografi bersama anak-anak kita. Naudzubillah …
Nah, itulah petuah Bapak dosenku yang masih aku ingat sampai sekarang. Selebihnya, aku yakin banyak diantara teman-teman kompasianer yang lebih berkompeten untuk membahas tuntas masalah sex education bagi anak-anak ini.

Masalah seksualitas memang tak pernah habis dibahas. Baik secara terang-terangan atau diam-diam. Sambil cekikikan atau bisik-bisik. Di hotel berbintang, di bangku sekolah, di kantor, di angkot, atau di gang-gang sempit. Semua dengan motifnya sendiri-sendiri. Jika tidak hati-hati, bukan mustahil anak-anak kita akan terpapar “pendidikan” seks yang salah kaprah. Pastikan mereka mengetahui informasi seputar seks dari tangan pertama yang bertanggung jawab, yakni dari orang tua dan guru. Pastikan agar mereka tidak malu bertanya yang membuat mereka harus berselancar di dunia maya dan tersesat di situs mesum.
Jangan juga terlalu percaya pada buku pegangan yang tidak selektif,  seperti LKS bermasalah tempo hari yang  mengungkap soal nikah siri, istri simpanan, selingkuh, dll. Itu sih jelas-jelas ngaco. 

Dan ini yang tak kalah pentingnya : bekali diri kita dengan ilmu pendidikan seks yang benar, kemudian menyingkirkan semua rasa jengah, rikuh dan malu. Ingat, zaman sudah berubah, dan yang kita hadapi adalah buah hati kita sendiri. Mengapa harus malu.
Nah, selamat mendidik ya teman-teman :)


Salam sayang,
Anni


sumber ilustrasi gambar : 
www.wide-wallpapers.net
www.mahalo.com

No comments:

Post a Comment