Dafa
datang dari Jakarta. Meski kelulusan SMP masih beberapa bulan lagi
diumumkan, Dafa (bukan nama sebenarnya) dengan diantar kedua orang tuanya
sudah bersiap mendaftar menjadi siswa di sekolah tempatku mengajar. Takut
terlambat, dan tidak mendapatkan nomor test, katanya.
Kami
menerima Dafa beserta keluarganya dengan senang hati, lalu kami ajak mereka
berjalan-jalan keliling kampus, agar mereka mendapat gambaran, kira-kira
sekolah seperti apa yang nantinya bakal menjadi tempat Dafa belajar. Kami antar
mereka melihat-lihat asrama, kelas, laboratorium, perpustakaan, sarana olah
raga, ruang kesenian, studio musik, aula, warnet, kantin, toilet, dll, yang
kesemuanya itu dikomentari Dafa dengan antusias. Dengan kata lain, Dafa anak
tunggal yang biasa dimanja-manja oleh kedua orang tuanya itu, setuju untuk
sekolah di sini, meski harus tinggal di asrama dan terpisah jauh dari orang
tuanya di rumah. Untuk itu Dafa harus belajar ekstra keras, karena tes masuk ke
sekolah kami lumayan sulit dan saingannyapun banyak. Namun Alhamdulillah, Dafa
beruntung dapat lulus test seleksi masuk, lulus tes bebas narkoba, dan
direkomendasikan untuk diterima sebagai siswa baru berdasarkan hasil Psikotes.
Semester
berikutnya, dafa pun resmi menjadi siswa kelas X di sekolah kami. Kami para
guru sangat senang meilhat betapa sehat, optimis, dan cerianya Dafa dalam
balutan seragam putih abu-abunya yang baru. Beberapa waktu berlalu, dan
segalanya berjalan dengan lancar bagi Dafa dan teman-temannya. Hingga pada
suatu malam, kami dihebohkan oleh suara ribut- ribut yang berasal dari Asrama
siswa kelas X.
Saat
itu seluruh siswa telah menunaikan sholat Isya berjamaah di Masjid kampus,
dilanjutkan dengan makan malam di ruang makan. Hampir semua siswa berada di
ruang makan untuk menikmati makan malam, kecuali Dafa. Rupanya Dafa ingin
mengganti pakaiannya dulu dengan baju yang lebih santai agar acara makannya
lebih nikmat. Setelah selesai bersalin pakaian, Dafa harus menuruni tangga
asrama yang lumayan tinggi, lalu menyeberangi halaman yang luas untuk mencapai
ruang makan. Nah, dalam perjalanannya ke ruang makan itulah insiden keributan
seperti yang aku ceritakan tadi bermuasal. Entah
apa yang terjadi, tiba-tiba anak itu berteriak sekuat tenaga lalu berlari sekencang-kencangnya, seolah sesuatu yang mengerikan telah
mengejarnya. Dia terus berlari sambil tak henti berteriak, menendang pintu
ruang makan, lalu menabrak kursi dan meja yang ada disitu. Tak luput beberapa
temannya turut terjengkang karena diterpa begitu saja oleh tubuh gempal si Dafa
ini.
”
Astaghfirullah, Dafa ! Kamu ini apa-apaan sih ?! “, kata salah seorang guru
yang ada di ruang makan. Namun Dafa hanya bisa terduduk dengan muka pias
seperti kertas, nafas tersengal-sengal, mata melotot, sambil telunjuknya
menuding-nuding ke arah halaman.
” Dafa ! , ada apa ? Kenapa kamu teriak-teriak seperti itu ? “. tegur Pak
Hendra gurunya yang ada di ruang makan itu.
” i….i… iituu Ppaak … Itu di sanaa ….”, jawab Dafa terbata -bata. Tangannya
masih terus teracung ke arah halaman.
” Itu apa ? Ayo bilang sama Pak Hendra, jangan takut ! “
“Ituu Pak, tadi di halaman di bawah tiang bendera itu, ada hantu Pak …! “
“Haahh ?! Hantuu ??! Whua ha ha ha haaa ….!! “, tiba-tiba
meledaklah tawa anak - anak yang tahu-tahu sudah merubungi Dafa.
” Eh ngapain Lu ketawa ? Beneran, gua lihat hantu di sono no, di bawah tiang
benderaa !! “
” Bhwua ha ha ha haaa …!!! “, anak-anak kembali terpingkal-pingkal. Ah dasar anak-anak
bandel, ada teman menderita kok malah terbahak-bahak ! Hmh ….
” Sudah,sudah ! Ayo anak-anak teruskan makannya ! Dafa, kamu juga cepat makan
dulu. Setelah itu, Bapak ingin bicara dengan kamu “, kata Pak Hendra sambil
geleng-geleng kepala. Anak-anakpun bubar kembali ke tempat duduknya sambil
masih terus cekikikan.
Keesokan
harinya, di kantor, aku mendengar Pak Hendra menceritakan apa yang dialami Dafa
tadi malam. Berbagai komentar terucap dari teman-teman sesama guru. Tetapi
kebanyakan menganggap bahwa itu hanya sekedar bayangan, atau ilusi yang dilihat
Dafa. Sebagian ragu-ragu, dan sebagian lagi diam sambil berpikir. Nah aku
termasuk yang terakhir ini. Aku tidak bisa berkomentar apa-apa, karena terus
terang aku lumayan buta juga dengan sesuatu yang berkenaan dengan dunia gaib
seperti itu.
Namun
rupanya kejadiannya tidak berhenti sampai disitu saja. Hari-hari berikutnya
semakin sering Dafa melihat penampakan di berbagai tempat dan di berbagai
waktu. Tidak hanya malam hari, tetapi bisa pagi, siang sore, pokoknya kapan
saja. Kadang dia tidak merasa takut, namun dia lebih sering menampakkan reaksi
terkejut dan ketakutan. Satu dua temannya sudah mulai terpengaruh. Mereka mulai
merasa takut, bukan karena melihat sesuatu yang menakutkan, namun karena melihat
Dafa ketakutan. Pernah juga sekali aku melihat dia lari tunggang langgang
dengan mimik muka ketakutan, menyeberangi lapangan basket,lantas kabur
menuju perpustakaan. Padahal saat itu hari masih siang, saat istirahat dhuhur
dan makan siang.
Kami
para guru sudah berusaha sekeras tenaga untuk mengatasi masalah ini. Setiap
antara maghrib sampai Isya seluruh siswa (yang keseluruhannya adalah anak
laki-laki, karena kami adalah boy school ) menggelar pengajian dan doa bersama
di Masjid. Setiap anak membaca Al Quran, berdoa, dan melaksanakan ibadah-ibadah
sunah lainnya, dengan harapan semoga Allah memberikan ketenangan di hati
anak-anak remaja ini. Dafa tentu saja tak pernah absen dalam kegiatan tersebut.
Sebagai
hasilnya, anak-anak tidak lagi merasa takut, kembali ceria seperti biasanya.
Namun itu tidak terjadi pada Dafa. Dia tetap saja mengalami gangguan, sampai
kami para guru dibuat kesal oleh ulah pengganggu yang tak kasat mata itu. Apa
sih mau mereka terhadap anak yang baik ini ? Salah seorang rekan kami, guru
bahasa Indonesia yang pemberani, bahkan sempat menantang berkelahi kepada
makhluk-makhluk pengganggu itu.
” Hei kalian Jin setan merkayangan ! Sini datang kalau berani ! Duel lawan aku
! Jangan beraninya mengganggu anak kecil ! Sini datang ! Atau kamu akan
dilaknat oleh Allah ! ” begitu tantang Pak Jaka guru Bahasa Indonesia yang
mantan atlet Judo ini sambil berteriak dan bertolak pinggang ke arah kebun
kosong di belakang ruang laundry asrama. Namun teriakannya sia-sia ditelan
angin malam. Jangankan berduel, jangkrik dan tokek pun tak ada yang menjawab
tantangannya. Memang susah kalau berhadapan dengan sesuatu yang tak terindera.
Aku
sendiri memilih tidak terlalu mengomentari kejadian ini, karena memang tidak
mengerti. Dan akupun tak terlalu terpengaruh, karena aku pikir, mengapa hanya
Dafa seorang yang diganggu, sementara kami seluruh penghuni sekolah tak ada
yang mengalami kejadian serupa itu ? Aku tidak menganggap Dafa sedang berbohong
atau mencari sensasi, aku hanya merasa heran saja. Namun ada satu lebih
tepatnya dua peristiwa yang sempat membuat bulu kudukku meremang.
Kejadian
pertama, ketika seusai jam pelajaran, aku keluar kelas, berjalan di koridor
untuk pindah ke kelas berikutnya, dan bertemu Dafa di sana. Dafa menatapku
dengan heran. Dia bertanya padaku, ” Bu Anni, dari mana ?”, tanyanya.
” Dari kelas XI. IPA 1. Memangnya kenapa, Dafa ?”
” Lho, bukannya bu anni barusan sedang duduk di tangga masjid ? Pake baju biru
? ” (Saat itu ku pakai seragam batik berwarna cokelat ).
” Ah, dari tadi bu anni di kelas, gak kemana-mana kok ! “
“Yahh Bu, jangan becanda dong Buu …”
” Lho, bu anni serius kok. Kamu tuh yang jangan becanda “, balasku sambil
meninggalkan dia yang terbengong sendirian di koridor. Sambil berlalu, tak
urung bulu kudukku meremang juga. Hadehh …
Kejadian kedua, pada saat aku mengajar di kelas dia. Kuperhatikan, sepanjang
pelajaran dia terus menunduk. Sesekali mencatat dan membaca buku paket, namun
kepalanya terus menunduk tak mau memandangku yang berdiri di depan kelas. Jika
kutegur, dia akan memandangku sekilas, namun akan kembali tertunduk. Seusai
pelajaran, aku panggil dia, dan kutanya, mengapa dia terus-terusan menunduk.
Dan tahu kah teman-teman apa jawabannya ? Dia bilang, ” itu Bu, ada orang yang
badannya terbalik. Kepalanya di bawah, kakinya di atas, itu di pinggir white
board ! “
” Hah ? Apa kamu bilang ??” (Gubraakks ! )
2
bulan telah berlalu dan gangguan terhadap Dafa masih terus berlangsung. Orang
tuanya sudah kami panggil dan merekapun merasa heran dengan peristiwa yang
menimpa anaknya. Namun demikian mereka tetap mempercayakan anak tunggal mereka
berada di bawah pengasuhan kami. Sampai suatu ketika di hari Minggu, satu
mobil penuh berisi penumpang, berhenti di pelataran sekolah . Seluruh
penumpangnya keluar, dan ternyata mereka adalah sanak keluarga Dafa yang
bermaksud menengok anak itu, karena sudah 3 bulan mereka tidak bertemu dafa
yang bersekolah di boarding school.Selain
Ayah dan ibunya, turut serta paman, tante, sepupu,
dan kakek neneknya. Kepala
asrama menemui mereka, ngobrol sekedar beramah tamah,dan dari obrolan itu,
barulah kami tahu duduk masalah dari segala kekacauan ini. Rupanya sang Kakek
yang sangat sayang pada cucu nya ini, merasa khawatir akan keselamatan sang
Cucu kesayangannya ini selama menuntut ilmu di daerah pedalaman Sukabumi,
sehingga sang Kakek tanpa sepengetahuan Dafa dan kedua orang tuanya, membekali
sang Cucu dengan 2 orang eh dua sosok Jin yang bertugas menjaga dan mengawal
sang Cucu dimanapun berada, dan menjaganya dari segala gangguan !
Oalah
Mbah, Mbah … Lha minta perlindungan kok ya sama Jin, makhluk yang sama sekali
tidak bisa dipercaya. Terbukti bukan, bukannya menjaga, para jin itu malah
mengganggu tuan kecilnya. Ah kasihan sekali Dafa. Akhirnya tahulah kami bahwa
selama ini yang selalu membuat Dafa ketakutan adalah penampakan jin-jin
peliharaan dan suruhan kakeknya itu. Selanjutnya Kami dan orang tua Dafa
meminta sang Kakek untuk memanggil pulang para jin tersebut, yang langsung
disanggupi oleh Kakek. Kamipun menasehati agar kita hanya meminta perlindungan
kepada Allah semata, cukup Allah saja.
Semenjak
itu, segala gangguan langsung berhenti total, sampai Dafa lulus dari sekolah
ini. Sekarang dia sudah duduk di smester 7 di institut cap gajah di Bandung, he
he …
Ada-ada saja. Hari gini, ketika semua orang sudah bersentuhan dengan dunia
virtual, eh ternyata masih saja ada orang yang setia bersentuhan dengan dunia
lain. Meskipun kalau dipikir-pikir, keduanyapun sama tak nyatanya sih :)
Nah
begitu ceritanya teman-teman. Terdengar seperti acara Believe it or not ya ?
Tapi memang begitulah kenyataannya. Percaya nggak percaya. Tapi memang beneran
ada. Semoga ceritaku ini bermanfaat bagi teman-teman semua.
Salam
sayang,
Anni
sumber gambar : www.studiospiyo.com
No comments:
Post a Comment