www,clipartof.com
Aku
beranjak dari sofa tempat aku sedang asyik membaca buku, ketika terdengar
ketukan di pintu depan. Kubukakan pintu, dan seseorang mengantarkan sepucuk
kartu undangan pernikahan yang berdesain sangat menawan. Hmh
… indah sekali kartu ini. Siapa gerangan yang menikah dan mengundangku ?
batinku sambil meneliti kartu itu. Ukurannya lumayan besar, sekitar 30 cm x 20
cm. Berwana kuning gold berhias renda cantk dari katun kurasa, berwarna
burgundi dengan pita mungil berwarna senada yang dijahit miring di sudut
kartu.. Ketika kartu itu kukeluarkan dari sampul plastiknya, aroma musk yang
hangat menguar dari dalam kartu. Benar-benar kartu undangan pernikahan yang
mewah dan indah, pikirku.
Kubaca
nama pengirimnya : Vita dan Andre, dari keluarga Affandi. Oh ternyata
tetanggaku yang tinggal satu kompleks namun berbeda blok.
Aku sebetulnya kurang
mengenal keluarga ini. Tapi dalam beberapa kesempatan aku pernah bertemu dan
mengobrol dengan bu Affandi. Orangnya cukup baik dan ramah. Usianya kira-kira
55 tahun, tapi masih terlihat cantik dan awet muda. Bu Affandi termasuk ibu-ibu
gaul kurasa, menilik dari gaya berpakaiannya yang selalu trendy, tatanan rambut
yang selalu berganti potongan dan berganti warna, serta dari cara
bicaranya yang sangat “masa kini”. Keluarga Affandi punya 3 anak,
Vita adalah anak yang paling besar dan bekerja di Australia. Pak Affandi
bekerja sebagai pelaut. Hanya itu yang aku tahu tentang keluarga Affandi.
Pernah
sekali waktu, aku mendengar seorang tetangga berkata tentang hal-hal yang
sangat buruk tentang bu Affandi, sampai aku merasa jengah dan merasa harus
menghindar dari pembicaraan itu. Aku benar-benar tidak suka melibatkan diri
dalam pembicaraan yang aku anggap hanya gosip yang tak ada gunanya itu. Apa
pentingnya mengetahui keburukan seseorang sampai sedemikian rupa ? Sama sekali
bukan urusan kita, kan ya ?
Tak
lama berselang, aku mendengar berita tentang perceraian keluarga Affandi. Aku
jadi melamun. Kasihan sekali Vita. Mau menikah disaat kedua orang tuanya baru
saja berpisah. Namun tentu saja masalah tersebut tak seharusnya menjadi
penghalang bagi dua insan yang sudah berniat untuk membina rumah tangga. Dan
rencana pernikahanpun disusun dengan apik, termasuk menyebar kartu undangan
yang indah itu.
Beberapa
hari yang lalu bu affandi meminta aku dan suamiku untuk turut serta dalam
rombongan keluarga mempelai putri, dan kami menyanggupi permintaan itu. Sejak
pagi kami sudah berdandan rapi dan siap berangkat. Ketika saat yang dinanti
tiba, aku dan suamiku berada dalam satu mobil dengan para tetangga yang
sama-sama diminta untuk menjadi rombongan mempelai putri. Jadi aku belum
melihat bagaimana penampilan sang Ratu sehari itu.
Sesampainya
di gedung tempat pernikahan dan resepsi dilangsungkan, kami segera ditempatkan
di deretan kursi yang letaknya sangat dekat dengan meja rendah tempat pengantin
akan mengucapkan ijab kabul. Sambil menunggu acara,dimulai, iseng-iseng aku
memperhatikan dekorasi gedung itu. Warna gold, burgundi dan maroon
mendominasi ruangan. Semuanya serba gemerlap, rapi, elok, dan indah. Pernikahan
ini tentu akan digelar dengan sangat mewah dan elegan.
Tak
lama kemudian rombongan pengantin priapun tiba. Kulihat Andre, sang pengantin
laki-laki, tampak agak kikuk dan nervous dalam pakaian adat Sunda berwarna
putih bertabur payet yang sangat mewah. Anak muda yang tampan dan berbahagia.
Wajahnya memancarkan hati yang baik kurasa. Tapi itu belum seberapa, dibanding
ketika mempelai putri hadir ke dalam ruangan. Ah Vita benar-benar bidadari yang
cantik luar biasa. Busana pengantin adat Sunda berwarna broken white dengan
desain yang sangat indah, membalut tubuhnya yang ramping semampai. Tata
rias wajahnya tidak berlebihan, namun semakin memancarkan kecantikannya yang
luar biasa. Sekilas kulirik pasangan Affandi yang sudah bercerai. Mereka tampak
menundukkan wajah mereka dalam-dalam seolah menyembunyikan kegalauan di hati
mereka.
Dan
ijab kabulpun dimulailah. Namun yang terjadi beberapa menit setelah ini,
benar-benar diluar dugaanku, dan dugaan kami semua para undangan yang sengaja
hadir menyaksikan peristiwa sakral itu. Acara yang seharusnya berlangsung
khidmat dan sarat dengan kebahagiaan serta keharuan, berubah menjadi peristiwa
menyedihkan yang penuh dengan isak tangis dan menjadi ajang membuka aib yang
sungguh memalukan yang aku tak sanggup membayangkan harus aku saksikan dengan
mata kepalaku sendiri.
Kejadiannya
begini. Ketika Pak Penghulu memeriksa identitas calon mempelai, Pak Penghulu
bertanya pada calon mempelai putri, benarkah Pak Affandi adalah Ayah kandung
Vita ? Yang dijawab “Benar” oleh Vita. Namun apa yang terjadi ? Tiba-tiba Pak
Affandi menyela, dan berbicara sambil terbata-bata, bahwa Vita bukan anak
kandungnya ! Mendengar ini, Pak Penghulu terdiam, sementara bu Affandi
dan Vita tampak sangat shock, sangat terpukul .
“Papa, apa maksud Papa ? Kenapa Papa ngomong seperti itu ? Kenapa Papa bilang
Vita bukan anak Papa ? Kenapa Pa ? “, tanya Vita sambil menangis. Pak
Affandi tak sanggup menjawab. Air mata mengalir di pipinya yang terlihat tua.
“Silahkan dijawab pertanyaan Neng Vita, Pak Affandi “, pinta Pak Penghulu
memecah keheningan.
Sejenak Pak Affandi menghela nafas panjang, menenangkan
diri, mengusap wajahnya, lalu berucap perlahan,
” Maafkan Papa, Vita. Meskipun
Papa sangat sayang sama Vita, tapi Vita memang bukan anak kandung Papa. Mamamu
menikah dengan Papa dalam keadaan mengandung, tapi bukan dengan Papa. Mamamu
tidak pernah mengatakan siapa Ayah dari bayi yang dikandungnya itu, karena
setiap Papa tanya, Mama selalu mengancam akan bunuh diri. Akhirnya Papa
berhenti bertanya karena Papa sangat mencintai Mamamu, dan berjanji akan
menyayangi bayi yang dikandungnya itu seperti anakku sendiri. Maafkan
Papa, Vita ! Papa tidak berhak menjadi walimu “
” Papa !! Kenapa Papa begitu sama Vita ??!! “, raung Vita sambil menutup
wajahnya dengan selendang putihnya.
” Affandi !! Tutup mulutmu ! Lancang sekali kamu berkata seperti itu !! “,
teriak bu Affandi sambil bangkit dan berusaha menjangkau Pak Affandi.
Ya
Allah, ini benar-benar seperti adegan sinetron yang tidak lucu yang harus
aku saksikan. Aku sudah tidak tahan lagi menyaksikan saling buka aib diantara
keluarga itu yang semakin membuat terpuruk Vita sang calon pengantin yang
malang. Ekspresi tegang tampak jelas di wajah-wajah rombongan keluarga
pengantin laki-laki. Apalagi Andre. Wajahnya pucat pasi putih merah biru sudah
tak keruan lagi. Benar-benar dunno what to do.
Di
tengah kekacauan itu, suamiku menggamit lenganku dan berbisik, ” Bu, kita
pulang aja yuk, nggak enak dengerin orang berantem “. Benar juga pikirku.
Akhirnya, kamipun kabur dari gedung itu tanpa sempat menyaksikan acara ijba
kabul berlangsung. Kami pulang dengan taxi. Dan di dalam Taxi, kami hanya bisa
terdiam, karena terus terang kamipun merasa shock dengan kejadian barusan.
Benar-benar di luar akal sehat, tidak dewasa, dan memalukan. Mengapa mereka
tidak memikirkan kepentingan anak ? Mengapa harus berbohong ? Mengapa harus
jujur tapi tidak pada tempatnya ? Mengapa harus … Ah sudahlah, jadi speechless
gini …
Sumpah,
kapok beneran deh kalau aku harus mengalami kejadian ini sampai dua kali. naudzubillah
…
Sampai sekarangpun aku masih mengurut dada kalau ingat kejadian itu. Semoga
tidak terulang lagi dimanapun juga, semoga semua orang menyadari betapa
pentingnya selalu mengedepankan kedewasaan dan kewarasan, semoga Vita dan Andre
yang kata tetangga akhirnya menikah dengan wali Hakim, berbahagia selamanya,
aamiin ….
Sudah ah, kalau diteruskan bisa-bisa aku esmosi nih. Nggak baik kan
ngambek-ngambek, padahal besok libur :)
Selamat
liburan ya teman-teman, selamat menghadiri kondangan, jangan takut … he he …
salam
sayang,
anni
#
semua nama (kecuali anni ) bukan nama sebenarnya, namun peristiwanya
benar-benar terjadi.
Powered by Telkomsel BlackBerry®
No comments:
Post a Comment