Kalau dipikir-pikir, zaman sekarang apa
sih yang tidak dihutangkan ? atau dengan kalimat lain, siapa sih
orangnya yang sama sekali tidak pernah bersentuhan dengan hutang ?.
Sekarang ini segala sesuatu dapat diperoleh dengan jalan berhutang. Dari
mulai membeli rumah, tanah, mobil, motor, perabot rumah tangga, baju,
perhiasan, tas-sepatu, dll, semua bisa diperoleh dengan cara berhutang,
alias membeli dengan cara mencicil. Bahkan uang kuliah pun, sekarang
bisa dicicil lho !
Membeli barang dengan mengangsur atau
meminjam sejumlah uang untuk keperluan tertentu atau berhutang,
sebetulnya merupakan hal yang biasa dan bukan masalah, selama transaksi
hutang-piutang tersebut berjalan lancar. Persoalan akan muncul jika
pihak debitur ( pihak yang berhutang ) punya penyakit sangat hobi
berhutang, namun sangat sulit memenuhi kewajibannya, yakni membayar
hutang.
Kok Galakkan dia ?
Lumayan sering saya mendengar keluh
kesah kerabat dan teman-teman yang bisnisnya tersendat gara-gara terlalu
banyak piutang yang sulit ditagihkan. Salah seorang kerabat saya masih
dalam taraf merangkak dalam membangun rumah tangganya yang relatif baru.
Dia mencoba berbisnis kosmetik untuk membantu keuangan
rumah-tangganya.Bisnisnya berjalan dengan lancar dan omsetnya terus
meningkat dari waktu ke waktu. Namun baru memasuki bulan keenam,
bisnisnya mulai tersendat, sebab terlalu banyak klien nya yang sangat
sulit membayar hutang. Padahal saat membeli produk kosmetik yang
ditawarkan, kliennya yang seratus persen ibu-ibu itu, memborong
bermacam-macam barang dengan penuh kepercayaan diri, seolah mereka itu
berdompet tebal saja.
Itu baru satu contoh. Saya masih dapat
menyebutkan banyak contoh lain orang-orang yang mengalami nasib serupa
dengan kerabat saya itu, mengalami ketidak lancaran bisnis sebab piutang
yang sulit sulit ditagih. Lucunya, atau ironisnya, kegagalan menagih
hutang tersebut disebabkan para pebisnis kecil-kecilan itu tidak tahan
saat setiap kali menagih hutang, selalu mendapat jawaban bahkan
perlakuan yang tidak mengenakkan dari pardebitur. Mereka juga tidak
tahan jika harus bolak-balik menagih hutang, lalu harus pulang dengan
tangan hampa dan membawa hati yang dongkol bukan main.
Orang-orang yang berhutang itu, setiap
kali ditagih, selalu menjawab, ” belum ada uang, insyaallah akan saya
bayar bulan depan “. Namun kenyataannya, saat bulan depan ditagih,
jawabannya selalu sama, ” akan dibayar bulan depan “. Bulan berikutnya
masih juga berjanji membayar bulan depan, begitu dan begitu terus.
Mungkin maksud sesungguhnya dari kata ” akan membayar bulan depan”
adalah, akan membayar hutang saat hari kiamat tiba nanti.
Siapapun akan jera jika harus menagih
hutang dan mendapat jawaban seperti itu. Tidak mungkinlah kalau harus
menagih hutang sambil nyolot apalagi main otot , karena teman-teman saya
itu bukan preman debt collector. Belum lagi proses menagih hutang kan
perlu biaya. Biaya transport untuk naik angkot, naik ojek, atau ongkos
membeli bensin, dll. Semuanya perlu biaya, sementara piutang tak
dibayar. Bagaimana tidak jera kalau begini caranya.
Menurut penuturan teman-teman saya,
jawaban ” Nanti dibayar ” dari para debitur saat ditagih hutang adalah
jawaban yang masih sangat sopan. Yang gawat dan bikin nangis adalah jika
saat ditagih hutangnya, para debitur itu malah membentak atau
memperlakukan dengan kasar teman-teman saya itu
Seorang teman sampai pulang sambil
menangis saat mendapat jawaban, “Bawel banget nih orang, lu gak percaya
sama gua ? kan gua udah bilang, nanti ! lu budek ya ?! “.
Astaghfirullah, ya jelas saja teman saya yang sangat anggun, lemah
lembut, dan keibuan itu cuma bisa tertegun dan menangis tanpa bisa
melawan sedikitpun.
Teman saya yang lainnya lagi bercerita,
saat dia menagih hutang pada seorang ibu yang memborong dagangannya,
malah menerima jawaban seperti ini, ” Bosen banget lihat tampang nih
orang ! gak ngerti apa gua lagi gak ada duit ?! nagih kagak ada
telatnya! “. Teman saya sampai ternganga mendengar jawaban yang sangat
sopan itu. Tapi teman saya yang ini agak berbeda. Dia melawan saat
dibully oleh debiturnya dengan kata-kata seperti itu. Namun saat dia
mendengar sang debitur menjawab kasar, ” Lama-lama gua tonjok juga nih !
“, teman saya memutuskan untuk pergi saja dari tempat itu daripada
terus berdebat dengan debitur preman semacam ini.
Mendengar cerita teman-teman dan
kerabatku, saya jadi mikir, kok dia yang berhutang dia juga yang nyolot
?. Tapi sekarang saya mengerti, pantas saja banyak kreditur sampai
merasa harus menyewa debt collector yang tak sungkan mencabut nyawa
debitur nakal, kalau begini caranya. Meskipun demikian saya tetap anti
pada jalan kekerasan untuk tujuan apapun dan dengan alasan apapun.
Sungguh buruk karakter orang yang sulit membayar hutang .
Bantulah sesuai kemampuanmu dengan hati
yang tulus -ikhlas, orang yang membutuhkan pertolongan. Pinjamilah
barang atau uang kepada orang yang datang meminjam kepadamu. Sebaliknya,
kembalikanlah segala sesuatu yang telah engkau pinjam sesegera mungkin,
dan dalam kondisi sebagaimana semula, kemudian berterimakasihlah.
Begitulah agama, etika, budaya, dan adat istiadat mengajarkan kita.
Menunda-nunda membayar hutang adalah
karakter yang buruk. Dan menunda-nunda membayar hutang seraya
berkata-kata kasar adalah karakter yang luar biasa buruk. Pada umumnya
jika tidak karena sedang terpepet, manusia memiliki rasa sungkan, malu,
gengsi, jika harus berhutang. Rasanya harga diri ini tak tahu harus
disembunyikan dimana.
Sebetulnya tidak ada yang salah dengan
berhutang. Toh ini adalah perbuatan yang halal. Kalaupun kemudian orang
merasa malu, wajar saja karena setiap manusia tak ingin terlihat
berkekurangan dihadapan orang lain. Agar tak kehilangan harga diri, maka
tak ada jalan lain, bayarlah segera hutang itu, dan jika belum dapat
membayar, minta maaflah sambil teruslah berusaha sekuat tenaga untuk
melunasi semua hutang-hutang itu.
Menolak membayar hutang dengan kata-kata
kasar adalah satu cara yang sangat efektif untuk menunjukkan rendahnya
martabat seorang manusia. Tak ada norma apapun yang akan membenarkannya.
Bahkan dalam skala besar, seorang pengemplang hutang diancam dengan
hukuman yang sangat berat. Masih ingat kasus BLBI yang mengirim para
pejabat pengemplang hutang ke hotel prodeo, kan ?
Akan sangat besar dosa seseorang, jika
karena karakter buruknya itu sampai membuat orang lain mengalami
kesusahan, semisal mengalami kebangkrutan usaha. Kalau memang belum bisa
membayar hutang, setidaknya bayarlah kekecewaan hati sang kreditur
dengan kata-kata yang sopan dan perilaku yang santun. Jangan sampai
sudah buruk laku, buruk hati pula.
Salam sayang,
Anni
No comments:
Post a Comment