Kabar menggemparkan
beberapa hari lalu perihal penangkapan ketua Mahkamah konstitusi masih bergaung
hingga hari ini. Boleh jadi gaung yang menyakitkan hati dan telinga seluruh
rakyat Indonesia itu tak akan jua mereda sebelum hakim mengetuk palu
menjatuhkan vonis dengan hukuman yang seberat-beratnya.
Meski berita tentang
penangkapan koruptor sudah bukan barang baru lagi di negeri ini, namun kabar
penangkapan Akil Muhtar sungguh mencengangkan dan mengguncang hati masyarakat.
Bagaimana tidak, Akil Muhtar bukan sembarang pejabat. Dia adalah ketua Mahkamah
Konstitusi, satu lembaga tinggi negara yang seharusnya berada di garda
terdepan dalam hal penegakkan hukum dan konstitusi di Indonesia.
Korupsi Menyapu Bersih
Putra Terbaik Bangsa
Setiap saya mengikuti
kelanjutan berita tentang kasus AM ini, ada seperti perasaan sedih, kecewa,
kesal, yang menyesaki dada saya. Banyangkan saja, AM ini seorang ahli hukum,
yang mengerti betul apa arti pelanggaran hukum, apa arti tindak pidana, dan apa
konsekuensi yang harus ditanggung seorang pejabat publik yang menyalahgunakan
jabatannya.
Melihat latar belakang
pendidikannya serta rekam jejak karirnya di dunia penegakkan hukum, seseorang
seperti AM seharusnya menjadi tumpuan harapan segenap bangsa Indonesia untuk
membersihkan negeri ini dari segala bentuk kejahatan. Baik kejahatan kerah biru
yang dilakukan rakyat kecil, maupun kejahatan kerah putih yang biasa dilakukan
rakyat besar.
Tapi siapa nyana, AM
bukanlah seseorang seperti yang kita harapkan. Segala kepandaian dan jabatannya
malah membuatnya begitu leluasa mengeruk harta rakyat seolah negeri ini adalah
gudang harta milik nenek moyangnya yang dapat leluasa dikuras semau-maunya
sendiri.
Perasaan sesak yang
sama juga saya rasakan sewaktu mengikuti berita penangkapan Prof Rudi
Rubiandini terkait kasus korupsi di lembaga yang dipimpinnya. Sungguh tak
terbayangkan, seorang cendekia seperti Prof Rudi akan ditangkap dengan status
yang sangat nista seperti itu. Ditangkap sebagai koruptor sang pencuri uang
rakyat ! mencuri uang negara dengan jumlah yang membuat perut rakyat Indonesia
serasa mual ingin muntah saat mendengar betapa besar jumlah uang yang telah dia
tilap ke kantongnya sendiri.
Akil dan Rudi bukan
sembarang orang di negeri ini, sebagaimana bukan sembarang orang pula Andi
Malarangeng, Anas, Luthfi Hasan, Miranda, dll, yang terkena kasus korupsi.
Mereka adalah putra-putra terbaik bangsa ini, yang kemungkinan besar adalah
siswa-siswa terbaik di sekolahnya saat bersekolah dulu, mahasiswa paling aktif
dan cemerlang di kampusnya, anak kebanggaan keluarga. Boleh jadi dahulu mereka
adalah anak muda yang selalu dijadikan teladan di lingkungannya, anak muda yang
berjiwa pembaharu yang tak sabar ingin memperbaiki negeri ini, lalu menjelma
menjadi pekerja yang ulet, tangguh dan berprestasi, hingga karirnya melesat
dengan pesat.
Namun apa mau dikata,
gelap sudah mata Akil, Rudi, dkk, oleh harta dan tahta sehingga tak
lagi mengindahkan etika, moral, sumpah jabatan, dan amanah yang diembankan
rakyat Indonesia ke pundak mereka. Rupanya rakyat Indonesia belum dapat
mengharap terlalu banyak dan bermimpi terlalu jauh tentang kemajuan negerinya,
karena kontribusi apa yang bisa diharapkan dari orang-orang yang akan
mendekam dalam waktu lama - kalau perlu sampai mati - di dalam penjara ? Tidak
ada !. Sungguh pantas jika orang - orang yang telah menghianati kepercayaan
bangsa Indonesia seperti itu diganjar dengan hukuman yang seberat - beratnya !
Saat perilaku korupsi sudah mengkristal
Masih terbayang jelas
dalam ingatan kolektif bangsa Indonesia suasana eforia reformasi di tahun 1998
lampau. Ratusan ribu mahasiswa dari seluruh penjuru Indonesia turun ke jalan
menuntut Soeharto lengser dari kursi kepresidenannya. Lalu tuntutan mereka berhasil,
dan kita memasuki era reformasi. Namun mengapa hingga kini reformasi seperti
tak mendapatkan bentuknya ?
Kemanakah perginya
angkatan 98 yang haru biru itu ? kemana gerangan menghilangnya gaung suara
mereka yang dulu begitu keras untuk menuntut perbaikan Indonesia ?
apakah setelah mereka kini mengisi kursi trias politika di seluruh
negeri, segala idealisme perjuangan telah mereka lupakan begitu saja ?
Mungkinkah setelah mereka menduduki jabatan penting justru mereka telah
menjelma menjadi koruptor generasi baru yang modus operandinya lebih canggih
dari koruptor generasi lama ?
Saya sampai berpikir, OK, selesai sudah masa depan Indonesia. Habis sudah
anak-anak terbaik bangsa ini terlibas oleh kasus korupsi. Sungguh dahsyat dua Ta merusak moral bangsa
kita : harta dan tahta. Saya tak mau menambahkannya dengan Ta yang ketiga yaitu
wanita. Bukan karena saya wanita, namun lebih karena saya ingin masyarakat tahu
menghargai kaum wanita sebagai kaum ibu, kaum saudara-saudara, dan anak-anak
perempuan kita. Sangat tak pantas jika kita menempatkan kaum orang-orang yang
sangat kita hormati dan cintai itu sebagai racun atau kuman
penyebab sakitnya bangsa ini.
Banyak sudah teori
yang dikemukakan para sosiolog, para kriminolog, ahli hukum, budayawan, dll,
tentang akar masalah mewabahnya perilaku korupsi di negeri kita. Teori dan
pendapatnya beragam sesuai dengan bidang kajian mereka. Namun satu hal
mengerucut menjadi satu : ada yang salah dengan kultur bangsa ini. Jiwa feodal
yang berakar kuat, kemunafikan, senang dipuji, hilangnya rasa malu, ajaran
agama yang hanya dipakai di rumah ibadah, hukum yang bisa dibeli, dan
menjadikan kekayaan sebagai standar kesuksesan yang membuat manusia menjadi
materialistik. Itulah akar dari segala perbuatan korupsi di Indonesia.
Terbayang sudah
bagaimana besar dan rumitnya kesulitan yang dihadapi dalam upaya pemberantasan
korupsi di Indonesia, sebab yang harus dilawan adalah sebuah “budaya” yang
sudah sudah mengkristal di alam bawah sadar sebagian besar masyarakat
Indonesia. Entah harus memulai mengurai dari mana.
Meski sedikit, namun
masih ada harapan yang tersisa.
Sebagai seorang ibu
dari dua gadis remaja yang sangat kritis menilai orang dewasa, dan seorang ibu
guru dari anak-anak SMA yang juga sangat kritis dalam menilai segala kejadian
yang berlangsung di sekitarnya, sangat, sangat sulit bagi saya untuk menjawab
pertanyaan krusial anak-anak muda masa kini yang sangat cerdas dan selalu penuh
rasa ingin tahu itu : masih adakah manfaatnya, masih adakah gunanya tinggal di Indonesia,
negeri yang sebagian besar pemimpinnya berhati culas ?
Bagaimana saya harus
bersilat lidah menjawab pertanyaan semacam itu ? Pertanyaan yang sesungguhnya
juga berkecamuk di hati saya dan saya benarkan ?. Sangat tidak mungkin
saya menjawab tak ada gunanya lagi, bukan ? sebab hilang sudah fungsi
saya sebagai seorang ibu dan pendidik yang harus menanamkan kecintaan terhadap
kampung halaman kepada anak-anaknya, jika saya menjawab seperti itu.
Saya hanya dapat
mengatakan kepada anak-anak yang menjadi harapan terakhir kita ini, ” Negeri
kita masih dapat diperbaiki, jika kalian nanti yang memimpin negeri ini, dan
menjadi warga negara dengan akhlak yang mulia, perilaku yang jujur dan
terhormat. Yang berani mengatakan tidak terhadap godaan harta dan tahta. Yang
menjadikan Allah sebagai Tuhanmu, alih-alih segala harta yang ada di di seatero
langit dan bumi ini . Tuntutlah ilmu setinggi-tingginya, dan kalian akan tahu,
mana yang baik dan mana yang buruk. Dan ilmu itu, tak hanya bisa kalian
dapatkan di bangku sekolah. Carilah juga di tengah-tengah rakyat miskin ! “
Lalu kulihat mata
mereka berpendar, berbinar. Saya masih melihat ada harapan bagi masa depan
bangsa kita melalui pijar mata anak-anak muda yang masih bersih ini.
Bagaimanapun, bangsa Indonesia harus terus berjalan, dan tak boleh mati hanya
karena perilaku buruk sebagian warga negaranya. Masih banyak orang Indonesia
yang jujur, baik, dan sanggup bekerja keras untuk memperbaiki bangsa ini dari
keterpurukan moral. Sekian catatan saya, semoga bermanfaat. Selamat mendidik
anak-anak tercinta teman-teman !
Salam sayang,
Anni
saur sepuh mah "hati2 dg 3 ta" tahta, harta dan wanita. Ketika kita punya tahta (kekuasaan) maka 2 ta yg lain itu godaannya sangat dekat sekali, siapapun akan kalau ga dibarengi dg iman maka akan tergoda, karena orang yg punya harta tapi ga punya tahta, maka dia akan berusaha agar kemauannya bisa tercapai maka hartanya akan dia gunakan untuk menyuap yg bertahta, bila perlu ditambah bonus dg wanita.
ReplyDeletekang Adang ...
Deleteditambah tipisnya moral dan keimanan. Klop sudah !