Anak
bungsuku biasa dipanggil Ade. Dia gadis remaja cantik yang duduk di kelas 10
SMA. Aku setengah ragu, Ade juga setengah ragu bahwa Ade adalah anak indigo.
Aku tak begitu tertarik sebetulnya dengan fenomena Indigo ini, karena
permasalahan indigo masuk ke dalam ranah Psikologi bahkan lebih jauh lagi masuk
ke dalam pembahasan Metafisika, bidang-bidang yang kurang aku pahami.
Awalnya, Ade
anak penyuka pelajaran Biologi dan Fisika ini mengalami berbagai kejadian tak
biasa yang sangat khas dialami oleh anak indigo, yang membawaku membaca
berbagai artikel dan referensi tentang fenomena indigo tersebut. Semakin
banyak referensi yang aku baca, semakin aku memahami makna peristiwa yang
dialami Ade. Hanya saja aku belum dapat sepenuhnya menyimpulkan bahwa Ade
adalah anak Indigo, karena Ade hanya memiliki sebagian saja dari ciri anak
indigo.
Keistimewaan
anakku yang berumur 15 tahun ini adalah mudahnya dia melihat makhluk halus. Ade
tidak hanya dapat merasakan kehadiran makhluk halus, tapi diapun dapat dengan
mudah melihat sosok mereka. Di semua tempat dia dapat merasakan dan melihat
kehadiran makhluk tak kasat mata ini. Di rumah, di sekolah, di mall, di
restoran, di hotel, di gerbang tol, bahkan ketika berada di luar negeri
sekalipun, Ade dapat melihat mereka.
Pengalaman
pertamanya adalah ketika Ade berusia 4 tahun dan belum masuk TK. Pada suatu
pagi dengan santai dia mengatakan padaku bahwa tadi malam dia melihat ” orang
jelek”, sedang berdiri di dekat meja komputer. Tadinya aku tak begitu serius
menanggapi pembicaraannya. Namun ketika dia berulang kali menceritakan hal yang
sama kepada Ayahnya, kepada kakaknya, dan kepada orang-orang lainnya, aku baru
sadar bahwa Ade serius dengan ceritanya. Lalu
suamiku bertanya padanya, ” Ade takut nggak ? “, yang dijawab dengan ” Iya, Ade
takut “. Mendengar itu aku marah sekali pada makhluk-makhluk yang telah membuat
anak sekecil itu ketakutan. Tapi aku tentu saja tak bisa berbuat apa-apa
kecuali meminta perlindungan pada Allah.
Namanya juga
anak kecil, dia sering menceritakan penampakkan makhluk-makhluk itu dengan gaya
yang sangat enteng tanpa beban sedikitpun. Padahal kami orang dewasa yang
mendengarnya sampai merinding-rinding, meremang bulu kuduk dibuatnya. Kadang
aku berpikir, jangan-jangan ini anak sedang berkhayal, seperti yang lazim
dilakukan oleh anak-anak seusianya. Namun mendengar konsistensi dia dalam
menceritakan penglihatannya, aku memilih percaya pada Ade, begitu juga suamiku,
sambil terus berdoa agar Allah selalu melindungi Ade.
Semakin
bertambah usianya, semakin banyak penampakan yang dilihat Ade. Hanya saja
kelihatannya Ade sudah lebih terbiasa, dan tidak merasa takut lagi, karena si ”
orang jelek ” yang dulu dilihatnya itu sudah tidak pernah menampakkan diri
lagi.
Pernah suatu kali, Ade bercerita pada Ibuku, ” Mbah, kemarin malam waktu kita
makan (di restoran Sunda Rasa - Cianjur ), Ade ngliat ada orang yang rambutnya
panjang sampai ke kaki, berdiri di dekat jendela “, santai banget dia ngomong
gitu. Ibuku langsung terperanjat, ” ah dimana ? kok Mbah nggak lihat ?”
“Iya Mbah, Ayah sama Ibu juga suka nggak bisa lihat”, jawabnya kalem.
” Rambut panjang gimana, De ? Laki-laki apa perempuan ? “, Ibuku makin
penasaran.
” Perempuan Mbah, pakai baju jelek”.
Haduh, aku dan ibuku sampai mau pingsan mendengarnya. Serem abis.
Hari- hari
berikutnya dia bercerita tentang laki-laki Belanda dengan wajah berdarah-darah,
menempel di AC di dinding ruang kelas bimbel Ganesha Operation tempat dia les.
Dia juga melihat beragam penampakan, dari mulai yang sosoknya jelas sampai yang
hanya berupa bayangan, kabut, cahaya, atau asap, di berbagai tempat. Melihat
dua sosok hitam di sekolah sekolah SMP nya ketika dia mengikuti kegiatan OSIS,
dan masih banyak lagi.
Aku jadi
senewen sendiri mendengarnya, tapi lagi-lagi tak ada yang bisa kulakukan
kecuali protes kepada suamiku, agar ia sebagai kepala keluarga menghentikan
semua kekacauan ini. Namun suamiku bergeming. Dia bilang, Allah memang
menciptakan makhluk halus. Masalahnya, mengapa ada orang yang bisa melihat dan
mengapa orang lainnya tak bisa melihat para lelembut ini.
Kata
suamiku, yang perlu dilakukan adalah bagaimana caranya agar Ade tidak pernah
merasa takut, sekaligus berusaha mengurangi bahkan jika mungkin menghilangkan sama
sekali ” kemampuan ” yang tidak bermanfaat itu.
Sejauh
ini cara ” pertahanan ” yang diajarkan suamiku pada anak bungsu kami
hanyalah sebatas menimbulkan keyakinan, keberanian, dan sugesti di dalam diri
Ade, bahwa makhluk yang dilihat itu adalah sebangsa Jin, makhluk ciptaan Allah
yang levelnya lebih rendah dari manusia. Jadi kita tak perlu merasa takut.
” Kalau Ade melihat dia lagi, bentak aja, De ! marahi-marahin mereka dengan
kata-kata yang kasar ! suruh berantem sama Ayah kalau dia berani, gitu aja De
“, kata suamiku dengan gagah berani.
” Memangnya Ayah berani berantem ngelawan setan ?, tanyaku kepo.
” Yaa … gimana nanti aja “, jawab suamiku. Nada suaranya itu lho ! nggak
meyakinkan banget.
” Rajin-rajin
ngaji, khususnya membaca ayat kursi, al Falaq, An nas. Itu adalah surat dalam
al Quran yang berisi ayat-ayat tentang keagungan Allah, Tuhan yang menciptakan
seluruh alam semesta dan semua isinya, baik yang terlihat ataupun tidak.
Ayat-ayat itu bisa juga digunakan untuk menangkal sihir dan tenung. Berdoa
terus kepada Allah di setiap kesempatan, karena hanya Allah yang bisa menolong
kita dari semua gangguan makhluk halus ” , suamiku menasihati kami
sehabis melaksanan shalat Maghrib berjamaah.
Kuperhatikan
semakin besar Ade semakin dapat bersikap lebih rileks dengan ” kemampuannya ”
melihat makhluk halus. Rupanya dia sudah bosan memaki-maki segala jin
merkayangan itu. Akhirnya dia memilih hanya berdoa dan berdoa, seraya
mengomentari dengan santai kehadiran makhluk halus itu dengan menjuluki mereka
” Ade Lovers “.
Kalau kebetulan
dia memergoki makhluk halus di manapun, Ade hanya akan berujar, ” eh ada Ade
Lovers. Loe mau main sama gua ? pergi sana, gua nggak pengen main sama loe ! “
Atau …
” Hehh !! Apaan sih loe berisik banget ?! gua nggak takut sama loe
tau ! keluar sini kalo berani. Gua punya Allah, nggak takut sedikitpun sama elo
! “, bentak si Ade ketika tiba-tiba dia mendengar suara berisik di dapur
seperti ada kesibukan memasak. Padahal Ade sedang sendirian di rumah, sementara
aku, suami, dan si sulung belum pulang. Bibi PRT juga sedang di luar rumah,
menyiram bunga.
Sampai lama aku
masih tetap agak sangsi dengan hal-hal yang dilihat Ade, sampai beberapa waktu
yang lalu, Ade menujukkan sebuah foto kepadaku. Foto dirinya yang dia ambil
sendiri melalui kamera BB miliknya. Tadinya foto itu mau diupload buat
narsis-narsisan di akun Facebook nya. Di foto itu, aku melihat wajah Ade dengan
jelas. Namun ada yang aneh disana. Ada wajah lain - wajah perempuan dengan mata
bulat sangat besar berwarna merah darah dan rambut berantakan - ikutan mejeng
di belakang Ade. Sampai pengen muntah aku melihat foto itu, saking shock dan
ngerinya. Ade segera mendelete foto itu, dan meminta maaf padaku.
”
Nggak apa-apa Bu, cuma ada yang lagi iseng aja”, kata si Ade ringan banget. “
Hahh ?! nggak apa-apa apaan ? Ibu sampai jantungan gini ! hadeehh De, De
..! ampun deh ibu mah, nggak mau lihat lagi yang kayak gituan ah .. “
Melihat ibunya blingsatan gitu, si Ade cuma bisa nyengir, dunno what to say.
Kemarin aku
berdiskusi sama Ade, membahas apakah dirinya termasuk anak Indigo atau bukan.
Dan setelah membuka referensi bersama-sama, kami menyimpulkan bahwa Ade
kemungkinan Indigo, namun tidak sepenuhnya, alias hanya sebagian saja.
Alasannya, dari berbagai ciri Indigo yang seharusnya dipunyai, Ade hanya
memiliki sebagiannya saja. Ciri seperti melihat dan menceritakan secara detail
suatu tempat yang belum pernah dia kunjungi, dia tidak bisa. ” Have an old soul
in the very young body “, alias suka berfikir sok tua juga dia nggak punya.
Ciri lainnya yakni pendiam dan penyendiri, sangat jauh sifat itu dari si bungsu
yang periang dan lincah ini. Sulit berkonsentrasi sebagai ciri umum lainnya
dari anak indigo , juga tak dimiki Ade. Anak ini selalu serius saat
sedang belajar atau mengerjakan sesuatu. Intinya, aku dan Ade sepakat bahwa Ade
hanya setengah indigo.
Untuk
memastikan apakah seorang anak itu indigo atau tidak, kita harus memeriksakan
anak tersebut ke Psikolog, lalu langkah selanjutnya adalah memotret auranya.
Jika foto auranya berwarana indigo (Lila / ungu tua kebiruan ), maka dapat
dipastikan anak itu adalah anak indigo. Namun Ade menolak melakukan itu semua.
”
Nggak usah Bu, nggak ada manfaatnya buat Ade. Lagian Ade juga nggak bangga kok
dibilang anak indigo. Biasa ajalah .. “, begitu kilahnya.
Ya
sudahlah kalau begitu. Yang penting anakku ini baik-baik saja, dan berbahagia
dalam hidupnya. Demikian
kisahku tentang si Bungsuku yang spesial, semoga bermanfaat, dan semoga Allah
melindungi kita dan keluarga tercinta, aamiin …
Salam
sayang,
Anni
Notes
:
1. Saya merasa perlu menyebutkan
beberapa nama tempat dengan detail untuk mendukung fakta kisah ini. Mohon maaf
jika ada pihak yang tidak berkenan.
2. Ade hanya menyebut kata “ Loe –
Gue “ spesial untuk makhluk halus yang dilihatnya. Kalau dengan sesama manusia
dia bilang “ Aku/ Saya – Kamu “ :)
No comments:
Post a Comment