Setiap
tiba peringantan hari Kartini, ingatanku melayang ke masa-masa 30 tahun lebih
saat aku masih duduk di bangku SD ( kelihatan banget tuwirnya yaks ? :D ).
Ketika itu setiap tiba hari Kartini, Ibu Guru selalu meminta kami anak-anak
perempuan agar mengenakan kebaya atau baju adat daerah lain ke sekolah. Aku
sebetulnya paling sebal kalau sudah disuruh-suruh pake kebaya gitu, tapi
sayangnya, ibuku justru bersemangat banget.
Pagi
-pagi buta ibu ribut membangunkanku, dan menyuruhku agar segera bersiap-siap
berpenampilan ala Kartini cilik. Lima menit kemudian, ibu mulai sibuk
mendandani sambil mulutnya tak henti-hentinya mengomeli aku, karena aku tak
bisa duduk diam, sehingga riasanku jadi cemong tak keruan. Sumpah waktu itu aku
merasa bête banget kalau didandani seperti penganten gitu. Lha wong pakai rok
saja males, apalagi pakai kain kebaya, benar-benar seperti pelanggaran HAM yang
tak bisa dibiarkan.
Namun
bagian yang paling membuatku sebal adalah ketika ibu menyasak rambutku,
menarik-narik dan menyambung rambutku dengan rambut palsu bodoh yang disebut
cemara. Lalu rambutku dipuntir, dibentuk sanggul ceplok yang menurutku jelek
banget (seperti orang kena tumor di kepala bagian belakang !). Setelah
menyemprotkan cairan hairspray yang baunya mirip baygon, selesailah sudah
riasan sanggul ku yang tegak, keras, dan membuatku sulit menggerakkan leher
saking kakunya. Tapi rupanya penyiksaan ini belum akan berakhir. Kan wajahku
belum dirias. Biasanya di bagian inilah, ibu sering sewot, karena wajahku
sering menoleh-noleh tak bisa diam. Lagian, apa enaknya muka dipoles dengan
bermacam-macam krim kental, dan dicat warna-warni kayak penari merak saja.
Lumayan
lama juga ibu mendandaniku. Terakhir ibu memasangkan selendang yang warnanya
senada dengan kebaya, yang dilipat serta diseterika sempit memanjang. Begini
caranya memakaikannya : pasang selendang melingkar dari pinggang kiri, menyusur
punggung dengan arah serong kanan, mampir di bahu kanan, memotong dada dengan
garis diagonal, lalu berakhir lagi di pinggang kiri. Setelah itu simpulkan
kedua ujung selendang itu. Gampang kan ? jangan lupa menyematkan bros berbentuk
bunga di dada. Dan … taraaa …!! selesai sudah ibu mendandaniku. Dari anak
perempuan item tengil pecicilan, berubah menjadi putri Solo. Aku
tersenyum-senyum sendiri, merasa aneh, kikuk, tapi bangga juga, karena ibu,
Ayah dan kakak laki-lakiku yang badung-bandung itu bilang aku cantik.
Tapi itu kan sebelum
aku diperbolehkan bercermin ! dan selalu, kejadian yang sama akan terulang
begitu aku melihat diriku di depan kaca. Aku akan langsung melotot saking syok
nya, ngambek, nangis, dan nggak mau pergi kesekolah !
Bayangkan saja, betapa
malunya kalau aku harus pergi ke sekolah dengan penampilan seperti Titik Puspa
begitu ! nggak mau ! pokoknya aku nggak mau sekolah, titik. Sampai bingung
ibuku dibuatnya. Antara kasihan dan jengkel karena maha karyanya sama sekali
tidak dihargai. Tapi cukup mudah rupanya membuatku berhenti menangis. Cukup
dengan menyuapku dengan uang jajan yang lebih besar dari biasanya, dan pergi
pulang diantar oleh kakakku dengan motor Lambretta nya, beres perkara ! Itu
kalau diantar. Jika tidak, ya terpaksa aku harus jalan sendiri ke sekolah.
Kartini Cilik yang
perkasa *__*
Sepanjang gang dan
jalan yang kulalui menuju sekolah, anak-anak kampung habis meledekku yang
berpenampilan sangat ajaib di mata mereka. Apa boleh buat, karena pergi seorang
diri, ya aku harus melawan seorang diri juga. Masih berkain kebaya lengkap
dengan sanggul nemplok di kepala, aku harus menjulurkan lidahku panjang-panjang
untuk membalas ledekan anak-anak nakal itu, atau kalau perlu sesekali menangkis
dan memukul keras-keras anak laki-laki yang iseng ingin menyentuh sanggulku.
Tak jarang terpaksa aku harus menyingsingkan kainku tinggi-tinggi demi mengejar
dan menonjok anak bandel yang berani bilang “ Ay lap yu “ padaku. Haahh ! sebel
banget !
Sesampainya
di sekolah, yang terpikir pertama kali olehku ya apalagi kalau bukan jajan es
lilin. Ya, es lilin kelapa muda yang manis dingin, sangat segar membasuh
leherku yang kerontang sehabis pertempuran di sepanjang gang melawan
segerombolan preman cilik. Waduh, makin cemong deh wajahku. Lipstik yang merah
menyala kini belepotan kemana-mana, bedak tebal di pipi sudah raib sejak tadi,
blush on meleleh terbawa leleran keringat yang tak henti-henti mengalir di pipi
dan dahi. Dengan penampilan yang seperti itu, belum pernah sekalipun aku
memenangkan kontes kebaya Kartini. Biarain ajalah, yang penting uang jajanku
banyak dan es lilinnya enak.
Lain dulu lain sekarang
Sekarang
aku senang melihat perempuan berkebaya. Mereka terlihat begitu anggun dan ayu,
sangat Indonesia. Tak pelak lagi, busana Kebaya memang indah dan mempesona. Ini
adalah busana warisan leluhur asli budaya bangsa kita, yang harus dilestarikan.
Sangat disayangkan, kulihat sekolah-sekolah dari SD sampai SMA sudah sangat
jarang meminta siswinya mengenakan busana kebaya di hari Kartini, sebagaimana
jarangnya sekolah pada masa kini memperkenalkan budaya kita dalam bentuk apapun
kepada siswanya.
Busana
Kebaya zaman sekarang sudah tidak ribet seperti zaman dulu. Kebaya modern
selain desainnya lebih indah, juga cara memakainya lebih simple. Sebagi contoh,
kain batik bagian bawahan kebaya sudah tidak dililit lagi, namun dijahit dengan
model rok yang dilengkapi resleting. Jangankan perempuan dewasa, anak-anak pun
akan sangat mudah mengenakannya, seperti memakai rok biasa saja. Pantas saja
anak gadisku sangat antusias setiap diminta mengenakan kebaya pada acara-acara
sekolah. Selain simple memakainya, dia juga jadi merasa lebih cantik ( nggak
tau nih anak narsisnya nurun dari siapa, hee .. )
Peringatan
hari Kartini memang identik dengan kain kebaya, meskipun jujur sedikit sekali
korelasinya. Meskipun demikian, katakanlah kita sudah tak kenal dan tak pandai
lagi menghargai jasa ibu Kartini, karena Kartini jaman sekarang sudah jauh
lebih hebat dari Ibu Kartini jadul, institusi pendidikan tetap wajib memperkenalkan
busana kebaya dan pakaian adat daerah lain yang tak kalah indahnya kepada para
siswanya. Untuk maksud itu, moment Kartinian kurasa masih cukup tepat. Kaum
wanita Indonesia sendirilah yang terutama harus memelihara dan menjaga warisan
budaya yang sangat indah ini. Sementara pemerintah wajib melindungi kepemilikan
bangsa Indonesia atas kebaya dan busana tradisional dari daerah lain, semisal
baju kurung, baju bodo, dll. Sebab jika tidak, negara jiranlah yang akan
melakukannya. Jadi, tetaplah memakai Kebaya ya, Indonesia Ladies ! :)
Salam
sayang,
anni
No comments:
Post a Comment