Inikah
taman bunga seperti yang sering dilukiskan dalam “ the Prophet “ dan “
the Broken Wings “ karya Kahlil Gibran ? atau surga Firdaus seperti yang
tergambar dalam kitab suci yang aku baca ? Jika bukan, mengapa semua keindahan
itu berkumpul disini ?
Langit
biru jernih berhias awan berarak seputih kapas. Sawah hijau membentang
hingga ke kaki langit. Lembah, jurang, sungai berliku, hutan, rawa,
pantai, laut. Hanya keindahan dan keindahan yang aku lihat di setiap jengkal
tanah ini. Tanah Ujung Genteng, di ujung pantai Selatan Sukabumi, yang konon
berhampiran dengan perbatasan pulau Christmas, wilayah jiran.
Seolah
tak cukup memanjakan mata dengan sejuta kemolekan, Ujung Gentengpun seakan
merelakan dirinya untuk dicecap, dihirup, dinikmati oleh para pengunjung yang
harus bersusah payah datang ke surga nan terpencil ini. Pohon-pohon rambutan
liar berjajar di sepanjang jalan menuju pantai. Jika merasa lapar, haus, atau
sekedar tergoda, hentikan dulu kendaraan, lalu hampiri dan petiklah buah-buahan
itu, lalu rasakan manisnya yang luar biasa. Sambil menikmati buah rambutan yang
entah milik siapa, karena tumbuh di sembarang tempat di pinggir hutan, nikmati
dan amati juga suasana hening di sekeliling.
Inilah
wajah alam yang sungguh murni. Desau angin diantara dedaunan kelapa dan cemara
ditingkah deburan ombak di kejauhan. Nyanyian burung dan serangga yang
bersahutan, semilir angin membawa aroma wangi bunga ilalang. Kembang liar
merekah merona di sana-sini. Bunga Morning Glory berwarna Lila cerah, dahannya
gemulai merambati pematang-pematang sawah,merayapi reruntuhan dinding bata
merah entah bekas bangunan apa, merambati tiang-tiang listrik yang tegak di
keheningan.
Lalu
Bunga Matahari liar. Ah warna kuningnya mencolok sekali. Sungguh kontras dengan
hijau belukar perdu di latar belakangnya. Lalu rumpun bunga Tapak Dara
berwana putih. Begitu diam, begitu anggun dalam kecantikannya. Masih juga
kulihat gerumbul kembang Pacar Air yang malu-malu menampakkan wajahnya di
balik kerimbunan belukar tumbuhan berduri. Warna-warninya semarak memikat hati.
Merah, Pink, Oranye, Ungu. Ah, mengapa bunga secantik itu harus disebut kembang
liar ? tumbuhan pengganggu ? Bukankah mereka cantik dan indah ? Masih ada
kembang Kana yang berjajar tegak, seolah memagari padang rumput dengan warna
merah dan oranye nya. Lalu bunga Marygold berwarna Kuning lembut, Stars of
Bethlehem yang seputuih salju, Putri Malu merah jambu, Alamanda liar berwarna
Kuning dan Pink.Aku ragu,apakah aku sedang berada di bumi ? ataukah tersesat
di taman Eden ?
Rumahku
di Sukabumi, itupun sudah terhitung pelosok. Namun untuk mencapai Ujung
Genteng, aku dan rombongan murid-muridku harus menempuh 6 jam perjalanan.
Dengan Bus dan dilanjutkan menumpang Truk pasir selama 30 menit karena tak ada
kendaraan yang sanggup mencapai bibir pantai Ujung Genteng, kecuali truk pasir
yang gagah perkasa ini. Tujuan kami sebetulnya satu : menyaksikan Penyu Hijau
bertelur. Namun keindahan alam Ujung Genteng sangat memesona, sungguh termasuk
orang yang tak pandai bersyukur jika kami menyia-nyiakan begitu saja atraksi
keindahan alam yang luar biasa ini.
Dan
inilah tempat tujuan kami,Pantai Pangumbahan di Ujung Genteng. Pantai ini
sebagaimana pantai-pantai lain di sepanjang pesisir Selatan pulau Jawa, sungguh
tak pernah ramah pada manusia. Deburan ombaknya begitu dahsyat menggetarkan
hati. Inilah deburan ombak Samudera Indonesia yang dipanggil orang dengan Laut
Kidul yang terkenal angker itu. Siapa orang di Indonesia ini yang tak kenal dengan
legenda Nyai Roro Kidul sang penguasa laut Selatan yang namanya sangat masyhur
dan ditakuti itu ? Di pantai inilah legenda itu terus hidup dan sangat
dipercaya. Sementara kami, hanya percaya pada kekuasaan Allah semata. Karena
Dia lah yang telah menciptakan pantai nan indah ini beserta segala penghuninya,
termasuk segala Nyai Roro Kidul dan entah Nyai siapapun itu.
Disana-sini
di tepi pantai tampak rambu bertuliskan larangan berenang. Ombak di pantai ini
memang berbahaya. Sudah banyak wisatawan yang nekad berenang harus meregang
nyawa menjadi korban karena tergulung ombak atau terseret arus yang deras.
Namun demikian aku melihat para peselancar berkulit putih berambut pirang,
menari-nari di atas papan surfing di puncak gelombang. Aku tak mengerti. Apakah
larangan ini hanya berlaku bagi turis lokal ? demi apa sehingga pengunjung
bermata biru ini dibiarkan merambah sampai ke tengah laut hingga membahayakan
keselamatan dirinya ? ataukah karena turis manca negara dianggap sangat piawai
berenang dan memiliki nyawa cadangan ? Entahlah, dan sudahlah …
Di
sebuah teluk yang indah dan tenang kami berhenti. Pemandangan disini luar biasa
indahnya. Ketika air laut sedang surut, kita dapat masuk ke dalam air yang
hanya setengah betis tingginya dan berjalan ke arah laut lepas sampai puluhan
meter jauhnya, tanpa khawatir terseret gelombang, karena teluk ini dipagari
oleh deretan bebatuan karang yang berfungsi sebagai pemecah ombak.
Airnya sangat jernih sampai segala yang ada di dasarnya dapat dilihat dengan
jelas dari permukaan. Terumbu karang, ikan-ikan kecil berwarna-warni , siput,
kerang, koral, Spongebob, Patrick, rasanya semua penghuni Bikini Bottom ada di
sini. Tapi harap berhati-hati, jangan lupa untuk selalu memakai sandal atau
sepatu karet setiap kita masuk ke dalam air di teluk ini, karena banyak ikan
Bulu Babi yang berduri tajam, yang kalau terinjak dapat menyebabkan kulit kaki
menjadi perih gatal lalu membengkak.
Ah
menyesalnya aku, karena kamera kesayanganku terlupa kubawa. Saking ribetnya
dengan persiapan keberangkatan, sekaligus ribet mengawasi persiapan dua putriku
yang turut serta, juga ribet dengan sejibun murid-muridku yang menjadi anggota
rombongan. Padahal setiap senti pemandangan di sana sangat indah, sangat sayang
untuk dilewatkan begitu saja tanpa diabadikan barang sejepretpun. Beruntung aku
membawa Smartphoneku yang dilengkapi dengan fitur kamera dengan resolusi yang
lumayan, juga kedua putriku membawa kamera saku yang juga berkualitas lumayan
:D
Teman-teman, keindahan yang kugambarkan itu belum seberapa,
karena keindahan yang lebih menawan dan eksotis telah menunggu kami malam
nanti. Kami akan menyaksikan ritual bertelurnya penyu-penyu hijau. Makhluk
langka penghuni Laut Kidul yang dapat mencapai usia hingga 200 tahun !
Kami sudah tak sabar menanti saat itu tiba. Semoga malam ini cuaca cerah,
sehingga prosesi itu dapat kami saksikan dengan baik.
Sampai
jumpa di Ujung Genteng ya teman-teman,
Salam sayang
,
anni
No comments:
Post a Comment