Kata
sahabatku, wajah dengan pipi tembem sepertiku, adalah wajah yang gampang
dipercaya (amiin). Kata temanku, enak ngobrol sama bu anni, karena aman
(nggak tau apa maksudnya). Kata anakku, ngobrol sama ibu mah asyik. Kata
suamiku, ngobrol sama ibu tuh napsuin # eh ..
ah
sudahlah. Apapun kata orang, mungkin karena profesiku sebagai seorang Ibu guru,
banyak orang yang ujug-ujug percaya saja padaku. Teman, tetangga, murid,
saudara, bahkan bukan sekali dua kali, orang yang baru aku kenal dan pertama kali
ngobrol denganku, tiba-tiba curhat begitu saja, tanpa menyelidiki terlebih
dahulu, sebetulnya aku itu siapa, dll.
Bagiku
tentu tak masalah jika semua curhat itu bernilai positif, karena seringkali,
curhatan itu berisi pengalaman yang sangat berharga yang dapat aku ambil
sebagai pelajaran agar lebih berhati-hati jika menghadapi kasus yang sama,
umpamanya. Di sisi lain, aku sih merasa senang dan bangga-bangga saja dapat
dipercaya sedemikian rupa. Aku tak pernah menjuluki diriku sebagai “tempat
sampah” sebagai mana julukan yang kerap diklaim oleh orang-orang yang menjadi
tempat curahan hati. Julukan itu kan menzolimi diri sendiri. Aku lebih suka
menyebut diriku ” oasis “, bukankah lebih menyejukkan ? He he ..
Menjadi
orang yang dipercaya untuk menyimpan rahasia, boleh dibilang gampang-gampang
susah. Gampangnya ya tinggal buka telinga lebar-lebar, sabar mendengarkan,
jangan menyela pembicaraan, tunjukkan ekspressi serius, tunjukkan minat,
sesekali tersenyum dan mengangguk agar mereka tahu kalau kita mengerti, beri
pendapat, nasihat, atau solusi hanya jika diminta, karena kebanyakan orang yang
curhat itu hanya ingin didengarkan saja. Setelah itu tutup mulut, jangan pernah
membocorkan rahasia sedikitpun, selesai sudah tugas kita sebagai oasis.
Mudah bukan ?
Ya
tentu saja mudah jika isi curhatan itu tak membawa kita masuk dalam pusaran
masalah. Akan lain persoalannya jika orang yang curhat itu membuat kita
terlibat dalam masalah mareka. Nah itulah yang disebut ” curhat yang
merepotkan “. Aku sendiri pernah mengalaminya. Berikut ini adalah contoh curhat
yang merepotkan:
1. Pengakuan
bangkrut/ terlilit hutang.
Biasanya ujung-ujungnya si pencurhat akan meminjam uang
kepada kita dalam jumlah yang cukup banyak sambil berurai air mata Bombay.
Bagaimana coba menolaknya ? Ribet kan ?
2. Curhatan Boss tentang istrinya.
Dulu sewaktu masih di Bandung, aku pernah jadi tempat curhat
Boss yang mengeluh soal istrinya. Aku kan jadi bingung. Dia kan sudah tua, masa
aku harus menasehati dia ? Nanti dikira ngajarin bebek berenang dong !
Jadi aku memutuskan untuk mendengarkan keluhan Boss sambil bengong, biar
dia mengira aku bloon, dan berpikir tak ada gunanya curhat sama aku. Dan
ternyata taktikku berhasil. Si Boss ogah curhat lagi sama aku. Dah beres.
3. Pengakuan
sudah ML
Orang yang dengan polosnya curhat bahwa dia sudah ML dengan
kekasihnya padahal mereka belum terikat pernikahan, sangat membuatku repot.
Antara pengen marah sama pengen tahu ( he he …). Apa coba maksudnya ngaku-ngaku
seperti itu. Apa gw harus bilang wow, gitu ? Apa loe pikir loe keren ?
Yang bikin repot tuh, kalau salah satu orang tua menentang hubungan itu untuk
dilanjutkan ke jenjang pernikahan. Apa aku harus bilang sama ortunya kalau
mereka sudah ML jadi harus dibiarkan menikah ? Gak mungkin kan ? Ribet dah …
4.
Pengakuan Selingkuh.
Nah, curhatan jenis ini yang paling sering aku dengar dan
bikin aku kerepotan. Apalagi kalau pasangan suami istri dan si selingkuhan itu
semuanya aku kenal. Keribetannya akan semakin ke level dewa.
Di satu sisi aku harus tutup mulut, di sisi lain aku merasa sebal sama temanku
yang selingkuh, dan dipihak lain aku seperti merasa didorong untuk memberi tahu
temanku bahwa suami/istrinya selingkuh. Serba salah jadinya. Buka mulut atau
tutup mulut sama saja. Sama-sama menempatkanku pada posisi pengkhianat teman.
ah nasiip …
Kalau sudah begini, aku suka berkomentar pendek, ” tau ah jadi pusing. Urus aja
sendiri urusan kalian, dah pada tua. Pada sadar dong …! Ayo bicarakan masalah
kalian baik-baik. Kasihan anak-anak kan ? “.
Nah
cukup segitu dulu yang bisa aku ceritakan tentang macam-macam curhat yang
merepotkan. Jenis yang lain tentu masih banyak. Melalui tulisan ini aku hanya
ingin mengatakan bahwa menjadi tempat curahan hati itu cukup memberi pengalaman
yang berwarna-warni dan beraneka rasa.
Saranku,
bawa rileks saja, nggak perlu ikut terhanyut dalam curhatan mereka, cukup beri
simpati sewajarnya saja. Untuk itu diperlukan hati yang tenang, pikiran yang
jernih, dan khusus buat perempuan, tidak sedang PMS, suka emosian soalnya :).
Selanjutnya, jadilah pihak yang netral, karena pada dasarnya kita tidak tahu,
bagaimana duduk masalah yang sesungguhnya. Toh semua yang kita dengar itu hanya
dari satu pihak saja, jadi informasinya belum tentu 100 persen benar.
Menjadi
orang yang dipercaya tentu menjadi prestasi tersendiri, karena kepercayaan itu
tak bisa dibeli, namun sebuah ” Gift “.
Oh
iya, satu hal lagi, orang yang jadi tempat curhat biasanya jarang curhat lho, bener
nggak ? Setidaknya itu yang aku amati dan aku alami. Aku pernah curhat
sekali sama seseorang, dan hanya sekali itu saja, karena aku kapok. Soalnya dia
malah jadi suka sama aku. Halah ! Curhatanku ternyata membuat hati orang jadi
rusuh, he he …
Sekian
tulisan ringan berisi kisah nyataku yang berbau narsisme, semoga kita punya
pengalaman yang sama :)
Selamat menjadi orang yang bisa dipercaya ya teman-teman …
Salam
sayang,
Anni
No comments:
Post a Comment