Menulis itu media katarsisku ...

Blog Pribadi Puji Nurani :

Sketsa sederhana tentang hidup yang sederhana ...

Menulis itu Media Katarsisku ....

Aku sangat suka .. sangat suka menulis .....
Aku tak memerlukan waktu khusus untuk menulis ..
Tak perlu menyepi untuk mendapatkan ilham ........
Atau menunggu dengan harap cemas pujian dari orang lain
agar tak jera menulis ......

Ketika aku ingin menulis, aku akan menulis tanpa henti...
tanpa merasa lelah ...
tanpa merasa lapar ...
Namun jika aku tidak menulis,
maka itu artinya aku memang sedang tidak mau menulis...

Kala kumenulis,
Aku alirkan pikiranku melalui ketukan keyboard
ke dalam layar dunia virtual aku berkontemplasi ....
Aku tumpahkan perasaanku ke dalamnya ....
yang sebagiannya adalah jiwaku sendiri ....

Lalu ... aku menemukan duniaku yang indah ...
duniaku yang lugu dan apa adanya ......
duniaku yang sederhana .........
yang aku tak perlu malu berada di dalamnya .....
Karena aku adalah kesederhanaan itu sendiri .....

Aku suka dengan cara Allah menciptakanku ...
alhamdulillah .......

Wednesday, May 1, 2013

First of May (Begees) dan Kerinduan Akan Lagu - lagu yang Santun


” First of May “. Pernah mendengar lagu itu ? kalau anda termasuk orang jadul seperti saya, atau setidaknya anda masih muda namun gemar mendengarkan musik-musik lawas, lagu itu tentu sudah tak asing lagi di pendengaran kita. Lagu yang sangat sederhana, dengan melodi dan lirik yang juga sangat sederhana.

Beegees dan lagu-lagu yang santun

First of May pertama kali dirilis pada 1969 oleh kelompok Beegees yang anggotanya terdiri atas tiga orang Gibbs bersaudara. Barry, Maurice, dan Robin Gibbs.  Ini berarti usia lagu tersebut sudah 40 tahun lebih. Namun hingga kini masih terasa asyik untuk sesekali dinikmati, terutama di malam-malam yang galau :)

Simaklah bait demi bait lagu First of May dan lagu-lagu lain milik kelompok asal Inggris ini. Hampir seluruhnya berlirik sangat sederhana. Pilihan-pilihan katanya begitu santun, lembut, puitis dan indah sekali. Mungkin karena Beegees berjaya di era ketika manusia masih memegang teguh nilai-nilai kebaikan dan masih menghormati norma-norma sosial, sehingga keadaan masyarakat yang seperti itu tergambar dalam lagu-lagu ciptaan mereka.

“ When I was small, and christmas trees were tall,

We used to love while others used to play.

Don’t ask me why, but time has passed us by,
Some one else moved in from far away.

Now we are tall, and christmas trees are small,

And you don’t ask the time of day.

But you and i, our love will never die,
But guess well cry come first of may … “


Namun Beegees tak sendiri. Pada masa itu dunia musik disesaki oleh ribuan lagu dari berbagai genre musik, namun dengan semangat yang sama yakni memegang teguh kesopanan. Meski begitu, selalu terdapat sebuah anomali tentu saja. Lagu-lagu dengan lirik melenceng pastilah ada. Namun secara kuantitas lagu-lagu berlirik mbeling kurang begitu berarti jika dibandingkan dengan dominasi lagu-lagu yang berlirik sopan.

Hari berganti : lagu- lagupun tak sopan lagi

40 tahun memang bukan masa yang singkat. Namun menjadi sangat singkat ketika kita menyadari betapa cepat perubahan yang terjadi dalam kurun waktu tersebut. Waktu 40 tahun telah banyak mengubah wajah industri musik di seluruh dunia. Perubahan yang membawa kegelisahan yang besar bagi para orang tua dan guru. Saya memang sedang gelisah, gusar, sekaligus sedih menyaksikan perilaku anak-anak muda yang kian hari kian kasar dan menunjukkan perangai yang agresif. Tidak menutup kemungkinan perilaku buruk tersebut terbentuk akibat pengaruh budaya yang terjadi di sekitar mereka, termasuk perubahan trend musik yang menjadi konsumsi mereka saban hari.

Di zaman sekarang ini  setiap saat anak-anak muda seolah diracuni oleh lagu-lagu yang berlirik vulgar, tidak sopan, bahkan tidak bermoral sama sekali. Melalui berbagai perangkat pemutar lagu, mulai dari yang sederhana semacam MP3, MP 4, sampai ke berbagai gadget seperti ponsel, tabs, laptop, dsb, musik-musik yang buruk itu setiap detik memasuki gendang telinga anak-anak kita. Memasuki otak, mengalir ke jalan pikiran, menyelinap ke hati, lalu merasuk ke dalam perasaan mereka.  Setelah itu disadari atau tidak, musik telah mengambil bagian yang besar dalam membentuk kepribadian seorang anak manusia. Terbayang sudah kepribadian macam apa yang terbentuk oleh musik yang  bersemangat serba permisif dan bebas nilai.

Sebagai contoh, simaklah lagu “Wake Up Call” yang pernah menjadi hits beberapa waktu yang lalu. Lagu yang dinyanyikan oleh Maroon 5 ini, sudahlah liriknya vulgar, kasar, video klipnya pun erotis pula. Sangat tidak cocok untuk didengarkan dan ditonton oleh anak-anak remaja kita.


“ … Wake up call, caught you in the morning
With another one in my bed
Don’t you care about me anymore?
Don’t you care about me? I don’t think so!
Six foot tall, came without a warning
So I had to shoot him dead
He won’t come around here anymore
Come around here, I don’t think so … ! “

” Tapi kan lagu ini berbahasa Inggris. Sudahlah abaikan saja. Belum tentu juga anak-anak kita mengerti arti liriknya “. Mungkin akan ada orang berkomentar seperti itu. Ya silahkan saja jika dia berpikiran seperti itu. Silahkan terus menganggap bodoh anak-anak kita, dan membiarkan mereka terperosok lebih dalam lagi. Asal tahu saja, bahasa Inggris sekarang sudah menjadi hal yang biasa di kalangan anak-anak yang tinggal di perkotaan.


“Wake up call “ sebetulnya belum seberapa parah, liriknyapun belum seberapa kasar.  Hanya saja video klipnya memang lumayan erostis. Masih banyak  lagu-lagu Marron 5 yang jauh lebih tidak sopan jika dibandingkan dengan Wake up Call. Sayangnya, hampir seluruh lagu-lagu Marron 5 sangat enak didengarkan, musiknya apik, dan termasuk mudah ditirukan.

Kalau ingin contoh yang lain, silahkan simak lagu-lagu dan klipnya Rihanna.   Hampir seluruh lagu-lagu nona cantik ini sarat dengan kata-kata kasar dan  kotor. Sudah begitu, tak peduli bertema apa, pokoknya di video klipnya selalu ada adegan ranjang, atau sedikitnya adegan deep kiss yang begitu gamblang, yang mungkin adegannya diambil dengan jarak hanya 5 senti dari kamera. Kadang saya jadi mikir, adegan hot itu sebetulnya  atas rancangan tim kreatif atau atas permintaan Rihanna sendiri ? kok kaya yang niat banget beradegan asyik masyuk di dalam klip-klipnya ?  kalau tidak suka dengan Rihanna, dengarkan saja lagu-lagunya Avril Lavigne. Ini orang sama saja.  Wajahnya cantik tapi mulutnya ringan sekali melantunkan lirik – lirik yang sangat kasar penuh dengan caci maki.


Setali tiga uang dengan ini adalah lagu-lagu yang tengah menjadi hits di negeri kita. Semakin banyak saja pencipta lagu yang berani menyelipkan lirik-lirik kasar dan menjurus porno dalam lagu-lagu karya mereka. Ini tentu lebih berbahaya karena anak-anak Indonesia tak perlu berpayah-payah dalam memahami pesan yang dibawa oleh lagu tersebut.

Seks dan kekerasan masih menjadi  rumus kesuksesan.

Entah disengaja atau tidak, kebanyakan para pemusik (Barat) tak lupa menyelipkan  bumbu seks dan kekerasan dalam lirik lagu-lagunya.

Seolah belum tumpah semua imajinasi jika tak menyertakan kata-kata erotis, atau makian,  atau klip yang super sensual dalam karya-karyanya. Seolah belum lengkap menyandang predikat anak zaman jika tidak memvisualisasikan hubungan badan dan hamburan caci maki dalam karya musiknya. Bisa jadi hal  ini bukan 100 persen kesalahan sang pencipta lagu. Mungkin saja mereka hanya melayani selera pasar . Namun sampai kapan blunder ini harus terus berlangsung. Para seniman dengan segenap potensinya seharusnya dapat memutus lingkaran setan ini, dan mulai menciptakan karya-karya yang lebih bermutu dan bernilai seni tinggi.


Saya buka pekerja seni, tak terlalu mengerti seluk beluk dunia seni juga. Namun saya cukup memiliki selera yang ketat dalam memilih lagu.. Jika dulu selera musik saya hanya cukup enak didengar, kini kriteria saya bertambah. Status saya sebagai seorang ibu yang harus mendidik anak-anak di rumah, dan profesi saya sebagai Ibu Guru yang harus mendidik murid-murid di sekolah, membuat saya harus menambahkan kriteria baru bagi sebuah lagu yang layak dengar, yakni lirik dan video klip harus sopan.

Tidak semua lagu hits tampil dengan berwajah kasar dan erotis seperti itu tentu saja. Simak saja  misalnya lagu-lagu milik Adele, michael Buble, atau Bruno Mars.  Selain musikalitasnya tinggi, lirik dan klipnya pun tergolong sopan. Itu kan artinya bukan sesuatu yang mustahil bagi para musikus untuk menciptakan karya yang bemutu tinggi. Tanpa harus menyertakan warna seksual dan kekerasan di dalamnya. Lagu-lagu dengan kriteria seperti inilah yang seharusnya lebih banyak didengarkan oleh putra-putri kita.

Memfilter dampak negatif globalisasi dari rumah.

Ayah itu kepala rumah tangga, pemimpin keluarga. Tapi penguasa rumah itu Ibu. Tak peduli Ibu itu bekerja di luar rumah atau bekerja full di rumah. Di tangan para ibu lah akan tercipta segala harmoni atau kekacauan yang bermula dari dalam rumah. Era globalisasi kini sudah melanda dunia. Merasuki negeri kita, dan merangsek hingga ke dalam rumah-rumah kita tanpa dapat dibendung lagi. Berbagai pengaruh siap menghadang anak-anak yang menjadi tanggung jawab kita.

Jika bukan kita yang melindungi anak-anak kita, lantas siapa lagi yang akan melakukannya. Para ibu perlu bersikap lembut, arif namun sekaligus tegas dalam menerapkan aturan tentang hiburan yang boleh dan tidak boleh masuk ke dalam rumah kita. Termasuk menyeleksi lagu-lagu yang layak dan tidak layak dengar. Apakah bisa ? harus bisa. Apakah boleh ? jelas boleh. Lalu bagaimana caranya ? Mari ibu-ibu, ikuti saya.

1. Menjadi seorang Ibu berarti menjadi seorang GURU. Guru bagi anak-anak dan semua penghuni rumah kita. Untuk itu kita harus membekali diri kita dengan ilmu tentang cara mendidik. Tak perlu sampai harus membaca buku-buku Paedagogik yang tebal-tebal itu. Lakukan saja jika ada waktu luang. Cukup gunakan ajaran agama dan intuisi. Itu sudah cukup untuk menyaring mana seni (lagu) yang baik dan mana yang tidak.

2. Menjadi ibu berarti menjadi pengamat seni. Gunakan pengaruh kita sebagai seorang ibu untuk mengarahkan anak-anak agar hanya menikmati seni yang berkualitas dan memiliki pesan moral yang baik. Untuk itu kita sendirilah yang harus pertama kali memiliki selera seni (musik) yang baik. Jika masih senang dengan lagu semisal “Cinta satu malam”, ya tentu agak sulit memainkan peranan ini.

3. Menjadi seorang Ibu berarti menjadi Psikolog sekaligus Polisi.

Tingkatkanlah intensitas komunikasi dengan anak-anak kita. Berbincanglah tentang apa saja. Selami dunia mereka tanpa harus membuat kita bertingkah seperti abege tua. Dengan jalan ini kita akan lebih mudah berdialog dengan anak. Jangan segan pula menyensor dan melarang segala bentuk lagu yang tidak bermoral. Beri pengertian kepada mereka dampak buruk lagu -lagu itu bagi perkembangan mental mereka. Dan sebagai gantinya bebaskan mereka memilih lagu-lagu alternatifnya, dengan kriteria yang telah terseleksi , disepakati, dan tentu jauh lebih sopan. Jika kebiasaan selektif ini terus dilakukan, lambat laun anak-anak akan mengerti dengan sendirinya tentang nilai baik dan tidak baik.


4. Setiap Ibu tentu punya trik dan tips tersendiri. Silahkan berkreasi demi kebaikan anak-anak kita.

Akhir kata, sebuah lagu sebagaimana lazimnya sebuah karya seni, sudah seharusnya memiliki kriteria adiluhung. Tak sekedar bernilai komersial tinggi , namun harus bermanfaat bagi kesehatan mental penikmatnya, berpengaruh baik bagi moralitas pendengarnya, dan memiliki andil dalam membentuk budaya sebuah bangsa yang beradab. Mari teman-teman, kita raih impian kita tentang kehidupan yang lebih baik bagi anak-anak kita, dengan satu permulaan kecil, yakni menyeleksi lagu-lagu yang mereka dengarkan. Selamat mendidik anak-anak tercinta ya, teman-teman ..


Salam sayang,

Anni





No comments:

Post a Comment