”
First of May “. Pernah mendengar lagu itu ? kalau
anda termasuk orang jadul seperti saya, atau setidaknya anda masih muda namun
gemar mendengarkan musik-musik lawas, lagu itu tentu sudah tak asing lagi di
pendengaran kita. Lagu yang sangat sederhana, dengan melodi dan lirik yang juga
sangat sederhana.
Beegees
dan lagu-lagu yang santun
First
of May pertama kali dirilis pada 1969 oleh kelompok Beegees yang
anggotanya terdiri atas tiga orang Gibbs bersaudara. Barry, Maurice, dan Robin
Gibbs. Ini berarti usia lagu tersebut sudah 40 tahun lebih. Namun hingga
kini masih terasa asyik untuk sesekali dinikmati, terutama di malam-malam yang
galau :)
Simaklah
bait demi bait lagu First of May dan lagu-lagu lain milik kelompok asal Inggris
ini. Hampir seluruhnya berlirik sangat sederhana. Pilihan-pilihan katanya
begitu santun, lembut, puitis dan indah sekali. Mungkin karena Beegees berjaya
di era ketika manusia masih memegang teguh nilai-nilai kebaikan dan masih
menghormati norma-norma sosial, sehingga keadaan masyarakat yang seperti itu
tergambar dalam lagu-lagu ciptaan mereka.
“
When I was small, and christmas trees were tall,
We used to love while others used to play.
Don’t ask me why, but time has passed us by,
Some one else moved in from far away.
Now
we are tall, and christmas trees are small,
And you don’t ask the time of day.
But you and i, our love will never die,
But guess well cry come first of may … “
Namun
Beegees tak sendiri. Pada masa itu dunia musik disesaki oleh ribuan lagu dari
berbagai genre musik, namun dengan semangat yang sama yakni memegang teguh
kesopanan. Meski begitu, selalu terdapat sebuah anomali tentu saja. Lagu-lagu
dengan lirik melenceng pastilah ada. Namun secara kuantitas lagu-lagu berlirik mbeling
kurang begitu berarti jika dibandingkan dengan dominasi lagu-lagu yang
berlirik sopan.
Hari
berganti : lagu- lagupun tak sopan lagi
40
tahun memang bukan masa yang singkat. Namun menjadi sangat singkat ketika kita
menyadari betapa cepat perubahan yang terjadi dalam kurun waktu tersebut. Waktu
40 tahun telah banyak mengubah wajah industri musik di seluruh dunia. Perubahan
yang membawa kegelisahan yang besar bagi para orang tua dan guru. Saya memang
sedang gelisah, gusar, sekaligus sedih menyaksikan perilaku anak-anak muda yang
kian hari kian kasar dan menunjukkan perangai yang agresif. Tidak menutup
kemungkinan perilaku buruk tersebut terbentuk akibat pengaruh budaya yang
terjadi di sekitar mereka, termasuk perubahan trend musik yang menjadi konsumsi
mereka saban hari.
Di
zaman sekarang ini setiap saat anak-anak muda seolah diracuni oleh
lagu-lagu yang berlirik vulgar, tidak sopan, bahkan tidak bermoral sama sekali.
Melalui berbagai perangkat pemutar lagu, mulai dari yang sederhana semacam MP3,
MP 4, sampai ke berbagai gadget seperti ponsel, tabs, laptop, dsb, musik-musik
yang buruk itu setiap detik memasuki gendang telinga anak-anak kita. Memasuki
otak, mengalir ke jalan pikiran, menyelinap ke hati, lalu merasuk ke dalam
perasaan mereka. Setelah itu disadari atau tidak, musik telah mengambil
bagian yang besar dalam membentuk kepribadian seorang anak manusia. Terbayang
sudah kepribadian macam apa yang terbentuk oleh musik yang bersemangat
serba permisif dan bebas nilai.
Sebagai
contoh, simaklah lagu “Wake Up Call” yang pernah menjadi hits beberapa waktu
yang lalu. Lagu yang dinyanyikan oleh Maroon 5 ini, sudahlah liriknya vulgar,
kasar, video klipnya pun erotis pula. Sangat tidak cocok untuk didengarkan dan
ditonton oleh anak-anak remaja kita.
“ … Wake up call, caught you in the
morning
With another one in my bed
Don’t you care about me anymore?
Don’t you care about me? I don’t
think so!
Six foot tall, came without a
warning
So I had to shoot him dead
He won’t come around here anymore
Come around here, I don’t think so …
! “
” Tapi kan lagu ini berbahasa
Inggris. Sudahlah abaikan saja. Belum tentu juga anak-anak kita mengerti arti
liriknya “. Mungkin akan ada orang berkomentar seperti itu. Ya
silahkan saja jika dia berpikiran seperti itu. Silahkan terus menganggap bodoh
anak-anak kita, dan membiarkan mereka terperosok lebih dalam lagi. Asal tahu
saja, bahasa Inggris sekarang sudah menjadi hal yang biasa di kalangan
anak-anak yang tinggal di perkotaan.
“Wake
up call “ sebetulnya belum seberapa parah, liriknyapun belum seberapa kasar.
Hanya saja video klipnya memang lumayan erostis. Masih banyak
lagu-lagu Marron 5 yang jauh lebih tidak sopan jika dibandingkan dengan
Wake up Call. Sayangnya, hampir seluruh lagu-lagu Marron 5 sangat enak
didengarkan, musiknya apik, dan termasuk mudah ditirukan.
Kalau
ingin contoh yang lain, silahkan simak lagu-lagu dan klipnya Rihanna.
Hampir seluruh lagu-lagu nona cantik ini sarat dengan kata-kata kasar
dan kotor. Sudah begitu, tak peduli bertema apa, pokoknya di video
klipnya selalu ada adegan ranjang, atau sedikitnya adegan deep kiss yang begitu
gamblang, yang mungkin adegannya diambil dengan jarak hanya 5 senti dari
kamera. Kadang saya jadi mikir, adegan hot itu sebetulnya atas rancangan
tim kreatif atau atas permintaan Rihanna sendiri ? kok kaya yang niat banget
beradegan asyik masyuk di dalam klip-klipnya ? kalau tidak suka dengan
Rihanna, dengarkan saja lagu-lagunya Avril Lavigne. Ini orang sama saja.
Wajahnya cantik tapi mulutnya ringan sekali melantunkan lirik – lirik
yang sangat kasar penuh dengan caci maki.
Setali tiga uang dengan ini adalah lagu-lagu yang tengah
menjadi hits di negeri kita. Semakin banyak saja pencipta lagu yang berani
menyelipkan lirik-lirik kasar dan menjurus porno dalam lagu-lagu karya mereka.
Ini tentu lebih berbahaya karena anak-anak Indonesia tak perlu berpayah-payah
dalam memahami pesan yang dibawa oleh lagu tersebut.
Seks dan kekerasan masih menjadi rumus kesuksesan.
Entah
disengaja atau tidak, kebanyakan para pemusik (Barat) tak lupa menyelipkan
bumbu seks dan kekerasan dalam lirik lagu-lagunya.
Seolah belum tumpah semua imajinasi jika tak menyertakan kata-kata erotis, atau
makian, atau klip yang super sensual dalam karya-karyanya. Seolah belum
lengkap menyandang predikat anak zaman jika tidak memvisualisasikan hubungan
badan dan hamburan caci maki dalam karya musiknya. Bisa jadi hal ini
bukan 100 persen kesalahan sang pencipta lagu. Mungkin saja mereka hanya
melayani selera pasar . Namun sampai kapan blunder ini harus terus berlangsung.
Para seniman dengan segenap potensinya seharusnya dapat memutus lingkaran setan
ini, dan mulai menciptakan karya-karya yang lebih bermutu dan bernilai seni
tinggi.
Saya
buka pekerja seni, tak terlalu mengerti seluk beluk dunia seni juga. Namun saya
cukup memiliki selera yang ketat dalam memilih lagu.. Jika dulu selera musik saya
hanya cukup enak didengar, kini kriteria saya bertambah. Status saya sebagai
seorang ibu yang harus mendidik anak-anak di rumah, dan profesi saya sebagai
Ibu Guru yang harus mendidik murid-murid di sekolah, membuat saya harus
menambahkan kriteria baru bagi sebuah lagu yang layak dengar, yakni lirik dan
video klip harus sopan.
Tidak
semua lagu hits tampil dengan berwajah kasar dan erotis seperti itu tentu saja.
Simak saja misalnya lagu-lagu milik Adele, michael Buble, atau Bruno
Mars. Selain musikalitasnya tinggi, lirik dan klipnya pun tergolong
sopan. Itu kan artinya bukan sesuatu yang mustahil bagi para musikus untuk
menciptakan karya yang bemutu tinggi. Tanpa harus menyertakan warna seksual dan
kekerasan di dalamnya. Lagu-lagu dengan kriteria seperti inilah yang seharusnya
lebih banyak didengarkan oleh putra-putri kita.
Memfilter
dampak negatif globalisasi dari rumah.
Ayah
itu kepala rumah tangga, pemimpin keluarga. Tapi penguasa rumah itu Ibu. Tak
peduli Ibu itu bekerja di luar rumah atau bekerja full di rumah. Di tangan para
ibu lah akan tercipta segala harmoni atau kekacauan yang bermula dari dalam
rumah. Era globalisasi kini sudah melanda dunia. Merasuki negeri kita, dan
merangsek hingga ke dalam rumah-rumah kita tanpa dapat dibendung lagi. Berbagai
pengaruh siap menghadang anak-anak yang menjadi tanggung jawab kita.
Jika
bukan kita yang melindungi anak-anak kita, lantas siapa lagi yang akan
melakukannya. Para ibu perlu bersikap lembut, arif namun sekaligus tegas dalam
menerapkan aturan tentang hiburan yang boleh dan tidak boleh masuk ke dalam
rumah kita. Termasuk menyeleksi lagu-lagu yang layak dan tidak layak dengar.
Apakah bisa ? harus bisa. Apakah boleh ? jelas boleh. Lalu bagaimana caranya ?
Mari ibu-ibu, ikuti saya.
1.
Menjadi seorang Ibu berarti menjadi seorang GURU.
Guru bagi anak-anak dan semua penghuni rumah kita. Untuk itu kita harus
membekali diri kita dengan ilmu tentang cara mendidik. Tak perlu sampai harus
membaca buku-buku Paedagogik yang tebal-tebal itu. Lakukan saja jika ada waktu
luang. Cukup gunakan ajaran agama dan intuisi. Itu sudah cukup untuk menyaring
mana seni (lagu) yang baik dan mana yang tidak.
2.
Menjadi ibu berarti menjadi pengamat seni. Gunakan
pengaruh kita sebagai seorang ibu untuk mengarahkan anak-anak agar hanya
menikmati seni yang berkualitas dan memiliki pesan moral yang baik. Untuk itu
kita sendirilah yang harus pertama kali memiliki selera seni (musik) yang baik.
Jika masih senang dengan lagu semisal “Cinta satu malam”, ya tentu agak sulit
memainkan peranan ini.
3.
Menjadi seorang Ibu berarti menjadi Psikolog sekaligus Polisi.
Tingkatkanlah intensitas komunikasi dengan anak-anak kita. Berbincanglah
tentang apa saja. Selami dunia mereka tanpa harus membuat kita bertingkah
seperti abege tua. Dengan jalan ini kita akan lebih mudah berdialog dengan
anak. Jangan segan pula menyensor dan melarang segala bentuk lagu yang tidak
bermoral. Beri pengertian kepada mereka dampak buruk lagu -lagu itu bagi
perkembangan mental mereka. Dan sebagai gantinya bebaskan mereka memilih
lagu-lagu alternatifnya, dengan kriteria yang telah terseleksi , disepakati,
dan tentu jauh lebih sopan. Jika kebiasaan selektif ini terus dilakukan, lambat
laun anak-anak akan mengerti dengan sendirinya tentang nilai baik dan tidak
baik.
4.
Setiap Ibu tentu punya trik dan tips tersendiri.
Silahkan berkreasi demi kebaikan anak-anak kita.
Akhir
kata, sebuah lagu sebagaimana lazimnya sebuah karya seni, sudah seharusnya
memiliki kriteria adiluhung. Tak sekedar bernilai komersial tinggi , namun
harus bermanfaat bagi kesehatan mental penikmatnya, berpengaruh baik bagi
moralitas pendengarnya, dan memiliki andil dalam membentuk budaya sebuah bangsa
yang beradab. Mari teman-teman, kita raih impian kita tentang kehidupan yang
lebih baik bagi anak-anak kita, dengan satu permulaan kecil, yakni menyeleksi
lagu-lagu yang mereka dengarkan. Selamat mendidik anak-anak tercinta ya,
teman-teman ..
Salam sayang,
Anni
No comments:
Post a Comment