Baru saja menonton acara berita di Televisi, tentang
keributan yang terjadi di arena pergelaran music dangdut di kota kecil
Kendal Jawa Tengah. Kerumunan anak muda yang asyik berjoget tak dapat
mengendalika emosinya saat bersenggolan dengan sesama pejoget yang juga sedang
asyik di sebelahnya. Tak pelak lagi, tinjupun melayang ke arah hidung lawan,
yang dibalas dengan tendangan keras ke arah tulang kering. Semenit
kemudian pecahlah perkelahian massal di tengah hingar bingar dentaman gendang
dan mendayunya suara sang biduan yang memabukkan.
Bukan musiknya, tapi penyanyinya
Musik dangdut sudah sejak dulu ada di bumi pertiwi ini .
Dahulu musik Dangdut dikenal dengan nama musik Melayu. Musik dangdut diklaim
sebagai musik asli milik bangsa Indonesia, meski pengaruh India begitu kentara
di dalamnya. Apapun kontroversinya, musik dangdut tetaplah menjadi musik khas
milik bangsa kita yang juga sudah diakui keberadaannya oleh bangsa lain.
Banyak orang yang sangat fanatik menyukai musik dangdut,
namun tak sedikit juga orang yang bersikap anti pati, dan menganggap musik
dangdut adalah musik kampungan yang tak berselera tinggi. Terserah apa kata
orang, musik dangdut terus melaju di negeri ini. Dari waktu ke waktu kualitas
musik dangdut terus mengalami peningkatan. Yang menjadi masalah adalah performa
para penyanyinya. Sungguh kontradiktif. Sementara penyanyi dangdut papan atas
semisal Ikke Nurjanah, Iis Dahlia, Christina, Evie Tamala, dll, berusaha
mati-matian memperbaiki citra musik dandut agar lebih berkelas, penyanyi
dangdut kelas kelurahan justru bersikap sebaliknya. Berpenampilan seseronok dan
seheboh mungkin. Melihat penampilan para artis dangdut kelas kampung ini ,
orang pasti akan sulit membedakan, mana penyanyi mana PSK.
Khusus untuk penyanyi kelas hajatan ini, jangan salahkan
orang lain jika mereka dinilai negatif oleh masyarakat. Lihat saja gaya
berpakaiannya. Serba ketat, serba terbuka, super mini, dan mencolok. Sudah
begitu suranya mendayu merayu merajuk hati. Dan ini yang terpenting : gaya
jogetnya itu lho ! alamak, sensual banget. Dada digoyang ke arah depan, kaki
mengangkang- paha terbuka, pinggang - pinggul - bokong diputar cepat sampai 360
derajat. Coba, laki-laki mana yang nggak sesak napas melihat gerakan (yang kata
Bang Haji Rhoma Irama ) seperti gerakan persenggamaan seperti ini ? nah,
manakala gerakan saru seperti itu dipertontonkan di ruang terbuka, wajar saja
jika masyarakat mengira para penampilnya adalah cewek-cewek bispak (bisa
dipakai - pen), dan penonton yang berjogetpun jadi mudah tersulut naluri
agresifnya. Senggol sedikit saja akan berakibat bacokan.
Silahkan menggoyang dunia,
tapi jangan saru !
Saya pernah menghadiri undangan pernikahan salah seorang
kenalan di kampung sebelah. Saya tiba di tempat hajatan saat jam makan siang.
Maksud saya biar laparnya pas gitu :D. Tapi sesampainya di sana, boro-boro bisa
menelan makanan dengan nikmat, malahan keselek yang ada. Bagaimana mau enak
makan, lha wong di siang bolong yang panas gerah seperti itu, tuan rumah menyuguhkan
atraksi musik dangdut yang suaranya digeber pol, kuenceeeeng.. bangets !
sampai kalau kita duduk, badan jadi ikut bergetar lantaran kursi yang kita
duduki bergetar lumayan keras, dan jantung serasa berdentam-dentam tak
beraturan sebab dahsyatnya volume sound system.
Sudah begitu, Mbak-Mbak penyanyinya itu lho, masyaallah !
rambut keriting panjang sepinggang, dicat merah menyala. Lagu apapun yang
dinyanyikan, kepala dan rambutnya pasti akan diputar-putar seperti
baling-baling kincir angin Belanda, tak peduli apakah lagunya cocok atau tidak.
Rupanya dia meniru gerakan andalan para tiga singa yang sedang ngetop itu.
Lalu goyangannya, haduh. Bukan goyang itu sih, tapi lebih tepatnya
bergetar, berdenyar, berdenyut !. Lihat saja pantatnya. Kok bisa-bisanya dia
melakukan putaran 360 derajat, 50 putaran perdetik kayaknya, saking cepat dan
dahsyatnya. Apa si Mbak ini nggak takut pinggulnya lepas ,apa ya ? edan tenan.
Saya sih tak peduli dengan atraksi itu. Saya kan perempuan
jadi ya nggak terpengaruh sedikitpun. Mau hotnya sampai kayak kebakaran juga,
saya sih nyengir saja, secara saya mah nggak napsu sama perempuan, cuma merasa
jijik saja. Tapi Bapak-bapak dan para pemuda yang menonton ? haduh
kasihan banget, sampai pada melotot gitu (ditambah agak nganga dan lidahnya
keluar dikit ). Untung saya datang barengan sama Ibu-ibu. Coba kalau sama
suamiku. Bisa habis aku dimakan sama suamiku sepulangnya ke rumah ! ( he he..pis Ayah)
Beneran deh, heboh banget itu si Mbak penyanyinya. Padahal
lagunya selow-selow saja, tapi kok ditampilkan dengan begitu hotnya. Lagu yang
seharusnya sendu, malah jadi ancur 1000 persen di tangan si Mbak itu.
Heran saya.
Diatas itu semua, ada satu hal yang saya prihatinkan. Sajian
musik dangdut dengan hanya diiringan organ tunggal itu dilakukan di atas
panggung yang tingginya kira-kira sedada laki-laki dewasa, jadi kurang lebih
setinggi kepala anak berumur 8 tahunan. Para penonton yang berada di bawah
panggung akan otomatis harus mendongakkan kepalanya saat menonton aksi sang
biduan.
Nah disitulah letak persoalannya. Penyanyi itu berpakaian
sangat minim. Rok bawahannya hanya sejengkal panjangnya dari pangkal paha. Saya
yakin dia mengenakan hotpants yang lebih mini lagi di balik rok kulit imitasi
yang super ketat itu. Tapi kan pas dia melakukan gerakan mengangkang,
menendang, goyang pinggul dan bokong dengan paha ngablak, semua pemandangan
seronok itu tersaji tepat di depan mata orang dewasa dan tepat di atas kepala
anak-anak yang kesemuanya menonton dengan terpana dan melotot. Entah apa yang
ada di benak para penonton yang didominasi laki-laki itu. Sedih saya melihat
anak laki-laki cilik yang terpaksa menjadi korban “pemerkosaan” para biduan
itu.
Tak henti berkecamuk pertanyaan di hati saya saat terpaksa
menyaksikan pertunjukkan yang sangat tidak pantas itu. Apakah para
penyanyi itu tak punya anak, adik, atau keponakan yang masih kecil ? mengapa
memancing nafsu syahwat dengan begitu bebas seolah tak punya malu ? berapa sih
bayaran yang dia terima untuk aksi hotnya itu ? berapa banyak sih sawerannya ?
kok sampai sebegitu ngototnya. Apakah memang seimbang dengan rasa malu yang
terpaksa ditekan habis ?
Lalu para penyelenggara hajatan. Apakah tidak bisa melakukan
rikues terlebih dahulu, agar grup organ tunggal yang mereka sewa itu, hanya menampilkan
penyanyi yang sopan yang tak mirip PSK ? sangat tidak sopan menurut saya jika
tuan rumah menyuguhi tamu-tamunya dengan pertunjukkan yang sangat tak bermutu
seperti itu.
Dan ini yang terpenting. Para orang tua. Mengapa membiarkan
anak-anak laki-laki kecil dan remajanya menonton pertunjukkan yang menjurus
mesum seperti itu. Dimana tanggung jawab dan kesadaran para orang tua atas
keselamatan moral anak-anaknya ? atau mungkin hal-hal semacam itu tak
terpikirkan, karena justru mereka adalah salah satu diantara penonton yang
berjoget itu ? Ya susah kalau begitu. Rusak satu rusak semua. Tak ada tanggung
jawab sosial yang dapat diharapkan dari orang-orang yang bersikap tak acuh
seperti itu.
Dan yang ini tak kalah pentingnya : Bapak- bapak
aparat kemanan. Nggak usak sok- sok ikutan joget gitu deh. Alay tauu ..
Terakhir …
Musik dangdut sebagaimana musik
lainnya yang merupakan sebuah karya seni, tak pernah salah. Jika terjadi
kesalahan, tentu kesalahannya terletak pada manusia penciptanya dan pembawanya.
Lagu dangdut yang berlirik sopan akan jadi masalah besar manakala dibawakan
oleh penyanyi yang bergaya erotis. Sebaliknya, lagu dangdut yang berlirik
menjurus porno, tak akan pernah berpengaruh ketika tak ada penyanyi yang
melantunkannya, manatah lagi mendengarkannya. Jadi marilah teman-teman,
selalulah bersikap arif dalam menyikapi sebuah karya seni, selalu bersikap
selektif dan waspada, demi kebaikan kita bersama, terutama kebaikan anak-anak
kita.
Salam sayang,
No comments:
Post a Comment