Suatu
sore saya mendapati diri saya sedang mengantri di sebuah warung Sate
Madura di dekat gang kompleks rumah saya. Saya bermaksud membeli Sate
Ayam untuk lauk makan malam. Sambil menunggu dilayani, dengan terpaksa
saya mendengarkan alunan musik dangdut yang diputar keras- keras oleh si
pemilik warung. Saking kerasnya saya sampai harus berteriak saat
menyebutkan pesanan saya. Ampun deh kerasnya, apa nggak pada jadi tuli
itu orang – orang yang seharian bekerja disana.
Tunggu
dulu, ini bukan kisah tentang kuliner lezat yang bernama Sate Madura
itu lho, ini tentang rasa takjub saya pada syair lagu dangdut yang
digeber dengan volume super keras itu. Bagaimana tidak takjub, bunyi
syairnya lumayan seronok, berkisah tentang kekesalan seorang perempuan
yang selalu menjadi bahan perbincangan tetangga gara – gara statusnya
sebagai seorang janda. Dia bilang, “ aku ini jalak, janda galak ! bukan
jablay, janda lebay ! “ astaghfirullah …
Saya
lalu berpikir, ini lagu kok gitu banget ya ? kayak nggak dipikir dulu ,
gitu lho. Sambil mendengarkan saya lalu membayangkan sosok penyanyinya.
Dalam bayangan saya penyanyinya paling kurang lebih sama dan sebangun
dengan si goyang kalkun, atau si siapalah, model-model penyanyi dangdut
pantura ,yang hanya mengandalkan goyang dan kemolekan tubuh semata, dari
pada keindahan suara. Sesampainya di rumah, saya langsung browsing di
situs Youtube, penasaran ingin melihat video lagu itu. Karena saya tak
tahu judul lagunya, saya main ketik asal-asalan saja. Saya ketik kalimat
“ jalak jablay “, dan … berhasil ! itu dia videonya. Saya klik, dan
betul saja. Perkiraan saya tak meleset sedikitpun. Persis seperti yang
saya bayangkan, hanya saja penampilan penyanyinya tidak begitu
kampungan.
Jangan menyebut kata “ Janda “ tanpa rasa hormat.
Jalak
alias Janda Galak. Apa ini maksudnya ? apakah itu berarti seorang janda
yang tak mudah digoda ? selalu pasang wajah ketus dan judes agar
laki-laki tak melecehkan dia, agar tak disangka genit oleh tetangga ?.
Lalu Jablay atau janda lebay. Apa pula ini maksudnya ? apakah untuk
menggambarkan seorang janda centil yang suka menggoda suami orang ?
apakah ini artinya seorang janda yang keramahtamahannya dibuat- buat
agar orang lain tertarik padanya ? Lalu jika memang betul begitulah
artinya, mengapa menggunakan istilah itu ? mengapa menggunakan istilah
yang justru mengundang pelecehan terhadap kaum janda ?
Janda
itu hanya status perkawinan yang merupakan sebagian kecil saja dari
status sosial seorang perempuan. Menjadi janda itu takdir, suratan hidup
yang kadang sangat,- sangat sulit dielakkan. Menjadi janda itu pilihan
hidup yang traumatis dan menyakitkan. Tak ada satu perempuanpun yang
menginginkan status ini, jika tidak karena keadaan yang memaksa, jika
tidak karena kehidupan perkawinan yang menyakiti fisik dan mental
seorang perempuan.
Janda
cerai mati umpamanya. Siapa yang mau bernasib malang seperti itu ?
bercerai selamanya dengan belahan jiwa yang sangat dicintai ? berpisah
dengan seseorang yang diharapkan menemani sisa hidup hingga maut
memisahkan, yang sayangnya maut merenggut nyawa sang suami terlebih
dahulu . Siapa yang mau menerima cobaan seberat itu ? tak satupun
perempuan yang akan benar- benar siap menghadapinya, meski hanya sekedar
membayangkannya saja. Namun jika itu sudah takdir, jika itu sudah
kehendak Allah sang pemilik jiwa suami, kita bisa apa, selain menangis,
pasrah, dan berserah diri ?
Lalu
janda cerai hidup. Saya tak akan berbicara tentang seorang perempuan
yang berstatus janda gara-gara diceraikan oleh suaminya sebab perempuan
itu berselingkuh dengan laki-alaki lain. Maaf saja, janda yang seperti
itu tidak termasuk dalam kategori janda seperti yang akan saya bicarakan
disini, karena dia sudah mencederai kehormatannya sendiri. Bagaimana
pula orang lain akan menghormati dia jika perilakunya seperti itu. Yang
akan saya bicarakan disini adalah janda cerai yang selalu setia menjaga
kehormatan dirinya, yang mampu menghargai hidupnya, dengan meninggalkan
perkawinan yang tak lebih hanya sebuah neraka dunia saja baginya.
Tak
terhitung banyaknya perempuan berstatus janda yang saya kenal di
lingkungan saya. Di lingkungan keluarga, lingkungan kerja, pertemanan,
tetangga, dll. Janda yang lebih memilih bercerai daripada harus hidup
berdampingan dengan laki-laki pecundang yang memperlakukan istrinya
bagaikan seorang budak, atau menjadikan istrinya itu samsak tinju yang
bebas dipukuli kapan saja saat sang suami merasa kesal. Mana ada
perempuan yang rela diperlakukan seperti itu. Belum lagi kasus-kasus
suami yang pemalas, tak mau bekerja, mengandalkan tenaga istri, atau
kerjanya main perempuan melulu. Perempuan yang tahu bagaimana menghargai
kehidupannya dan masa depan anaknya, jelas lebih memilih mundur dari
perkawinannya,daripada harus melanjutkan pernikahan yang sudah tak ada
gunanya lagi.
Saya
kenal dengan banyak janda yang bercerai mati atau hidup. Semua saya
kenal dengan baik, dan semuanya sangat menjaga perilaku mereka dengan
cermat. Berusaha tegar meneruskan kehidupannya meski dengan luka batin
yang sulit disembuhkan. Kebanyakan dari mereka masih juga membawa anak
dari buah perkawinannya, karena pada umumnya anak lebih memilih tinggal
dengan Ibu daripada dengan Ayah. Dengan tanggun jawab yang tak bisa
dibilang kecil, para janda ini harus berjuang seorang diri membesarkan
dan mendidik anaknya, tanpa suami di sisinya. Suami yang seharusnya
menjadi pelindung, penjaga, dan penghiburnya. Dengan perasaan yang pedih
perempuan janda ini berusaha tampil dengan tegar, tetap tersenyum meski
hati telah terkoyak-koyak oleh kesedihan dan kekecewaan.
Tak
pernah mudah menyandang predikat janda. Saya melihat sendiri bagaimana
perjuangan ibu saya, melihat sendiri bagaimana kerasnya kehidupan yang
harus dijalani ibu mertua saya, juga adik ipar, dan kerabat saya
lainnya. Ayah saya dan ayah mertua saya meninggal dunia ketika kedua ibu
yang saya cintai itu berusia masih relatif muda, 40 tahunan ! usia
ketika seorang perempuan seharusnya menikmati hidup dengan tenang dan
bahagia . Lalu adik ipar saya. Dengan berani dia memilih keluar dari
perkawinan membawa serta ketiga anaknya, karena tak tahan lagi melihat
perilaku suaminya yang punya penyakit selingkuh kronis. Adik saya ini
lebih muda lagi ketika bercerai, masih 30 tahun, cantik pula !. Ini yang
membuat kehidupan mereka semakin sulit. Menjanda di usia muda.
Sebaik
apapun mereka berperilaku, sewajar apapun mereka berbicara, selalu saja
ada omongan dari tetangga yang usil, tetangga yang menaruh syak dan
curiga, atau cemburu. Omongan yang tidak pantas, omongan yang memanaskan
telinga dan menyakiti hati, omongan yang berbau fitnah dan gossip yang
sama sekali jauh dari kenyataan. Adik saya ini sampai harus berpikir dua
kali saat harus berbicara dengan laki-laki di tempat kerjanya, sebab
pernah sekali dia mendengar seseorang berbicara buruk tentang dirinya.
Ini kan sudah tidak benar. Bagaimana mungkin dia dapat bersikap
professional dalam pekerjaannya, jika berbicara dengan lawan jenis saja
selalu dihantui kecemasan ?
Kadang
karena ingin mengcounter pembicaraan negatif tentang dirinya, para
janda ini akhirnya harus bersikap tertutup, ekstra pemilih dalam
berteman, sangat hati-hati dalam berbicara dan bertingkah laku, dll,
yang kesemuanya sesungguhnya tak perlu dilakukan sampai sedemikian rupa
ketatnya. Tapi apa mau dikata, itulah rupanya pilihan yang ada di
hadapan mereka, sebab berperilaku wajar dan biasa sajapun sudah cukup
menimbulkan omongan miring.
Bersyukurlah
perempuan janda yang memiliki hati dan mental sekuat baja. Yang teguh
pada nilai-nilai kebaikan yang dia yakini, yang dapat hidup sewajarnya
tanpa perlu mengubah karakter, yang masih dapat bergembira dan tertawa
sebagaimana manusia lainnya, dan selalu dapat menangkis
segala pembicaraan miring dengan prestasi yang nyata. Namun ada berapa
banyak perempuan janda yang memiliki ketangguhan seperti itu ? tak
banyak, karena kultur kita, karakter masyarakat kita membuat seorang
perempuan janda seolah harus hidup ekstra hati-hati .
Berhentilah menciptakan karya seni yang berkonotasi pelecehan
Ayolah
para pencipta lagu, para penyanyi, para penggiat seni, dan para
pencipta trend, berhentilah membuat karya yang menhinakan atau
mengundang pelecehan terhadap para janda. Sudah cukup berat kehidupan
yang dijalani para janda. Jangan tambah lagi beban mereka dengan karya
seni yang hanya membuat mereka menjadi objek olok-olok seolah mereka
hanyalah manusia yang tak berperasaan.
Boleh
jadi semua karya itu hanya bermaksud gurauan, atau menciptakan trend
yang segar, atau apalah, yang awalnya tak bermaksud menghina pihak-pihak
tertentu. Namun, setelah sebuah karya seni dilempar ke pasar dan
dikonsumsi masyarakat, akibatnya akan sangat sulit diprediksi. Jika
ternyata kemudian karya seni anda itu menyakiti golongan tertentu, maka
sangat besar andil anda dalam kesalahan yang timbul. Jangan menggunakan
bakat seni dalam diri anda untuk mencederai perasaan orang lain, karena
bukan untuk tujuan itu Allah memberi anda bakat sebesar itu.
Anda
Jalak atau Jablay ? bayangkan jika pertanyaan tak senonoh itu
dilontarkan seseorang kepada kakak perempuan kita, adik perempuan, atau
sepupu yang sangat kita sayangi. Kalau itu terjadi pada keluarga
yang saya sayangi dan saya hormati, saya sendiri yang akan menampar
orang yang tak tahu sopan- santun itu ! . Marilah kita saling menghormati sesama manusia.
Salam sayang,
Anni
No comments:
Post a Comment