Saya sengaja menulis ini karena
terus terang takut dashboard saya
njebluk kalau berkomentar di
sana. Saya juga tak peduli dikatakan
mendompleng kepopuleran Bu Anni. Yang
saya tulis ini cuma curhat
seorang ibu yang mungkin terlalu panjang untuk
dijadikan komentar.
Pada dasarnya saya setuju
dengan pendapat Bu Anni, bahwa tes keperawanan itu bisa jadi teror mental bagi
anak-anak gadis. Bagaimanapun kemaluan seorang perempuan, baik sudah bolong maupun
masih buntet (maaf, kasar) seharusnya tetap jadi sesuatu kepemilikan pribadi,
bukan diumbar statusnya, atau bahkan diobok-obok keberadaannya.
Saya berpendapat bahwa tes
keperawanan itu SAMA SEKALI TAK PERLU DILAKUKAN. Kenapa? Karena yang sudah
terlanjur tak perawan tetap akan tak perawan. Karena ketidakperawanan tidak
100% menunjukkan berkurangnya nilai moral. Karena ada hal lain yang lebih
mendesak untuk dilakukan, yaitu CUCI OTAK PARA ORTU / CALON ORTU.
Makin hari saya makin miris
melihat betapa para ortu jaman sekarang begitu permisifnya pada sikap anak.
Sebuah kenakalan ‘kecil’ dianggap lumrah, padahal bisa jadi itu adalah
bibit-bibit kebejatan moral dan pangkal tindak kriminalitas.
Ortu pun jarang yang bisa jadi
contoh yang baik. Kata-katanya kasar. Gampang menghakimi orang lain yang tak
sepaham. Korupsi. Berbohong. Ingkar janji. Menghina. Tak mau menghargai orang
lain. Dan masih banyak lagi.
Bagaimana bisa KITA
mengharapkan anak-anak KITA bermoral baik kalau KITA tak kalah bejatnya? Kalau
KITA tak bisa mengendalikan keinginan dan perilaku anak dengan alasan kemajuan
jaman?
Siapa KITA? Siapa ANAK KITA?
Apa itu TUNTUNAN AGAMA? Apa itu BUDI PEKERTI? Apa itu MENDIDIK?
Saya rasa itu yang perlu
direnungkan dan dipraktekkan segera. BUKAN BIKIN HEBOH DENGAN WACANA TES
KEPERAWANAN. Saya setuju sepenuhnya dengan sentilan Bu Anni, jangan ‘buruk rupa
cermin dibelah’.
Ketika anak jadi tak
terkendali, bermoral bablas tanpa batas, JANGAN SALAHKAN PEJABAT, JANGAN
SALAHKAN NEGARA, JANGAN SALAHKAN PEMUKA AGAMA, JANGAN SALAHKAN GURU. Semua
upaya pengkambinghitaman itu tak akan pernah menyelesaikan masalah. SALAHKAN
DIRI SENDIRI SEBAGAI ORTU.
Seorang anak tak pernah minta
dilahirkan. Dia akan tumbuh dengan baik dan benar bila kita mencintainya dan
memberi contoh nyata tentang kebaikan dan kebenaran, dengan cara yang baik dan
benar pula. Dari bibit-bibit inilah nantinya akan muncul perbaikan bahkan
sampai ke tingkat negara. Buat para ortu anak laki-laki, berilah pengertian pada putra
kita untuk tidak merusak ‘pagar ayu’. Buat para ortu anak perempuan, beri
pengertian putri kita untuk menjaga betul miliknya yang (masih dianggap) paling
berharga.
Jangan lagi bebani anak-anak
kita dengan hal-hal yang meresahkan seperti tes keperawanan itu. Tak cukupkah
anak-anak ini dibebani dengan teror UAN? Dengan teror hedonisme yang makin
menggila? Dengan teror dari ortu yang mengharap kesempurnaan?
Anak bukan obyek. Maka mari
perlakukan mereka dengan cinta yang benar. Dengan contoh yang tepat. Agar ke
depannya kita semua bertambah baik, bukan saling menyerang dan menyalahkan.
Bukan menggelontorkan wacana-wacana aneh untuk menutupi kebobrokan pola pikir
kita, dan kebejatan sikap moral kita sebagai ortu.
Ada tuntunan agama bagi yang
beragama. Ada tuntunan budi pekerti luhur bagi semuanya. Semua itu berawal dari
keluarga, dari orang tua. Tes keperawanan hanya akan memberi efek ketakutan
instan (pada dilakukannya tes itu), bukan pada rasa takut akan Tuhan, atau rasa
malu atas dilanggarnya moral dari budi pekerti luhur. Jangan kita jadi sesat
pikir karena ketidakmauan kita untuk belajar dari kesalahan dan menghargai
proses.
Selamat siang…
Salam curhat,
Lis S.
Catatan : artikel ini adalah
opini / pendapat pribadi, dan tiap orang bisa punya pendapat yang berbeda
dengan alasannya sendiri.
No comments:
Post a Comment