Ada seorang penulis di Kompasiana belakangan ini yang fenomenal.
Namanya Bu Anni. Fenomenal karena beberapa karyanya diganjar Headline.
HL Kompasiana – yang menurut Kang Pepih Nugraha adalah “tempat
terhormat” pada welcome page Kompasiana dan etalase bagi tulisan
bermutu, diraihnya dengan beruntun, lima kali dalam lima tulisan selama
satu bulan. Bukan itu saja, beberapa tulisannya sering nangkring di
kolom Trending Article, memiliki tingkat keterbacaan tinggi, mendapatkan
vote tinggi yang menyebar dalam hampir semua kategori – teraktual,
inspiratif, bermanfaat dan menarik. Sebuah tulisannya di Kompasana
tentang berteman dengan preman kemudian muncul di Kompas.com kolom
metropolitan. Bahkan seorang Kompasianer lain, Mex’r And Frank’s,
menempatkan beliau – yang dikatakan sebagai wanita yang mempunyai fisik
gabungan antara Dewi Yull dan Astri Ivo, sebagai satu di antara dua
Chicken Soup Kompasiana (bersama Mbak Ellen Maringka), yang
tulisan-tulisannya tidak kalah dengan cerita-cerita dalam buku Chicken
Soup for the Woman Soul.
Sebagai penulis yang terus belajar, saya mencoba memahami apa yang
menjadikan Bu Anni bisa berprestasi seperti itu. Dan ini mungkin yang
bisa saya petik.
Aktual
Bu Anni pandai sekali menulis sesutau yang sedang hangat-hangatnya
dibicarakan. Semua tulisan Bu Anni yang diganjar HL adalah tulisan yang
aktual. Simak saja tulisan tentang murtad, bersinggungan dengan topik
panas berganti agamanya seorang artis. Saat liburan dimulai, turun
tulisan tentang banyak PR bagi anak sekolahan saat liburan. Kala Vanny
Rossyane muncul di infotainment, Bu Anni dengan jelinya juga mengupas
tentang dia. Aktualisme terkait erat dengan ketertarikan pembaca.
Sesuatu yang sedang aktual, tentunya biasanya akan menjadi hal awal yang
disantap. Itulah mungkin sebabnya kenapa aktualitas dalam jurnalisme,
termasuk jurnalisme warga, memegang peranan penting. Demikian pula bagi
Kompasiana. Wajar jika Kompasiana mengganjar beliau dengan HL beruntun
Berisi
Jangan kaitkan ini dengan pipinya seperti terlihat di profpic, tapi coba
kita baca tulisan-tulisannya, termasuk komentar-komentar para
pembacanya. Kesan sebuah tulisan berisi jelas terlihat, baik itu dari
konten tulisan maupun dari komentar orang. Beragam pembaca juga beragam
kesan dalam menafsirkan tulisan Bu Anni. Ada yang merasa mendapatkan
inspirasi dari tulisan beliau, ada yang melihatnya sesuatu yang menarik
dan kebanyakan dari kita merasakan sebuah manfaat dari tulisan. Itulah
yang saya kategorisasikan sebagai sebuah tulisan yang berisi. Ada
istilah Sunda yang berbunyi “aya pulunganeun” yang berarti ada yang bisa
dipungut. Setelah membaca tulisan beliau saya sering merasakan sedang
memetik sesuatu. Pelajaran dan kebaikan.
Mengalir
Ada sebuah saran yang mampir dalam sebuah artikel, bahwa agar tulisan
memiliki banyak pembaca di Kompasiana, buatlah artikel yang singkat dan
padat. Saran itu tidak berlaku buat Bu Anni. Tulisan Bu Anni termasuk
tulisan Kompasiana yang super panjang. Saking panjangnya, banyak pembaca
yang “naro sandal” dulu dalam kolom komentar. Namun anehnya, ratusan
pembaca – dalam beberapa artikel malah menembus ribuan - masih betah
bertahan untuk membacanya sampai selesai. Bahkan itu diikuti dengan
memberi komentar yang juga harus mengantri. Kenapa itu bisa terjadi?
Saya melihat ini adalah hasil dari sebuah artikel yang enak dibaca dan
mengalir. Hal ini bisa jadi disebabkan dua hal: tulisannya terstruktur
atau / dan bahasa yang dipakainya ringan dan mudah dipahami.
Struktur
Bagi saya, Bu Anni adalah sosok guru yang berhasil memberikan contoh
yang baik bagaimana sebuah tulisan dibangun. Kedua hal di atas sangat
terlihat. Bu Anni membuat struktur yang jelas dalam tulisannya.
Opening-Body-Closing nya jelas. Bu Anni selalu memberi pembukaan tulisan
dengan baik, sehingga pembaca mengerti latar belakang tulisannya. Tidak
hanya pembukaan yang baik, tetapi juga menarik. Meski terkadang beliau
suka memberikan sebuah “disclaimer” – peringatan tentang sudut
pandangnya, beliau mengemaskan dengan bagus. Demikian juga dengan batang
tubuh tulisan dan penutup. Tulisan terasa mengalir karena transisi
antara satu bagian ke bagian lain, dari satu paragraf ke paragraf lain
terasa menyambung. Inilah salah satu faktor yang menjadikan orang betah
membacanya.
Bahasa
Untuk menjangkau keterbacaan yang luas, seorang penulis harus
pintar-pintar menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.
Menggunakan pilihan kata yang terlalu tinggi – atau terkesan terlalu
susah – mungkin hanya akan menarik perhatiaan pembaca dengan tingkat
pemahaman yang sama, dan ini terkadang membatasi pembaca untuk
berkunjung. Bu Anni sepertinya memutuskan untuk menulis sesuatu yang
bisa diterima berbagai kalangan. Tidak salah jika lalu dia menggunakan
bahasa yang sederhana, bahkan terkadang menyelipkan beberapa kalimat
ungkapan anak gaul sehingga bisa menjangkau lapisan remaja seusia
anaknya. Penggunaan bahasa demikian ini pun akan menjadikan sebuah
struktur tulisan menjadi lebih mengalir.
Sopan dan akrab
Saya sedikit mengernyitkan dahi ketika membaca komentar-komentar yang
datang di tulisan Bu Anni terakhir mengenai murtad. Saya masih
berpretensi bahwa tulisan mengenai agama seperti itu akan menyulut
sebuah “ledakan” dalam komentar berbalas komentar, seperti umumnya
terjadi. Namun anehnya, saya tidak menemukan hal itu di tulisan Bu Anni.
Kometar-komentarnya cenderung “adem”. Satu dua sih ada yang berbeda,
tetapi suasana tetap terjaga. Jika saja yang menulis tema seperti itu
adalah orang lain, bisa jadi lapaknya akan terbakar. Kenapa bisa ya?
Saya melihat hal ini adalah sebagai akibat dari kesopanan dan keakraban
yang berusaha dijalin Bu Anni terhadap teman-temannya,
komentator-komentatornya dan siapa saja yang berkunjung di lapaknya.
Kesopanan dan keakraban yang biasanya diawali atau diakhiri dengan
sebuah “pujian” atau ungkapan membahagiakan lainnya, disisipi dengan
candaan elegan, termasuk terhadap komentator seorang remaja yang selalu
menyelipkan tanya tentang anak gadisnya. Dengan kesopanan dan keakraban
seperti itu, mungkin para “perusuh” pun segan dan malas untuk bertindak.
Tidak aneh pula jika lapak Bu Anni menjadi “pangkalan” yang nikmat
untuk berkomunikasi dan menyapa, termasuk bagi sahabat-sahabatnya yang
saya kategorikan penulis matang dan senior. Dan satu lagi yang tidak
bisa diabaikan: responsif. Saya melihat Bu Anni berusaha selalu
responsif terhadap komentar-komentar yang masuk, yang bahkan terkadang
saya merasakan dia melakukannya secara real time: komentar beberapa
menit kemudian dijawab.
Dengan analisa kacangan seperti di atas, Bu Anni bisa jadi telah
dianggap berhasil menterjemahkan tagline Kompasiana: “sharing &
connecting” – berbagi dan berinteraksi. Bahkan saya bisa memprediksi,
jika Bu Anni memiliki konsistensi dalam menulis – baik dalam mutu maupun
dalam frekuensi, kualitas dan kuantitas – bisa jadi beliau akan menjadi
salah satu nominasi Kompasiane of the Year tahun ini. Tidak heran pula
jika Bu Anni sekarang sudah berada dalam watch-list nya para punggawa
admin Kompasiana, sehingga tulisan-tulisannya perlu “diawasi’ untuk
dibagi dan di-HL-kan. Jika ini terjadi, pantaslah kita cemburu. Namun,
mari kita cemburu dengan positif. Jadikan Bu Anni ini sebagai pelecut
semangat kita untuk terus berusaha membuat tulisan yang baik dan
bermakna, sehingga Kang-Mas Admin pun tidak akan malu untuk menjadikan
tulisan kita sebagai HL. Dan jika kita sudah berusaha dan tetap HL tidak
juga tiba, janganlah berkata T.E.R.L.A.L.U. Berkatalah, “ternyata masih
ada kesempatanku untuk terus memperbaiki diri”. Atau dengan sedikit
memelesetkan apa yang dikatakan Pak Florensius Marsudi: “Waktu pasti
akan lebih menajamkan penaku”.
Rekan Kompasianer, Mungkin tulisan ini adalah tulisan terakhir saya
sebelum berlebaran. Atau bisa jadi ini menjadi tulisan yang benar-benar
terakhir, jika Allah berkehendak. Untuk itu, saya haturkan maaf jika
dalam interaksi berkompasiana selama ini ada kesalahan besar atau kecil,
disengaja atau tidak, terucap atau tidak yang menyakitkan hati.
Tidaklah ingin kulihat sebuah hati perih tersakiti penaku. Maafkan.
Selamat berkumpul bersama keluarga.
http://media.kompasiana.com/new-media/2013/08/06/kompasianer-mari-belajar-menulis-dari-bu-anni--579489.html
No comments:
Post a Comment