Sarjana
Hukum kok jadi Guru ? Ya begitulah. Seringkali pertanyaan itu ditujukan
kepadaku, ketika aku menjawab pertanyaan apa latar belakang pendidikanku, dan
apa profesiku sekarang. Mengapa kata orang-orang yang bertanya itu, alih-alih
menjadi Hakim, Jaksa, Notaris, dan lain-lain profesi yang lazimnya disandang
seorang sarjana hukum, aku malah memilih menjadi guru SMA ? Menanggapi komentar
itu biasanya aku hanya tersenyum seraya berujar singkat, ” Mengapa tidak ? saya
bangga dan sangat bersyukur dapat menjadi seorang Guru “
Benarkah latar belakang
pendidikan itu harus linear dengan profesi yang dijalani sekarang ? Haruskah
seseorang menjalani profesi berdasarkan bidang keilmuan yang didalami sebelum
bekerja ? untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita teliti orang-orang yang ada
di sekitar kita.
Dimulai dari
lingkunganku dulu ya. Aku mengenal banyak sekali orang yang sama sekali tidak
nyambung antara latar belakang pendidikan dan profesi yang dijalaninya
sekarang. Di lingkungan SMA tempatku mengajar misalnya, hanya 3 orang yang
jelas-jelas lulusan fakultas kependidikan sementara selebihnya lulusan fakultas
non kependidikan.
Namun semua teman-temanku itu, baik yang lulusan kependidikan maupun yang non
kependidikan, kini telah menjadi Guru handal yang sangat aku kagumi
kepandaiannya dan menjadi favorit para siswa.
Itu baru di
lingkungan pekerjaan, belum di lingkungan pertemananku yang lain. Lebih banyak
lagi kujumpai teman-teman yang profesinya tidak sesuai dengan latar belakang
pendidikannya. Karena contohnya sangat banyak, aku hanya akan menyebutkan
beberapa saja yang tampak ekstrem.
Yang pertama
adalah temanku yang lulusan Fakultas Pertanian jurusan Hama Penyakit dan Gulma.
Bisa-bisanya sekarang dia berprofesi sebagai manager HRD di salah satu grup
perusahaan milik Bakrie ? Kan aneh . Jika tahu akan berprofesi seperti itu,
mengapa tidak dari awal saja temanku itu kuliah di fakultas ekonomi mengambil
jurusan manajemen, misalnya, sehingga terdapat link and match antara pendidikan
dengan profesi. Namun begitulah kenyataannya, dan temanku itu sangat menikmati
pekerjaannya.
Ada juga
temanku yang lulusan Astronomi ITB. Tahu tidak apa profesinya ? dia
bekerja di perusahaan agribisnis dengan posisi sebagai manajer quality control.
Apa nggak aneh ? selintas mungkin orang akan bertanya, lantas dikemanakan ilmu
astronomi yang dia pelajari selama ini, kalau begitu ? Bermanfaatkah ilmunya di
perusahaan tempat dia bekerja sekarang ?
Itu baru dua
contoh. Seribuan contoh lagi belum aku sebutkan, yang kesemuanya tak kalah
ajaib level tidak nyambungnya antara profesi yang digeluti dengan latar
belakang pendidikannya. Kalau aku harus menyebutkan contoh yang berasal dari
kalangan selebritis, maka akan sangat mudah bagiku menyebutkan nama Fariz RM
dan Adhie MS yang keduanya berprofesi sebagai musikus yang sama-sama berlatar
belakang fakultas teknik. Atau yang lebih muda adalah Nicholas Saputra, Pemain
film berwajah ganteng ini adalah alumnus Arsitektur UI. Aku tidak akan
menyebutkan Tompi yang penyanyi itu, karena sebagai alumnus FKUI Tompi masih
menjalankan profesinya sebagai dokter spesialis bedah. Anda punya contoh lain ?
Aku yakin saking banyaknya anda akan kehabisan waktu untuk menyebutkan mereka
satu persatu,bukan ?
Kalau sudah
begini baru terasa betapa pada akhirnya bukan dimana kita menuntut ilmu, atau
di fakultas apa kita belajar, namun life skill apa yang kita miliki dan life
ability apa yang kita punyai. Kampus hanyalah sebuah institusi tempat menuntut
ilmu. Dibalik semua label nama ilmu pengetahuan yang tertera di kampus-kampus
itu, sesungguhnya terdapat label ilmu pengetahuan lain yang lebih spesial,
yakni ilmu pengetahuan kehidupan yang merupakan kurikulum tersembunyi.
Ibaratnya, semua universitas memiliki “saudara kembar’ yang tersembunyi di
dimensi lain, yakni “Universitas Kehidupan “
Ilmu
pengetahuan tentang kehidupan inilah yang harus kita reguk sebanyak-banyaknya
selama kita menempuh pendidikan di manapun, tak hanya di bangku perguruan
tinggi. Ketika kita mempelajari ilmu pengetahuan jenis ini, kita tidak hanya
belajar tentang teori, namun langsung mempraktekkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Materi yang dipelajari sangat banyak dan tak terbatas jumlahnya,
dan ini yang terpenting : kita tak pernah mendapat nilai dari dosen, namun akan
mendapatkan penilaian langsung dari masyarakat.
Materi yang
kita pelajari dalam ilmu kehidupan meliputi ilmu tentang kesabaran, toleransi,
jujur, kerja keras, mengatur waktu, menjalin persahabatan, memanage sebuah
kegiatan, menjadi pemimpin, menjadi anggota, taat aturan, menyelesaikan
konflik, ilmu berhemat, ilmu menyayangi, dan lain-lain ilmu yang rasanya
memerlukan waktu seumur hidup kita untuk benar-benar dapat memahaminya. Kesemua
ilmu kehidupan itu, akan tampak secara formal misalnya dalam kegiatan
kepanitiaan, sidang di Senat mahasiswa, dalam hubungan dengan teman satu kost
an, teman di organisasi, dalam aktifitas bekerja paruh waktu untuk menambah
uang saku, dll, yang kesemuanya itu sama sekali tidak mempengaruhi besar
kecilnya IPK, karena memang tidak ada nilainya secara formal.
Semua ilmu
pengetahuan tentang kehidupan itu, akan mengasah semua sisi kecerdasan kita,
yakni sisi kecerdasan yang tidak tersentuh dalam proses belajar mengajar di
ruang kuliah. Sebab sebagaimana pada umumnya proses belajar mengajar di negeri
kita, proses belajar mengajar di tingkat perguruan tinggipun masih menekankan
pada peningkatan kecerdasan intelektual (IQ), sementara sisi kecerdasan manusia
yang lainnya hanya tersentuh sedikit sekali.
Dengan
mempelajari kurikulum tersembunyi itu, diharapkan setiap mahasiswa akan dapat
melatih dan memaksimalkan semua potensi kecerdasan yang dimiliki, seperti
kecerdasan emosi, spiritual, budaya, dll. Kecerdasan inilah yang akan
menghasilkan lulusan yang benar-benar memiliki life skill dan life
ability yang sangat dibutuhkan ketika dia harus memasuki dunia kerja
sebagai seorang profesional. Tak peduli apakah dia akan bekerja di perusahaan
ataukah akan membuka bisnis sendiri sebagai seorang wirausahawan, semua
kecerdasan dan kecapakan hidup itu, mutlak diperlukan.
Kalau begitu,
masih adakah manfaat menuntut ilmu di sebuah fakultas atau jurusan tertentu,
jika pada akhirnya semua kecakapan hidup justru didapatkan dari ” luar ” bangku
kuliah ? dan bukankah lulusan fakultas manapun dapat berprofesi sebagai apapun
? Tentu saja masih, karena pada kenyataannya ada jenis pekerjaan tertentu yang
mensyaratkan latar belakang pendidikan yang sangat spesifik,yang tidak boleh
dilakukan oleh sembarang orang, misalnya profesi dokter, termasuk dokter gigi
dan dokter hewan, akuntan, hakim, dosen, psikolog, dll, yang mensyaratkan para
profesional nya. Harus berlatar belakang pendidikan yang sesuai.
Pertanyaan yang
kemudian timbul adalah, jika profesi sekarang tidak sesuai dengan latar
belakang pendidikan sebelumnya, lalu apakah semua ilmu yang kita pelajari di
kampus dulu itu masih ada manfaatnya ? Aku berani menjawab MASIH . Semua ilmu yang kita dapatkan selama di bangku kuliah itu
pada akhirnya bermuara pada proses pendewasaan, proses pematangan kepribadian,
dan proses pembuka wawasan. Apapun ilmunya, semuanya melaksanakan proses itu.
Inilah yang sejatinya akan menjadi bekal kita untuk menghadapi kehidupan
selanjutnya. Ilmu pengetahuan ilmiah yang diajarkan di fakultas itu,
hanya sarana, hanya alat, dan bukan tujuan.
Aku menulis
artikel ini bukan dengan maksud membela diri karena aku sudah ”membelot”
dari latar belakang pendidikanku. Bukan sama sekali bukan itu. Aku hanya
ingin mengatakan bahwa profesi guru sebagaimana profesi wartawan, reporter,
pebisnis, pelaku seni, penulis, ibu rumah tangga, chef, banker , dll, adalah profesi
yang sangat terbuka bagi lulusan manapun. Yang penting para pelakunya memiliki
skill dan kecintaan terhadap profesinya, maka siapapun akan berhasil
menjalaninya dengan baik. Dan satu lagi yang terpenting : semua profesi
itu membutuhkan ” panggilan jiwa “. Hanya yang merasa terpanggil saja yang akan
berhasil menjalaninya dengan baik, tak peduli lulusan mana.
Jadi, apa profesi anda sekarang ? Apakah sesuai dengan latar belakang
pendidikan anda ? Jika ya, bersyukurlah, karena itu adalah berkah. Jika tidak,
tetaplah bersyukur karena itu adalah anugerah. Nah, selamat menjalani profesi
kita dengan senang hati dan penuh rasa syukur ya teman-teman :)
No comments:
Post a Comment