Dulu, dulu sekali …
Saat aku sedang berada di dalam angkot dalam suasana macet di jalan depan Rumah Sakit Dustira Cimahi.
Aku
selalu berusaha menikmati suasana macet agar hatiku tak gelisah ataupun
marah. Kulayangkan pandanganku ke luar jendela kaca mobil, dan
keperhatikan setiap detail pemandangan yang ada di hadapanku. Lalu
kulambungkan imajinasiku, dengan mengerahkan segala kemampuan berpikir
positifku, agar bermanfaat segala pandangan dan imajinasiku itu.
Disana,
di depan Rumah Sakit milik TNI angkatan Darat itu. Aku melihat
pemandangan yang sangat tidak biasa, yang cukup ganjil sebenarnya.
Pemandangan yang boleh jadi akan mengundang tertawaan orang lain yang
melihatnya. Tahukah teman-teman, pemandangan apakah yang aku lihat itu ?
Sebuah pemandangan yang sanggup mengubah secara total
pendapatku tentang laki-laki. Atau lebih tepatnya tipe laki-laki yang
akan kupilih menjadi suamiku kelak, karena saat itu aku masih seorang gadis remaja.
Berdiri
di sana, diatas trotoar. Seorang prajurit TNI AD, lengkap dengan
seragam tentaranya dan baret hijaunya. Kulit laki-laki itu hitam legam,
berkilat oleh peluh dan minyak, dengan wajah yang tak kalah hitamnya.
Sekilas aku seperti melihat seorang tentara yang baru turun dari gunung
seusai latihan perang, atau bahkan seorang tentara yang baru saja
kembali dari medan pertempuran. Penampilannya garang, gagah dan perkasa
sekali. Tak dapat kuhindarkan lagi, Aku langsung jatuh hati pada
pandangan pertama kepada laki-laki tentara itu. Oh bukan, bukan karena
penampilannya yang sangat macho, sama sekali bukan itu.
Aku
jatuh cinta pada pemandangan yang meliputi laki-laki tersebut. .
Prajurit yang gagah perkasa itu, terlihat menggendong seorang bayi
perempuan yang sangat lucu di tangan kirinya, sementara tangan kanannya
menjinjing sebuah tas bayi besar yag isinya padat menggembung. Masih di
sebelah kanannya, terlihat seorang perempuan muda berwajah manis, dengan
mesra menggandeng lengan kekar laki-laki itu, seraya tangannya yang
bebas memegang sebuah payung berbunga-bunga yang terkembang diatas
kepala laki-laki dan bayinya. Aku yakin, mereka pasti keluarga kecil
yang bahagia.
Subhanallah,
seakan sulit kupercayai penglihatanku ini. Benar-benar sebuah
pemandangan yang mungkin bagi orang lain sangat menggelikan. Bagaimana
tidak. Seorang tentara dengan penampilan perang, menggendong seorang
bayi dengan payung berwarna pink mengembang diatas kepalanya. Sangat
tidak harmonis, sangat mengganggu keseimbangan kosmik. Namun sungguh,
bagiku ini adalah pemandangan paling indah yang pernah aku lihat,
pemandangan paling romantis yang pernah aku bayangkan.
Lalu aku perhatikan wajah-wajah mereka. Air muka perempuan muda dan bayi lucu itu penuh dengan ekspresi
kebahagiaan yang tiada tara, seolah semua isi dunia telah diraih dengan
kehadiran suami dan ayah tercinta di sisi mereka. Kualihkan pandanganku
ke arah tentara itu. Ya, tak salah lagi. Laki-laki berwajah
garang dan jauh dari kesan tampan. Namun senyum dan tatapan mata yang
ditujukan kepada belahan jiwanya, istri dan bayinya itu, luar biasa
lembut sekali. Sorot mata dan senyumannya sangat dalam, seolah memendam
sejuta kebahagiaan, menyiratkan selaksa kerinduan yang telah lama
didamba. Laki-laki ini benar-benar sejati.. Tanpa sadar terlantun doa di
dalam hatiku, Oh Allah, jangan biarkan keluarga kecil yang kupandangi
ini kehilangan senyuman yang sangat hangat melindungi itu. Tambahkanlah kebahagiaan mereka …
* * *
Hari
berganti, waktupun berlalu. Pendapatku tentang laki-laki sejati tak
pernah berubah lagi. Hanya laki-laki yang mau peduli pada istri dan
anaknya dalam setiap situasi, adalah laki-laki yang sejati. Aku
bersyukur mendapatkan suamiku sebagai laki-laki sejati. Dia mau
melakukan apa saja untukku dan anak-anak kami. Menumpahkan semua kasih
sayang yang dia miliki demi kebahagiaan kami, meski lelah dan letih, dia
tak peduli.
Akupun
mengenal dan melihat banyak sekali laki-laki sejati di sekitarku.
Laki-laki sejati itu kulihat tersebar dimana-mana. Dari perkampungan
kumuh hingga kompleks perumahan mewah. Mereka adalah laki-laki yang
menggendong bayinya dengan penuh rasa sayang, membantu memandikan dan
menyuapi balitanya sementara sang istri sibuk dengan pekerjaan rumah
tangga yang seolah tiada habisnya.
Mereka
adalah Laki-laki yang mau membuatkan nasi goreng untuk sarapan pagi
sekeluarga, mau membuatkan susu untuk balitanya yang menangis, lalu
dengan penuh sayang menimang bayinya yang rewel semalaman sementara sang
Mama tertidur kelelahan. Mereka adalah laki-laki yang mau mengajak
anaknya bermain, membacakan buku cerita, mendampingi menonton acara
televisi, mengajari PR yang sulit, mau mendengarkan curahan hati anak
remajanya kala mereka jatuh cinta. Laki-laki sejati akan membimbing,
membina dan mendidik istri dan anaknya, karena ia adalah kepala
keluarga, pelindung keluarga, tak peduli serombongan asisten dan
babysitter siap membantu.
Perempuan
manapun akan mendambakan laki-laki sejati sebagai pendamping hidupnya.
Kadang keinginan itu melampaui keinginan untuk mendapatkan laki-laki
berwajah tampan, bertubuh atletis dengan otot bertonjolan dan perut
bersegi enam, bahkan melampaui keinginan bersuamikan laki-laki
berkantong tebal sekalipun. Perempuan mendambakan laki-laki sejati yang
sesibuk apapun berusaha menyempatkan diri untuk selalu ada, hadir bagi
istri dan anak-anaknya. Meski hanya lewat telfon karena terkendala jarak
dan waktu, lalu menjaga, membelai, dan menghibur keluarganya disaat dia
benar-benar ada di dekat mereka.
Namun dibalik itu semua, aku hanya bisa menatap getir, laki-laki yang sekedar mampu
menghujani keluarganya dengan uang, harta, dan kemewahan. Membiarkan
istrinya bersosialisasi, tertawa-tawa dengan teman di dunia nyata dan
maya, menghamburkan uang demi penampilan, sementara hatinya kosong dari
kehangatan cinta suami. Laki-laki ini juga membiarkan anak-anaknya
tumbuh dalam dampingan games dan gadget canggih sementara jiwa cilik
mereka kering dari kasih sayang papanya. Bocah cilik yang penuh rasa
ingin tahupun hanya dapat bertanya pada Google jika ada
sesuatu yang tak dimengerti, atau tersesat di situs porno sebab tak
mendapat penjelasan tentang seksualitas dari Mama Papanya.
Laki-laki
ini mungkin saja berwajah sangat tampan, mapan, dan kaya. Namun mereka
bukan laki-laki sejati, sebab membiarkan belahan jiwanya terlantar tanpa
kasih sayang, sebab mereka tega tertawa menikmati hiburan demi kesenangannya sendiri, dan menghabiskan me-time tanpa mau terusik oleh kehadiran keluarga.
Sedih aku melihatnya. Bagiku mereka tak lebih dari laki-laki kecil yang
terperangkap tubuh dewasa, yang tak mampu berkomitmen.
Aku
dan perempuan manapun di dunia ini, akan merasa menjadi perempuan
paling bahagia jika dapat bersanding dengan laki-laki sejati, yang dapat
menuntunnya menuju Syurga Nya kelak. Aku tahu, engkaulah laki-laki
sejati itu.
Salam sayang,
Anni
No comments:
Post a Comment