Di
salah satu sudut foodcourt di sebuah Mall di kota Bandung. Aku duduk bersama
suami dan anak-anak menunggu datangnya pesanan makanan. Kulayangkan pandanganku
ke sekeliling ruangan yang luas dan nyaman. Tiba-tiba mataku tertumbuk pada
seorang Ibu muda kira-kira berumur 30 an, yang sedang duduk santai dengan
seorang anak balita duduk di kursi di hadapannya. Pemandangan yang biasa
sebetulnya kalau saja aku tidak mengangkap sesuatu yang kuanggap sudah sangat
keterlaluan.
Ibu itu, yang
dandanannya heboh kayak artis yang cetar membahana itu, tak henti mengepulkan
asap rokok dari mulutnya. Terus dan terus disemburkannya asap beracun itu dari
hidung dan mulutnya, yang ajaibnya dia arahkan tepat ke wajah anak balita di
depannya, dengan tujuan mencandai anak itu dan membuat anak itu tertawa-tawa !
Tak hanya itu
saja aksinya yang membuatku geregetan bukan main. Ibu itu, kalau pas anaknya
lagi makan( anaknya umurnya kira-kira 3 tahunan, dibiarkan makan spaghetti
sendiri, tidak disuapi atau dibantu, sampai makanannya berantakan kemana-mana,
ke hidung, ke mata ), matanya terus saja menatap layar ponsel yang ada di
genggaman tangannya. Entah lagi asyik apa, mungkin BBM an, FB an, twitteran,
atau Kompasianaan kali, tau deh. Yang jelas, dia sama sekali tidak menggubris
anaknya. Aku yakin kalau anaknya tercekik spaghetti dia nggak bakalan tahu.
Bete banget ngliatnya.
* * * *
Masih di kota
Bandung. Aku sedang berjalan santai bersama keluargaku di daerah Dalem Kaum ,
melihat-lihat barang-barang bagus khas Bandung yang dipajang di
etalase toko dan di kaki lima di sepanjang jalan. Lagi santai gitu,
tiba-tiba aku melihat seorang ibu muda (lagi-lagi masih muda !) bersama anaknya
yang masih kecil, berjalan di depan kami.
Mata ibu itu sepenuhnya tertuju pada barang-barang yang dipajang di sepanjang
jalan. Sesekali tangannya terulur untuk memilih atau sekedar menyentuh
barang-barang itu. Dan ketika dia memutuskan untuk membeli tas -tas cantik yang
ada di situ, ibu itu benar-benar berkonsentrasi pada belanjaannya, dan
membiarkan anaknya berjalan sendiri, berlari- larian, lalu berbalik arah
setelah menyadari ibunya tak ada di sisinya. Haduh ampunn. Kalau anaknya
berlari menyeberang jalan yang ramai dengan kendaraan, gimana coba ? Mbok ya
mikir kalau jadi ibu itu ! (*mulai esmosi*)
* * *
Aku pernah sekilas nonton acara infotainment entah apalah nama acaranya.
Sebetulnya aku malas nonton acara kayak ginian, kalau saja Bibi asistenku
nggak nonton acara ini sambil nyetrika baju. Tiba-tiba perhatianku tertuju pada
liputan tentang aktifitas sehari-hari sepasang selebriti muda yang masih
terbilang pengantin baru. Disana ada adegan yang membuatku terkejut, yakni
adegan ketika sang istri menggoreng ikan sambil menggendong bayinya.
Teman-teman tahu kan, bagaimana hebatnya cipratan minyak goreng ketika
menggoreng ikan ? Ibu-ibu saja akan meringis kesakitan jika lengannya terkena
percikan minyak panas, apalagi bayi. Lha kok ini, bayinya digendong di depan
dijadikan tameng ? ini bagaimana ? Kesel lagi kann ..
***
Masih kurang kesal ? Nih masih ada lagi. Di keramaian tempat wisata. Sepasang
suami istri mengajak balitanya berjalan-jalan. Entah mungkin bermaksud
bernostalgia mengenang masa pacaran atau apa, eh suami istri itu bergandengan
mesra banget, sambil ngobrol cekikikan, sampai terlupa sama bayinya.
Sadar-sadar bayinya entah sudah dimana. Si Istri teriak-teriak sambil memukuli
suaminya, sementara suaminya hanya bisa ternganga dengan wajah pias. Untung tak
lama kemudian anak itu ditemukan seseorang sedang menangis meraung-raung.
Dimana coba ? diatas pagar taman ! ternyata si bocah memanjat pagar dan tak
bisa turun lagi. Nah lo ! Untuk ketemu ! kalau nggak ketemu bisa cerai tuh
laki-bini ! bete bangett …
****
Aku yakin teman-teman juga tentu pernah melihat pemandangan seperti yang
aku ceritakan dan merasa geregetan. Pengennya mendatangi ibu yang sembrono itu,
sambil menujuk hidungnya dan bilang, ” Kalau jadi Ibu, yang bener dong ! “
Perasaan, makin kesini zaman makin edan, dan berimbas pada perilaku ibu-ibu
yang jadi nggak pedulian sama anaknya.
Kadang aku
penasaran. Apakah ibu-ibu itu tidak menyayangi anaknya ? tapi masa iya sih ada
ibu yang seperti itu ? Lalu mengapa mereka begitu abai pada keselamatan
anak-anaknya ? Mengapa mereka begitu sembrono dan tidak menjadikan anaknya
sebagai prioritas perhatiannya ?
Apakah sesungguhnya mereka belum siap menikah dan menjadi seorang ibu ? ataukah
pengaruh gaya hidup yang menggerus nilai dan norma kemanusiaan, sehingga
kesenangan pribadi menjadi diatas segalanya, lantas menganggap kehadiran anak
hanya sebagai penghalang kesenangan saja ? entahlah ..
Menjadi ibu itu
tak hanya sekedar melahirkan. Jika hanya melahirkan lalu selesai, bukan ibu
namanya, tapi induk !
Seorang Ibu itu melahirkan, membesarkan, mengasuh, mendidik, membimbing,
menjaga, memperhatikan, merawat, dengan sepenuh hati, dan sepanjang waktu,
mengatasi perhatian atas dirinya sendiri. Apalagi ketika anak-anaknya masih
kecil, semua perhatian itu akan berlipat ganda. Apapun akan dilakukan dan
dikorbankan oleh seorang Ibu demi keselamatan dan kebahagiaan anaknya. Itu baru
Ibu.
Jika kita
mengarahkan cakrawala pandangan kita lebih luas lagi, maka wajar kalau yang
namanya Ibu itu terbagi tiga macam :
1. Ibu biologis yang sekedar melahirkan anaknya lalu
ditelantarkan, atau dijual, atau dibuang, atau ditukar dengan sejumlah uang
sebab dia adalah ibu dengan rahim sewaan. Ibu biologis ini disebut Induk. Dia
tak pantas disebut ibu.
2.
Ibu yang tidak melahirkan namun membesarkan. Tidak semua perempuan beruntung
dapat melahirkan keturunan dari rahimnya sendiri. Namun jika perempuan tersebut
mengangkat seorang anak, lalu mengasihinya dengan sepenuh hati, merawat,
menjaga, mendidik, mencintai seperti anaknya sendiri, maka ia pun berhak
menyandang gelar Ibu, karena semua kapasitas kemanusiaan seorang perempuan
telah ia miliki.
3.
Ibu yang melahirkan dan membesarkan, mendidik, membimbing, dan mengasihi
anaknya. Nah inilah ibu yang sejati. Bersyukur jika kita memiliki ibu yang
sejati. Balaslah segala kebaikan ibu kita tercinta dengan mendoakan,
menyayangi, dan menjadi ibu sebaik ibu kita, bahkan lebih baik lagi, bagi
anak-anak kita.
Menjadi Ibu
adalah cita-cita tertinggi kebanyakan perempuan. Sayangnya tak semua perempuan
memahami makna pentingnya menjalani peran sebagai seorang Ibu yang paripurna.
Kemajuan zaman membuat perempuan muda hanya menjadi ibu karena formalitas
belaka, demi mengejar status sosial. Dia benar-benar tidak menyadari, bahwa
menjadi ibu adalah peranan klasik perempuan sepanjang masa, yang keagungan
nilainya tak boleh luntur dan tak boleh diremehkan sedikitpun.
Jika anak-anak
zaman sekarang lebih banyak berkeliaran di jalan, bersosialisasi dalam
gang-gang pembully, melakukan seks bebas, tawuran, mengkonsumsi drugs. Maka
tanyalah pada hati nurani. Siapa ibunya ? Siapa ayahnya ? Mengapa mereka
berperilaku sedemikian menyimpang ? Dimana Ibu dan Ayah ketika anak-anak
berkubang dalam masalah yang tidak dapat ia selesaikan ?
Ditangan
seorang Ibu lah pertama kali pribadi seorang manusia terbentuk. Makin hebat
seorang ibu mendidik anak-anaknya, makin hebat pula kemajuan peradaban suatu
bangsa. Aku khawatir, keterpurukan bangsa ini karena andil para ibu Indonesia
juga. Naudzubillah …
Marilah menjadi
Ibu, menjadi Ayah yang sejati, yang paripurna bagi putra-putri tercinta.
Mendidik dengan cinta, dengan kesederhanaan, sebagaimana yang dituntunkan oleh
Agama dan dicontohkan para Rasul. Sebab menjadi orang tua adalah sebuah
predikat, bukan hanya kata kerja semata.
Salam sayang,
Anni
No comments:
Post a Comment